3 | Perjalanan pulang Tara & Dion

654 102 3
                                    

"Heh bisa pelanan sedikit ga jalannya?" keluh Tara dengan nafas terengah-engah.

Tara yang tertinggal cukup jauh menggerutu dengan kesal. Jelas saja Tara tertinggal, langkahnya yang kecil sesuai dengan ukuran tubuhnya yang mungil sangat terlihat berbeda dengan sosok Dion yang tinggi semampai, membuat jarak saat mereka berjalan terlihat jelas.

Dion tidak menjawab keluhan Tara tadi, tidak satu patah katapun keluar dari bibirnya.

Tara yang memang sangat kesal pada posisi seperti itu nampaknya tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa menahan kesal yang sedari tadi hinggap di benaknya.

"Dari sini kita naek angkot apaan?" tanya Tara kembali memulai percakapan, terbesit harapan dalam hati Tara, agar Dion setidaknya bisa menjawab dan mencairkan kekakuan diantara mereka saat itu.

"Gue bawa motor tapi gue cuman bawa helm satu, ntar gue cari pinjeman dulu helmnya," Dion menjawab pertanyaan Tara tetapi tak sedikitpun pandangan Dion beralih, Dion masih saja memandang fokus ke arah depan.

Mendengar jawaban dari Dion, Tara merasa sedikit lega, setidaknya dia tidak harus berdampingan dengan patung berjalan, itu yang ada di benak Tara saat ini.

"Oh itu.. urusan kecil!" jawab Tara sambil menjentikan jarinya.

"Entar kalo helmnya ga ada, pas ada polisi gue turun dulu deh, jalan kaki sedikit," sambung Tara.

Dion hanya melirik sedikit kearah Tara tanpa mengiyakan. Merekapun terus berjalan menuju arah parkiran motor.

"Lo tunggu disini, Gue ambil motor sama pinjem helm dulu!" perintah Dion, Tara hanya menjawab dengan anggukan, meski Tara takut untuk ditinggal sendirian tapi mau tidak mau dia harus menuruti perintah Dion, dipikirannya lebih baik dia mengalah untuk sendirian saat ini dalam waktu beberapa menit daripada sendirian dalam waktu yang cukup lama saat perjalanan pulang.

Tarapun duduk di area trotoar parkiran, suasana kampus saat itu memang sudah sepi, tidak banyak orang yang hilir mudik. Masih dengan perasaan waswas dan tatapan mata yang nyaris tak berkedip, Tara melihat ke area sekeliling kampus, pikirannya masih dipenuhi dengan film suzana versi Luna maya yang Tara tonton tadi malam.

Tidak berapa lama motor sport berwarna putih keluar dari area parkiran dan berhenti tepat di hadapan Tara, sosok pengendara tersebut membuka kaca helm full facenya,

"Lo masih mau diem disini lebih lama?" Tanya orang tersebut yang melihat Tara belum beranjak berdiri menghampirinya. Rupanya sosok pengendara motor sport putih itu adalah Dion. Tara memperhatikan sosok tersebut dengan seksama, ada perasaan aneh yang tiba-tiba melintas dipikirannya. Tidak pernah sedikitpun terbesit, sosok Dion yang begitu angkuh, keras kepala, dingin dan menyebalkan bisa berubah sedikit keren untuk malam ini, meski itu hanya dalam hal penampilan saja.

"Apaan sih, bikin gue kaget aja!" jawab Tara membuyarkan lamunannya sendiri.

"Udah cepetan naik, pake helmnya, kalau ga gue tinggal!" Dion menatap Tara dengan lekat, sementara Tara hanya bisa menurut dan segera naik ke atas motor Dion.

Motor sport putih yang dikendarai Dion melenggang meninggalkan area parkiran dan mulai bertarung dengan debu dan polusi yang ada di jalan raya.

Malam itu jalanan sangat macet, cuaca nampak kurang bersahabat sepertinya akan turun hujan. Kendaraan bermotor terlihat salip menyalip satu sama lain, tanpa memperdulikan keselamatannya. Tara yang memperhatikan jalanan saat itu menjadi sedikit miris dan prihatin dengan jalanan kota Bandung di malam hari. Menit demi menit berlalu, tak terasa sudah 20 menit Dion dan Tara bertempur dengan kemacetan jalan raya, mereka sampai di pertigaan cibiru, pertigaan yang mengharuskan mereka memilih dua jalur antara jalur cicaheum atau jalur by pass Soekarno - Hatta.

"Mau belok kiri apa lurus?" tanya Dion.

"Gue ngikut aja, asal selamat sampai tujuan," kali ini Tara yang menjawab singkat.

Tanpa berfikir panjang, Dionpun dengan segera memilih untuk membawa motornya melewati jalur bypass soekarno-hatta, alasannya mungkin agar terhindar dari kemacetan panjang, meski memutar, jalan Soekarno-Hatta ini terlihat lebih lenggang daripada jalan menuju arah cicaheum yang pada malam itu padat merayap.

Rintik hujan sudah mulai turun, Dion memacu motornya lebih kencang lagi dan meminta Tara untuk berpegangan pada jaketnya agar tidak terjadi hal yang tidak di inginkan, kalau memikirkan betapa menyebalkannya Dion, Tara pasti enggan untuk memegang jaket Dion, membayangkannya saja sudah membuat Tara berapi-api tapi kali ini demi keamanan tanpa bisa menyanggah Tara menuruti permintaan Dion.

Sampai jumpa di Bab selanjutnya ya, jangan lupa tinggalkan jejaknya, minta votenya ya biar penulis bisa lebih semangat dan jangan lupa saling menghargai, semoga kita sukses bersama ya :)

Lembur KuntilanakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang