25] Sayang, Mama Papa

1.6K 91 13
                                    

Jangan kalian pikir Liena berhasil membuat laporan PKL dalam satu malam. Oho! Tidak kawan! Laporan nya mangkrak akibat Arthur yang terus menganggu nya.

"Coba panggil sayang lagi."

"Liena, lagi."

"Liena, ayo."

"Nanti saya kasih hadiah."

Dan masih banyak lagi. Liena sampai capek dengernya. Jadi, ia memutuskan untuk tidur alih-alih meladeni Arthur. Mau lanjut membuat laporan juga otaknya tak akan selancar awal-awal.

"Katanya semalem bakal jadi," ucap Ivany yang tengah menyeruput es teh di samping Liena.

"Boro-boro! Di gangguin mulu gue." Liena menyipitkan matanya yang tengah mengatur dokumentasi nya selama PKL. Ini sentuhan akhir dari laporannya.

"Yap, selesai!" Liena tersenyum bangga saat sentuhan akhirnya selesai. Ia save lalu merefresh laptop milik Evita dan menshut down nya. Revisi akan ia lakukan sepulang sekolah. Baru akan dikirim besok pagi pada Sidiq.

Liena simpan laptopnya ke dalam tas. Ia lihat jam dinding di depan kelas dimana waktu istirahat hanya tersisa 5 menit. Masih cukup sebenarnya untuk ke kantin. Cuma dirinya malas.

"Hidup indah bila punya pacar 5!"

"Kalo kata gue sih hidup indah pabila bisa pace 2."

Liena dan Ivany reflek menoleh ke arah pintu. Asep dan Faridh muncul dengan wajah tengilnya. Diikuti semua temannya dari belakang. Udah kayak 2 preman sama anggotanya aja.

Arkana menghampiri meja Liena. "Bu Rika 10 menit lagi ke sini," ucapnya.

"Bimbingan Konseling, ya?" Tanya Liena mengingat jam pelajaran selanjutnya.

Arkana mengangguk. Ia berjalan ke mejanya yang berada di belakang. Setiap guru yang akan masuk pasti selalu Arkana tanya kehadirannya pada guru piket. Lalu ia laporkan pada Liena ada atau tidaknya guru tersebut. Masuk atau tidaknya pada kelas mereka. Sederhana tapi sangat membantu absensi kelas.

"Na, Na."

Liena menoleh ke belakang saat ujung namanya di sebut. "Apa?"

"Laporan selesai?" Tanya Isfi yang memang duduk di belakang Liena.

"Selesai. Tinggal di revisi sih. Lo udah?" Tanya Liena balik.

"Udah lah. Joki sih, gue. Tapi, judul udah disamain kok."

Liena mengangguk. Mau joki atau copy paste juga terserah. Yang penting isinya sama. Mereka soalnya mau sidang bareng. Kalo beda ya, harus siap di tanya ini itu. Sama juga pasti ditanya, sih. Namanya sidang bukan hanya memaparkan lalu menyimpulkan. Ada Waka Hubin (Wakil Kepala Hubungan Industri), Kaprog (Kepala Program), wali kelas bahkan teman mereka selaku saksi yang siap bertanya.

"Assalamualaikum!"

Liena kembali menolehkan kepalanya ke depan. Guru yang sempat Arkana bilang akan masuk 10 menit lagi rupanya datang lebih cepat.

"Waalaikumussalam!"

Rika menatap seluruh penjuru kelas dengan senyum nya. "Kelas ini paling dikit jumlah nya tapi, paling seru," ucap Rika lalu terkekeh. 

"Pasti dong, Bu. Siapa dulu biang keroknya? Asep!" Asep menepuk-nepuk dadanya bangga.

Semua hanya tertawa karena memang benar yang dikatakan Asep. Asep itu terkenal dengan tugas nya yang suka numpuk, pelanggaran di mana-mana, baju amburadul, belum lagi bolos nya tiap bulan. Tapi, itu dulu saat kelas 11. Sekarang Asep udah tobat. Takut ijazah nya ditahan. Katanya.

That Soldier, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang