6 | Rencana survei urban legend

578 80 4
                                    

Malam berganti pagi, sinar mentari menyinari dan menghangatkan setiap sudut bumi, diluar sudah terdengar beberapa suara pedagang keliling yang menawarkan barang dagangannya.

Dion yang sedari malam tertidur pulas, terbangun oleh cahaya matahari yang masuk melalui kisi-kisi jendela dan menyilaukan matanya.

"Hooaahhmm," Masih dengan sedikit mengantuk Dion beranjak bangun dari tempat tidurnya.

Dion melihat ke sekeliling kamar, rupanya Ervan sudah tidak ada dalam kamar, Dion memutuskan untuk keluar kamar dan mencari Ervan, hampir setiap tempat di dalam rumah tersebut tak lepas dari pencariannya tapi sayangnya Ervan masih saja tidak dapat di temukan.

Hampir setengah jam Dion mencari Ervan tapi tak ada satupun tanda kehadirannya karena merasa sedikit aneh, Dionpun kembali masuk ke kamar dan duduk di atas kursi yang posisinya langsung mengahadap keluar jendela, secara tidak sengaja Dion melihat secarik kertas yang tergeletak di atas meja. Dionpun mengambil dan membaca isi kertas tersebut, rupanya surat tersebut dari Ervan.

"Sory gue ga sempet nunggu lo buat bangun, tadi subuh gue dapet kabar kalo nyokap gue kena serangan jantung jadi gue harus balik sekarang juga, sepatu lo gue simpen di bawah lemari," begitulah isi pesan singkat yang di tinggalkan Ervan dan tepat disebelah kertas yang Ervan tinggalkan terdapat sebuah benda, benda tersebut berbentuk kotak di bungkus dengan kain yang berwarna putih dan di ikat tali diatasnya hanya ada tulisan kecil di atas benda tersebut, "Bawa benda ini kemanapun elo pergi," Dion yang sepertinya tidak mengerti akan fungsi benda itu hanya menyimpannya di dompet.

Melihat jam yang sudah menunjukan pukul sepuluh pagi, Dionpun bergegas menuju kamar mandi lalu tanpa sempat sarapan, Dion segera berangkat menuju rumah Tara, Dion melalui jalan yang sama dengan rute pulang kemarin tapi bedanya jalanan di hari minggu cukup macet karena beberapa akses menuju jalan dago di tutup dan di pakai untuk carfreeday lalu Dion memutuskan untuk mengambil jalur tamansari agar sedikitnya bisa menghindari kemacetan.

"Ting Tong, Ting Tong," suara bel rumah Tara berbunyi.

Seorang wanita paruh baya, membukakan pintu, rupanya wanita tersebut adalah Bi Eti, Bi Eti hari ini terlihat begitu tradisional dengan baju semi kebaya dan cepol yang terpasang di rambutnya.

"Mau ke siapa ya Mas?" tanya Bi Eti dengan ramah, Bi Eti terperangah melihat kedatangan Dion karena jarang sekali ada cowok yang mengunjungi rumah tersebut selain Valen tentunya.

"Maaf, Taranya ada Bu?" Dion bertanya dengan sopan.

"Oh mau ke non Tara toh, Non Taranya masih tidur Mas, nanti saya coba bangunkan dulu ya Non Taranya," sahut Bi Eti.

"Baik bu, saya tunggu aja," jawab Dion dengan sopan.

"Oh iya, silahkan masuk Mas," Bi Eti meminta Dion untuk menunggu di ruang tamu.

Dion sekilas memperhatikan arsitektur rumah Tara, nuansa rumah Tara begitu minimalis dengan warna hijau sebagai latar utama, lengkap dengan kolam ikan yang suara bercak airnya terdengar sampai ruang tamu, halaman rumah Tarapun sangat luas dengan berbagai hewan peliharaan ada disana, rupanya Tara merupakan pencinta binatang dari mulai ikan, kelinci, kucing, hamster sampai burung hantu lengkap ada di halaman rumah Tara.

Dari semua hewan yang Tara pelihara, ada satu ekor kucing domestik yang mondar-mandir di dalam rumah Tara, kucing tersebut Tara temukan beberapa bulan yang lalu di pinggir jalan dekat mini market rumahnya, kondisinya yang saat itu terlihat mengkhawatirkan dengan keadaan kaki yang terluka, membuat hati Tara tersentuh dan membawa kucing tersebut pulang kerumahnya, Tara merawat kucing tersebut sampai benar-benar pulih dan memutuskan untuk memeliharanya, kucing tersebut berwarna hitam legam, nyaris tak ada warna lain dalam bulunya, hanya sorot warna matanya saja yang berwarna hijau tajam, kucing tersebut Tara namakan Leungli, entah apa dari arti nama tersebut.

Lembur KuntilanakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang