18] Menuju pulang

1.5K 91 22
                                    

Sehari setelah jahitannya dibuka Liena kembali PKL. Ruangan yang biasa digunakan untuk mengerjakan projek kini tak hanya ada dirinya, Isfi juga Anna. Ada Vina dan Erni dari staf keuangan, Arka, dan Pak Ipan yang waktu itu dibantu bikin gambar buat anaknya.

"Waktu kamu buka jahitan siapa yang nemenin?" Tanya Anna. Ia membuka cemilan yang dibawanya lalu disimpannya di tengah-tengah.

Liena menunjuk Arka dan Isfi dengan jempolnya. "Mereka, Bu."

Tentu Arka yang bertanggung jawab pasti akan mengantarkannya. Arthur sempat menawarkan namun tak bisa karena ada tugas mendadak. Liena juga masih ngambek setelah dikatakan lemot. Meski sudah beberapa hari berlalu.

"Arka jomlo loh, Na. Gak mau gitu kamu jadi pacar dia?" Ucap perempuan yang bernama Vina.

Liena hanya tersenyum tipis. Ia lihat Arka langsung menepuk bahu Vina seketika. "Mulut lo, Vin."

"Masih 23 loh, Na dia," timpal Anna sambil mengunyah cemilannya. "Ini cemilannya dimakan, Fi, Na." Anna menyodorkan nya pada Liena dan Isfi.

"Eh, iya Bu," jawab Liena.

Isfi menyomot kue kering yang Anna sodorkan. Ia lirik Liena sekilas. "Dia udah ada yang deketin, Bu," ucapnya yang membuat semua menoleh padanya.

Reflek Liena mencubit paha Isfi. Ia sudah wanti-wanti padahal pada Isfi agar tak membocorkannya pada siapapun. Liena masih takut jika tiba-tiba ditinggalkan Arthur. Ih, amit-amit, deh.

"Oh, pantes. Waktu Arka mau anterin sarapan ke kost nya Liena dua hari yang lalu emang ada tentara juga lagi bawa bubur kalo gak salah. Itu pacar kamu, Na?" Tanya Arka yang teringat saat ia bertemu dengan Arthur. Tatapan Arthur yang datar masih teringat di kepalanya.

"Ceilah dideketin abdi negara," ucap Vina sambil menaik turunkan kedua alisnya ke arah Liena.

"Asek, pulang-pulang bawa jodoh," timpal Vina lalu terkekeh.

"Pake pelet semar mesem ya, Neng?" Tanya Ipan kemudian tertawa seorang diri.

"Keren lah kamu pulang bawa calon mantu buat orang rumah," ucap Anna menepuk punggung Liena.

Liena hanya bisa tersenyum lalu mengangguk. Bingung mau balas apa dan yang mana.

"Mukanya kayak nggak asing deh." Arka kembali berucap.

"Yang jaga di pos Lanud Husein deket lampu merah, A," sahut Isfi yang mendapat cubitan dari Liena.

Arka mengangguk-angguk. Ia kira Liena tak ada pawangnya eh, taunya pawangnya abdi negara. Ya, mundur alon-alon, Arka.

"Tutor dong dapat abdi negara, Na," pinta Vina.

"Eh, ya nggak tau, Teh. Ya, gimana ya," jawab Liena kikuk yang membuat semua tertawa ringan laku terdiam.

Liena maupun Isfi melihat-lihat suasana ruangan ini dengan seksama. Besok mereka tak akan bisa lagi duduk di ruangan ini. Menatap laptop seharian, menunggu waktu dzuhur, ashar lalu jam pulang. Tak ada lagi Isfi yang sulit dibangunkan dan Liena yang sabar menunggu Isfi siap-siap.

Angin sejuk Bandung dan suasana damai nya tak akan mereka rasakan lagi mulai besok.

Pesawat pesawat dari Lanud Husein Sastranegara yang sering melintas di atas kantor atau kostan nya tak mereka lihat lagi. Entah sampai kapan.

Yang jelas semua tentang Bandung yang Liena dan Isfi rasakan patut di kenang sepanjang masa.

"Nanti kalo kalian pulang kita bakalan sepi kayaknya, ya. Gak ada lagi dua bocah yang rutin ngucap selamat pagi sambil senyum. Sepi, deh," ucap Erni yang memecah keheningan.

That Soldier, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang