"Halo. Kenapa, Teh?"
"Nyampe mana, Na?"
"Kalijati."
"Ini Mama mau ngomong."
Liena melirik Arthur yang fokus menyetir. Entah kenapa jantungnya berdetak kencang seketika saat mendengar kata mama.
"Halo."
"Iya, Ma?" Liena menatap jalan di depannya.
"Nana."
Liena tersenyum mendengar panggilan di rumahnya terdengar. "Iya, Mama. Kenapa?"
"Nggak. Mau denger suara, Nana aja. Bentar lagi sampe kan? Nana, gak papa kan?"
Liena tersenyum tipis mendengar ucapan mamanya. Tahu saja tadi ia sempat menangis bingung. Batin seorang ibu memang kuat, ya.
"Gak papa, Ma. Ini bentar lagi sampai kok," ucap Liena sambil melihat jalan di sampingnya.
"Oooh. Nanti barang-barang nya gimana? Di anter ke rumah kan?"
Liena mengangguk. Ia menoleh saat botol air minum milik Arthur jatuh. "Nanti dianterin kok," jawab Liena sambil mengambil botol tersebut.
"Liena. Tolong ambil uang dua ribu di dalam kresek putih," ucap Arthur tiba-tiba yang membuat Liena melotot seketika. Ia menaruh telunjuk nya di depan bibir saat Arthur mengulurkan tangan kirinya sambil menengok.
"Na, itu kok-"
"Ma, aku bawa oleh-oleh banyak, loh! Terus aku nanti bawa oleh-oleh. Warna nya biru dan bernyawa. Udah dulu ya, Ma. Assalamualaikum." Liena buru-buru mematikan telepon sepihak. Dalam hati ia terus berdoa agar orang-orang rumah tak panik saat mamanya mengatakan telepon tiba-tiba dimatikan oleh nya.
"Om, ih! Kok, malah ngomong sih? Aku tuh lagi di telpon sama Mama," ucap Liena kesal. Masalahnya dia belum mengatakan insiden ketinggalan nya dan berakhir pulang bersama orang lain.
"Loh, salah?" Tanya Arthur bingung. Dia hanya meminta Liena mengambil uang receh. Bukan yang lain.
"Salah!" Seru Liena. Ia menghela nafas sebelum kembali berucap. "Masalahnya aku belum bilang, Om Abi sama orang rumah kalo aku ketinggalan."
"Astaga, Liena. Dan kamu gak bilang pulang sama saya?" Arthur menatap Liena tak percaya di sela fokusnya terhadap jalan. "Saya pikir kamu udah bilang loh, sama orang rumah. Saya makanya enjoy dari tadi. Gak ngingetin kamu kasih kabar ke rumah, gak buru-buru takut di tunggu-tunggu orang rumah. Kalo gini ceritanya orang rumah pasti khawatir sama kamu, Liena. Apalagi tadi Mama kamu denger suara saya. Saya yakin sekarang semua panik di rumah. Mereka mulai chat wali kelas kamu atau temen mu. Mereka bakal kaget pas tahu kamu gak pulang sama wali kelas atau temen mu. Apalagi pas tahu kamu pulang sama saya yang belum mereka kenal. Saya masih asing Liena bagi mereka. Kamu Kebayang nggak mereka sekhawatir apa?"
Liena menunduk sepanjang Arthur bicara panjang lebar. Pikirannya tak sampai ke sana. Ia hanya berpikir bagaimana caranya pulang. Ia tak memikirkan orang-orang rumah yang menunggu kepulangannya.
"Kalo orang ngomong tuh, dijawab," ucap Arthur yang mulai marah. Ia bahkan menghela nafas panjang setelahnya agar amarahnya hilang. Ia benar-benar tak habis pikir dengan wanita di sampingnya.
Lama tak ada jawaban Arthur pun menoleh. Ia langsung menepikan mobilnya lalu menghadap ke arah Liena sepenuhnya. "Coba liat saya," ucap Arthur.
Liena menggeleng. "Gak. Om, serem kalo marah," jawab Liena pelan. Biasanya ia yang sering misuh-misuh pada Arthur. Seenak jidat meninggikan suaranya, sering berseru saat menjawab ucapan Arthur dan marah-marah tidak jelas tapi, Arthur selalu menjawabnya. Tapi, lihatlah sekarang. Tanpa Arthur meninggikan suaranya pun mampu membuat Liena tertunduk dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Soldier, please!
Teen FictionPokoknya berdoa itu yang jelas. Jangan kayak Liena yang asal minta bahkan memohon tanpa tahu nanti ketemunya gimana dan kayak apa. Ya, meski akhirnya dipepet juga sih. *** Welcome to Meet Military Police versi new! Judulnya doang padahal yang baru...