HAPPY READING GUYS
***
Kaira yang tenang bahkan terkesan "happy" semua masalah dia bawa layaknya angin, ikuti saja kemanapun ia ingin pergi. Beda cerita dengan Fariz yang ternyata "menyesal" dia merasa salah perhitungan kali ini.
Hanya karena pesona Kaira dan tekanan dari Lina membuatnya tidak berpikir panjang. Tidak memungkiri jika dia terjerat akan pesona ayu istrinya. Kaira cantik demi Tuhan, anggun dan punya daya pikat tersendiri. Bodynya mungkin memang tidak seperti para mantan pacarnya—Fariz tidak tahu karena belum mencoba.
Hei, tubuh istrinya itu selalu dilapisi baju kebesaran tidak seperti mantan pacarnya atau wanita kebanyakan di kantornya yang ketat sana sini—mudah dipandang tanpa harus dicoba. Kaira, istrinya kalau tidak dicoba mana dia tahu.
Tiga hari dia mengubah status, tiga hari pula dia gelisah dan merutuki kebodohannya.
Seharusnya kemarin dia meminta waktu alih-alih menikahi langsung. Benar Lina mendesak, tapi bukankah Lina juga tidak memaksa, seharusnya dia bisa menolak dengan alibi tidak tertarik. Menolak dan menolak sampai Lina jengah sendiri.
Tapi Kaira ... ah, Fariz mengusap rambutnya kasar. Gadis itu terlalu disayangkan jika dilewatkan. Fariz tidak ingin munafik.
TING! DRET-DRET!
Malas-malasan Fariz melirik ponsel yang tergeletak diatas meja tepat di hadapannya. Otomatis napas lelah itu terdenger darinya.
Itu Lina, dengan segala terornya—lagi. Ini pesan ke 20 seharian ini setelah teror Lina kemarin yang meminta Fariz kembali dari Ibu kota dan menjemput istrinya di rumah mertuanya.
Mama
Jangan kamu kira nikah jadi seenak jidat kamu sendiri Tuan Muda Kamran.
Pulang sekarang atau mama tarik telingamu.
Lagi, ada pesan masuk lagi setelah sepuluh menit Fariz tidak menjawab.
Mama
Mama tau kamu sudah baca. Mama juga yakin matamu belum rabun berat.
Pulang ya anak mama yang paling tampan dan shalih!!!!!!!
Kamu gak takut istri cantikmu digondol kucing
Fariz
Kaira jaga malam ma. Jadi ngapain Ariz pulang.
"Alasan yang bagus wahai tuan muda Kamran," ujar setan dalam diri Fariz.
"Tapi bohong sama orang tua itu dosa," ini kata malaikat dalam diri Fariz.
"Tapi aku gak bohong," ujar Fariz bicara sendiri.
Mama
Kamu gak lagi bohongin mama kan?
Fariz tidak menjawab lagi, begitupun dengan Lina. Tapi keesokan harinya, tepat pukul sembilan malam, tidak kurang dan tidak lebih. Teror itu datang lagi. Kali ini berupa ancaman yang lebih dahsyat dan ganas.
Mama
PULANG SEKARANG ATAU MAMA RUBUHIN KANTORMU
Bukan isi ancaman yang menakutkan tapi Fariz bisa melihat kemarahan dari kalimat singkat itu. Buka laci, ambil kunci mobil, tas dan juga jas yang tergantung di sudut ruangan. Fariz melangkah lebar-lebar keluar dari ruang kerjanya—pulang. Kanjeng ratu baginda agung sudah mengeluarkan tanduknya.
Sampai apartemen ternyata sudah ada yang menunggu. Kaira menunggu di ruang tamu dengan senyum merekah dan wajah ayu dengan riasan tipis-tipis, piyama tidur lengan panjang juga kerudung instan warna senada (abu-abu) membuat kulit putihnya tampak lebih cerah.
Pria lain pasti senang, tapi Fariz justru bersengut, wajahnya masam—sangat tidak enak dipandang.
"Alhamdulillah Mas sampai rumah dengan selamat. Mau makan dulu atau mandi dulu Mas? Ara sudah siapin air hangat buat Mas mandi. Kalau mau makan juga boleh sudah Ara siapin juga. Tadi Ara bawa masakan Ummi banyak banget."
Fariz melepas sepatu, lalu kaos kaki, sepanjang itu Kaira membantu. Gadis itu juga mengambil alih tas dan juga jas Fariz. Fariz tidak protes, pria itu diam saja bahkan saat Kaira bertanya.
"Ah iya, dapat salam juga dari Abi. Katanya kapan Mas Ariz mau main ke rumah. Abi mau minta diajari bikin iklan buat swalayan katanya," sambung Kaira lalu disusul dengan kekehan kecil. Yang tersurat memang seperti itu, tapi yang tersirat "Albi ingin menggunakan jasa periklanan di perusahan menantunya".
"Kamu yang ngadu ke Mama kalau kemarin saya gak pulang?"
Kaira yang setengah membungkuk meletakkan sepatu Fariz di rak sepatu menoleh, tubuhnya dia tegapkan. Mereka saling adu pandang. Fariz dengan tatapan tajamnya, Kaira dengan tatapan bingungnya.
"Kamu chatan sama Mama?"
"Mas Ariz juga dichat Mama?"
"Jawab pertanyaan saya!"
"Iya, tadi chatan sama mama memang. Bahas soal-"
"Saya tidak suka wanita pengadu." Potong Fariz padahal Kaira belum selesai menjelaskan. Pria itu segera berlalu dari hadapan Kaira.
Kaira yang tidak paham tetap mengekor. Mengadu soal apa, dia memang tukar pesan dengan Ibu mertuanya. Tapi seputar makanan kesukaan Fariz, yang saat ini dia sajikan di atas meja makan—hasil masakan Silfi. Juga seputar cara membuat kopi, selebihnya hanya rengekan Lina yang meminta datang berkunjung juga alasan klasik Kaira menolak permintaan itu. Tidak ada yang lain.
"Tadi Ara chatan sama mama buat tanya apa makanan kesukaan Mas," Kaira coba menjelaskan lagi dengan lembut. "Kita juga bahas soal cara bikin kopi yang Mas Ariz suka. Mas Ariz mau coba?"
Tapi Fariz yang sudah terlanjur salah paham dan sedang tersulut emosi tidak mendengar dengan baik. Bahkan Kaira sampai mengulang pertanyaannya lagi. "Mau Ara bikinin kopinya sekarang Mas? Kata Mama sebelum tidur Mas suka minum kopi dulu."
"Tidak butuh, urus saja hidupmu sendiri. Saya tidak sudi diurus manusia bermulut besar." BLAM! Pintu kamar ditutup kencang-kencang dari dalam. Suaranya keras sekali, sekeras nasa suara Fariz.
Spontan Kaira mundur dua langkah, tubuhnya terhuyung hingga jatuh dan bersimpuh di lantai yang dingin. Kaira bergetar dalam keterkejutannya.
To Be Continued
____________

KAMU SEDANG MEMBACA
Resep Cinta Dalam Doa (Revisi)
Romance❌️SUDAH REVISI❌️ Banyak yang berubah guys jadi yg mau baca ulang dijamin tetep dugun-dugun. Buat yang belum pernah baca cus merapat. Dijamin gak akan ada ruginya. Justru nagih Kalau gak percaya coba aja😋 ______________________ Disandera oleh trauma...