3] Tumbler dan Hujan

2.8K 132 6
                                    

Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK identik dengan PKL, yaitu Praktek Kerja Lapangan. Tak sedikit siswa ingin masuk SMK hanya ingin merasakan PKL. PKL sendiri bisa dikatakan latihan bekerja. Disiplin bagaikan pegawai sesungguhnya.

Tak jarang ada beberapa perusahaan yang bahkan memberikan uang saku sebagai gaji mereka karena telah membantu perusahaan dan tak jarang pula tidak memberikan uang saku. Hanya memberikan ilmu.

Sebenarnya itu sudah lebih dari cukup. Karena tujuan PKL bukan untuk mendapat gaji atau uang saku melainkan mendapatkan ilmu agar lebih siap terjun ke dunia industri.

"Lo tebak kita dapet uang kagak nanti?"

Liena menoyor kepala Isfi. "Kita ada gak usaha buat perusahaan?"

Isfi menggeleng. Tangan nya tak henti mengambil makaroni goreng bumbu balado lalu memasukkan nya ke dalam mulut. "Kagak sih."

Liena mengangguk. "Nah, itu yang jadi masalah."

Selepas shalat dzuhur mereka terbiasa diam di depan masjid sambil melihat jalanan. Kadang juga sambil memakan bekal yang mereka bawa.

"Eh, lo gimana sama Om Om tentara yang kemaren? Gak mau buat gue lah." Isfi menaik turunkan alisnya.

Seketika Liena termenung. "Menurut lo dia suka sama gue gak sih?"

"Pfft. Anjir, yakali. Dia ganteng, gagah, tinggi, terus kaya. Yakali sukanya anak sekolahan. Kayak dia itu biasanya suka nya sama anak kesehatan."

Liena mengangguk-anggukkan mengerti. "Gue kan juga sehat."

"Bukan itu bego maksud gue. Maksudnya kayak perawat, bidan, terus apoteker, anak farmasi kayak gitu. Dokter apalagi."

Liena menatap Isfi. "Oooh. Kenapa ya, abdi negara rata-rata pada sama anak kesehatan?"

Isfi mengangkat kedua bahunya tak tahu.

"Eh, kemarin aja lo suruh gue pepet dia. Labil lo,"

"Dan lo tau darimana dia kaya? Perasaan kemarin pas ke kostan cuma pake kaos, celana item, sendalnya juga eh, gak tau sih sendalnya apa," ucap Liena yang mengingat penampilan Arthur kemarin.

Isfi merogoh handphonenya dan menunjukkan sebuah gambar jam tangan berserta harganya.

"Ini jam yang dia pake kemaren. Gue tau sebab kemaren doi gue kirim jam tangan yang dipunya temen bapak nya."

Liena melotot tak percayam. "Ini kan merek ternama yang harganya melejit itu!"

Tuh, hati lo liat dia kaya. Jangan maen asal suka aja lo. Bikin ribet gue aja. Batin Liena.

Seketika ia merenung. Kalo gini ceritanya yang ada nyari penyakit hati dirinya. Liena sadar diri. Tapi, kalo udah suka gimana? Hati kan tidak bisa dikendalikan.

Isfi yang melihat Liena termenung hanya menepuk pundak Liena. "Jodoh gak akan kemana kali. Gue bilang juga apa. Makanya pacaran dari dulu. Lo mah gak mau gak mau terus. Sekarang aja malah suka sama yang susah digapai."

Mau proses tapi, memang fakta.

Getaran handphone nya di atas meja membuat Liena membuka nya. Sebuah pesan WhatsApp masuk.

Bu Pembimbing

Na, ibu mau meeting sampai sore
Kamu sama Isfi pulang aja
Lanjut besok ya
Maaf ibu tinggal

Ouh iya bu gak apa
Saya ijin ambil tas ya Bu🙏

"Permisi." Suara seorang perempuan membuat Liena mendongak. Ia tersenyum saat ibu muda dihadapannya tersenyum.

That Soldier, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang