"Ini gimana?! Hape gue, tolong!"
Isfi menimpuk Liena dengan bantal. Kesal dengan Liena yang sedari tadi uring-uringan gak jelas. "Nanti juga dianterin bege sama orang pos."
"Masalahnya besok gimana? Gue kan mau ambil uang!"
Isfi mengangguk-angguk. Iya juga. Nanti gimana cara ambil uang jika handphone pun tak ada. Maklum mereka menggunakan bank digital.
"Yaudah, ayo samperin lagi," ucap Isfi sambil menyepol rambutnya asal.
Liena melotot. "Gila kali lo! Gak liat kaki gue!"
Kalau ia bisa jalan tanpa lukanya ini ia juga tak akan kelimpungan begini. Yakali cuma jarak segitu. Long march 25 km kan pernah di lalui mereka.
Dari kemarin sore hingga sekarang sore handphone nya belum kembali. Ia kira setelah insiden dirinya diberi perban dan antek-anteknya oleh Arthur pria itu juga akan kembali mengantarkan handphone nya yang tertinggal di pos.
Kemarin setelah insiden dirinya terserempet motor ia ingat sekali handphone nya di taruh di meja yang isinya tumpukkan kertas dan aqua gelas. Panik karena shock juga nyeri di kakinya membuat ia tak sadar menaruh handphone. Bodoh nya saat pulang ia tak sadar handphone nya tertinggal. Biasa lah. Efek tremor di care in oleh pak polisi militer muda.
"Gimana dong? Itu hape Aa gue. Bisa bisa dimarahin Aa gue nanti!"
Handphonenya milik sang kakak laki-laki nya yang memang ingin tukar pakai dengannya.
"Assalamualaikum."
Isfi tiba-tiba membekap mulut Liena yang akan kembali berucap. "Sut! Ke kamar kita bukan sih?"
"Apanya?"
"Permisi. Adek yang kemarin keserempet motor."
Liena menghempaskan tangan Isfi dengan kasar. Ia pakai kerudung nya dengan tergesa-gesa. Saat membuka pintu kamar kost terlihat Arthur yang sangat rapi dengan pakaian santai nya.
Mau bikin gue mleyot apa gimana?! Ganteng bener Om. Liena mengerjapkan matanya melihat lelaki didepannya ini yang lebih tampan dari kemarin. Soalnya kemarin ada garang-garangnya. Sekarang agak lembut dikit.
"Waalaikumussalam. Ya Allah, Om di tungguin dari kemarin juga. Hape ku mana, Om?"
Liena menutup pintu kamar kost nya. Membuat Isfi yang di dalam mendesah kecewa. Mau liat cogan juga padahal.
"Saya jual."
Liena memicing. "Muka triplek kek gitu gak pantes bohong kali Om. Sini. Mau ambil uang," ucap nya sambil menyodorkan tangan kanan nya.
Sedangkan Arthur hanya diam. Menatap mata Liena. "Kerudung mu kebalik."
Sontak Liena meraba hijab nya. Aih, ia lupa tadi hijab nya memang baru di angkat dari jemuran. "Biarin." Malu banget gue tolong!
Arthur hanya menganggukkan kepalanya. Ia rogoh saku celana nya dan menyodorkan benda pipih berwarna merah ke arah lawan bicaranya yang kini tersenyum senang.
Lucu. Batin Arthur.
"Tadi kamu bilang mau ambil uang? Di Alfa atau Indo?"
"Alfa, Om."
Arthur berdehem menahan senyumnya. "Kebetulan saya mau ke Alfa."
"Terus?" Liena menatap Arthur heran. Ia tahu ia sedang diberi tawaran. Cuma agak penasaran bagaimana lelaki di depannya ini mengajaknya dengan jelas. Meski ia menyukai lelaki didepannya ini bukan berarti ia harus ayo-ayo aja. Jual mahal dikit. Jangan mahal-mahal tapi. Kalo kemahalan gak jadi diajak nantinya. Kan, rugi.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Soldier, please!
Teen FictionPokoknya berdoa itu yang jelas. Jangan kayak Liena yang asal minta bahkan memohon tanpa tahu nanti ketemunya gimana dan kayak apa. Ya, meski akhirnya dipepet juga sih. *** Welcome to Meet Military Police versi new! Judulnya doang padahal yang baru...