Ending

673 65 20
                                    

Arthur duduk di atas sofa lalu menatap kedua anaknya yang begitu anteng menyaksikan animasi di layar televisi. Sesekali mereka terlihat mencomot cheese stick yang di buat oleh sang ibu tercinta yaitu Liena.

Sungguh beruntung sekali Arthur memiliki anak-anak yang penurut dan tak banyak tingkah. Liena sungguh hebat dalam mendidik Abyan dan Biya.

Jika melihat momen seperti ini Arthur rasa sudah cocok dirinya dan Liena kembali menambah anak. Arthur ingin memiliki anak yang sedikit ... banyak tingkah, satu saja. Mulutnya dan sikap militer nya sudah siap mendisiplinkan anak tersebut. Itupun kalau sang istri setuju. Arthur tak ingin egois. Dia tak mau membuat istrinya merasa terpaksa hanya karena keinginan dirinya seorang.

Asik memperhatikan kedua anaknya Arthur sampai tak sadar jika Liena sudah duduk di samping nya. Diusapnya paha sang suami. "Mas," tegur nya. Pasalnya Arthur tak berkedip.

Seketika Arthur menoleh. Ia pun tersenyum manis saat wajah sang istri tengah menatapnya. "Iya Sayang, kenapa?"

Liena berdecak. "Justru aku yang harusnya nanya. Mas, kenapa? Liatin anak-anak sampe gak kedip gitu."

Arthur terkekeh lalu menggenggam tangan Liena. "Mas, lagi mikir Sayang. Kita udah cocok nambah anak lagi. Kamu mau nggak?"

Liena menyandarkan kepalanya pada bahu sang suami dengan nyaman. Arthur melingkarkan tangannya pada tubuh Liena.

"Mas, mau banget emang?" Ucapnya. Sebenarnya Liena sudah memikirkan ini dari kemarin-kemarin. Ia ingat sekali Arthur pernah bilang padanya ingin memiliki 4 anak. Katanya biar rame kayak keluarga istrinya.

"Tapi, kita harus tanya anak-anak dulu ya Mas. Aku nggak mau mereka nanti malah sering cekcok sama adeknya karena belum siap punya adek," ujar Liena.

Arthur hanya mengangguk. Setelahnya ia hanya diam memerhatikan kedua anaknya. Saat tayangan iklan terlihat barulah Arthur memanggil si kembar.

"Sayang sayang nya Papa. Sini."

Sontak Abyan dan Biya menoleh ke belakang dan berlari kecil pada papa nya. Biya malah langsung duduk di antara mama dan papa nya. Sedangkan Abyan berdiri tepat di depan papanya. Arthur pun membawa Abyan ke atas pahanya.

"Papa mau nanya boleh?" Tanya Arthur halus nan lembut. Pokoknya apapun yang terjadi dia harus bisa membuat si kembar setuju.

"Nanya apa, Pa?" Tanya Abyan.

"Papa, mau berangkat tugas lagi ya?" Tanya Biya sedih. Papa nya kan baru pulang dua hari yang lalu. Gak asik kalo Biya ditinggal lagi. Kan, Biya masih kangen.

"Nggak, Sayang," jawab Arthur sambil mengelus rambut Biya sayang.

Liena hanya melihat saja bagaimana suaminya itu membujuk kedua anaknya.
Pasalnya 3 hari yang lalu ia sempat mendengar perdebatan kecil si kembar. Saat itu si kembar baru pulang setelah di ajak oleh Om Om bujang melihat bayi salah satu prajurit yang baru pulang dari rumah sakit.

"Abang, punya bayi seru ya ternyata. Nanti rumah nya selalu rame. Terus wangi bayi. Biya mau deh punya adek. Kita bilang Papa yuk? Kata Om Hafiz kalo mau punya adek kan harus bilang Papa. Katanya kan, Papa yang bisa bikin adek."

Liena yang saat itu lagi di dapur antara mau ngakak sama tak habis fikir dengan rekan suaminya itu. Bisa dipastikan kalo suaminya tau bisa habis Hafiz ditindak. Otak anaknya jadi terkontaminasi.

"Punya bayi itu bukan kayak permainan Adek. Abang gak mau Biya cuma mau seru nya aja pas punya adek bayi giliran di suruh sayang sayang terus jagain adek bayinya gak mau. Nanti Abang juga yang pusing."

"Iiiih, ya Biya mau dong Abang. Kan, Biya mau jad kakak yang hebat."

"Kakak yang hebat itu mau bantu-bantu Mama. Kamu kan suka banyak alasan kalo Abang suruh bantu-bantu Mama. Itu nggak hebat namanya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

That Soldier, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang