7 | Perjalanan ke danau keabadian - Ciwidey

533 85 4
                                    

Bulan saat itu sudah menjunjung tinggi kelangit menjadi penerang jalan yang saat itu sudah mulai di tinggalkan pengendara lainnya, ketika orang lain memutuskan untuk beristirahat berbeda halnya dengan mereka berlima yang baru saja akan memulai perjalanannya ke daerah Bandung Selatan, Ciwidey tepatnya. Mereka memang sengaja memutuskan untuk menempuh perjalanan malam, selain agar terhindar dari kemacetan dan aktivitas penghambat lainnya, mereka berharap akan petualangan baru yang selama ini belum pernah mereka rasakan. Rafa yang memang sebenarnya anak mami dan tidak terbiasa jauh dari keluarga, mencium tangan ibunya dan berpamitan untuk meminta restu perjalanan, di ikuti oleh ke empat rekannya. Tara dan Ashila melambaikan tangan ke arah Caca yang masih saja malu-malu bersembunyi di balik badan ibunya Rafa.

Dalam perjalanan kali ini Rafa memutuskan untuk tidak memakai mobil yang biasa dia pakai ke kampus, Rafa lebih memilih untuk meminjam mobil milik ayahnya yang kebetulan saat itu sedang tidak dipakai, mobil berwarna hitam legam dengan ukuran yang lebih besar itu pastinya lebih nyaman dikendarai untuk perjalanan luar kota, ditambah lagi mobil tersebut dilengkapi dengan speaker musik stereo yang merupakan kegemaran anak muda jaman sekarang.

Satu persatu dari mereka mulai menaiki mobil tersebut, Rafa yang mengambil posisi sebagai supir di malam itu, duduk di bangku pengemudi di temani dengan Ashila yang berada di sampingnya. Sebenarnya bukan disengaja, tapi memang di antara mereka berlima yang terbiasa untuk mengendarai mobil hanya Rafa dan Ashila, jadi posisi tersebut memudahkan mereka untuk bertukar tempat jika salah satu diantara mereka merasa kelelahan, sementara sisanya tinggal Tara, Dion dan Fadly, Fadly yang cepat mengantuk segera merequest tempat paling belakang agar bisa merebahkan badan dengan posisi tidur, Tara dan Dion pun duduk bersebelahan di bangku tengah.

Sekali lagi, sebelum mobil berwarna hitam tersebut memulai perjalanannya mereka kembali mengucapkan salam dan berpamitan kepada keluarganya Rafa. Ibunya rafa dengan ramah kembali memberi nasihat, "Nak hati-hati ya di jalan, jangan kencang-kencang bawa mobilnya, jangan lupa kalo sudah sampai, telepon Bunda,supaya Bunda tidak khawatir," ujar ibunya Rafa.

"Iya Bunda," jawab semua kompak sambil melambaikan tangan.

Kendaraan roda empat itupun bergegas meninggalkan pelataran rumah Rafa, Rafa dengan segera menyalakan radio yang ada di mobil tersebut, lagu dari Rihana-we found the love, mengalun merdu menemani mereka dalam perjalanan.

"Tok-tok-tok," suara kaca mobil yang di ketuk keras hampir mengejutkan seisi penumpang mobil tersebut hanya Fadly yang masih tertidur lelap di bangku belakang, rupanya seorang bapak-bapak paruh baya dengan pakaian yang cukup memprihatinkan mengetuk jendela, Shila yang posisinya paling dekat dengan keberadaan bapak tersebut cukup kaget dibuatnya, dengan segera Shila mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompetnya dan membuka kaca jendela untuk memberikan lembaran uang tersebut, terlihat jelas dari raut wajah si bapak tersebut terpancar senyuman dan terdengar ucapan terimakasih dalam bentuk doa.

"Semoga perjalanan Neng dan Aden-aden semua dilancarkan dan selalu mendapat perlindungan dari yang di atas, " ucap bapak tersebut sambil berjalan tergopoh-gopoh meninggalkan mobil Rafa.

Lampu merah dengan segera berganti menjadi hijau, mereka kembali meneruskan perjalanan. Dua puluh menit berlalu, tak terasa mereka sudah melewati daerah Kopo, mereka hanya tinggal mengikuti arah jalan untuk menuju Banjaran dan selanjutnya menuju ke arah Soreang yang menjadi pertengahan antara Bandung dan Bandung Selatan.

Tara kembali menarik selimut kecil yang ada di mobil Rafa, Dion diam-diam memperhatikan gerak-gerik Tara, Tara yang tersadar sedang di perhatikan, balik memandang ke arah Dion, tetapi dengan sigap Dion kembali mengalihkan pandangan ke buku yang berada di tangannya. Rafa yang sedaritadi melihat mereka dari kaca spion dalam, mencoba untuk menahan tawa melihat kekikukan ke dua temannya tersebut.

Lembur KuntilanakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang