6] Emang jauh

2K 124 13
                                    

"Mama, kangen aku nggak?"

"Nggak. Beban rumah berkurang satu."

"Diem lo, Arini!" Liena memelototkan matanya saat adiknya yang menjawab. Terlihat di seberang telepon wanita yang dipanggil mama oleh Liena hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Mama. Aku dideketin TNI, loh. Ganteng, gagah, perkasa. Idaman Mama banget pokoknya," ucap Liena yang antusias membicarakan laki-laki yang akhir ini memenuhi pikirannya.

"Tapi, idaman Mama PNS."

"Ih, Mama. Syukur-syukur anaknya ada yang mau ini."

"Emang dia mau sama kamu? Dideketin bukan berarti kamu maunya."

"Ma, dada aku sakit loh dengernya," ucap Liena dramatis sambil memegang dadanya. Mamanya itu memang ahli sekali menjatuhkan Liena yang sedang melambung-melambungnya. Untung Liena anak yang kuat. Jadi, tahan banting.

"Makanya halu itu jangan ketinggian. Jatuh, sakit," cibir Arini di seberang sana.

Liena kembali melotot kepada Arini. Ia menaruh handphonenya bersandar di lemari. Kini ia rebahan di atas kasur dengan kepalanya yang menghadap ke arah handphone.

"PKL dulu yang bener. Urusan cowok itu belakangan."

"Iya."

Dipikir-pikir memang betul juga. Arthur mendekati nya bukan berarti ia yang Arthur mau. Mengingat tadi siang Arthur sangat mudah mengakui bahwa dirinya menyukai Liena mungkin Liena yang ke sekian kalinya bagi Arthur.

Dan bukan kah jika Arthur benar-benar menyukai nya ia akan menepati janjinya? Meskipun hal-hal kecil. Contohnya tadi siang Arthur menjanjikan akan menelpon Liena nanti malam. Sekarang malam tiba tak ada telpon atau pesan singkat dari Arthur.

Jujur, Liena memang menunggu. Siapa sih yang gak excited nunggu telpon dari orang yang bisa dibilang confes pada dirinya untuk yang pertama kalinya. Mana ganteng lagi.

"Woy! Teh!"

"Eh, iya apa? Kenapa, Ma?" Liena terduduk saat suara adiknya membuyarkan lamunannya.

"Ngelamun mulu. Kesambet tau rasa. Omelin tuh, Ma." Arini bergelayut manja pada mama Liena dan Arini juga.

"Jangan dipikirin. Kalo jodoh gak akan kemana. Ini Mama sama Arini mau ke rumah Pak RT."

"Iya, Ma. Dadah. Kangen Mama banyak-banyak," ucap Liena disertai senyum manisnya.

"Ye ye ye." Lalu Arini mematikan telepon video tersebut di sana. Liena simpan handphonenya di sisi kasur.

"Niat hati kangen-kangenan sama Mama malah ovt." Liena berdecak. Ia kembali merebahkan dirinya.

"Ni, bocah beli jajan lama banget perasaan," ucap Liena yang baru sadar Isfi belum terlihat batang hidungnya setelah tadi habis maghrib pergi jajan ke warung sebelah kost.

Langit-langit kamar kost nya yang putih bersih dan semilir angin yang masuk lewat jendela menemani malam harinya yang bingung.

"Tapi, kalo gak dipepet sayang. Udah ganteng banyak duit lagi. Mana gagah pula," ucap Liena yang kembali mengingat postur tubuh Arthur.

Sesaat kemudian Liena berdecak. Ia menatap gusar bantal di sampingnya. "Tapi, dia bau-bau buaya. Masa udah baperin gue seenak jidat jalan sama cewek lain. Mana cantik lagi. Gue kan, minder jadinya!"

"Ih. Semua gara-gara, Om Abi!" Liena berguling-guling diatas kasur.

Dering ponsel yang berbunyi membuat Liena membeku. "Jangan-jangan, Om Abi."

That Soldier, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang