47] Haruskah berakhir seperti ini?

1.4K 111 54
                                    

Liena tersenyum sambil menjinjing rantang merah yang dibawanya tinggi-tinggi. Sebelum besok pulang ia ingin membawakan Arthur makan siang hari ini. Liena rela menahan malu saat mendatangi warung makan yang tak jauh dari hotel dengan tangan penuh belanjaan dan mengatakan ingin masak sendiri di sana. Untunglah si ibu pemilik warung baik. Dia memperbolehkan nya bahkan mendoakan Liena dan Arthur semoga bahagia dunia akhirat.

Rantang merah milik si ibu saja sampai diberikan pada Liena. Bahkan menolak saat Liena akan membayar semua. Sungguh Liena terus mendoakan si ibu tersebut agar dilancarkan rezekinya.

Kaki Liena yang akan belok terhenti seketika. Di telponnya Arthur terlebih dahulu.

"Halo, Om. Om, lagi di pos kan?" Tanya Liena saat telepon terhubung.

"Waalaikumussalam."

Liena langsung nyengir. Efek terlalu semangat jadi lupa salam. "Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam. Kenapa?"

"Om, lagi di pos kan?"

"Iya. Tapi bentar lagi saya mau ke Lanud."

"Tapi, sekarang masih di pos kan?"

"Kenapa Liena? Kamu berbelit-belit. Saya lagi buru-buru ini."

"Sibuk banget. Kira-kira berapa menit lagi ke Lanud nya?"

"Ini mau ke Lanud. Sudah dulu, ya. Assalamualaikum."

"Eh eh! Jangan ditutup dulu! Yaah." Liena menghela nafas kecewa saat telepon di matikan sepihak. Padahal salam belum terjawab. Tak biasanya Arthur begitu.

"Waalaikumussalam," ucapnya lesu. "Gak jadi ngasih surprise dong," lanjutnya. Namun setelahnya Liena tersenyum lebar. "Gak papa deh. Di titip aja ke pos. Nanti Om Abi juga balik lagi," ucapnya sambil melangkah dengan senang. Yang penting Arthur makan masakannya.

Liena menunduk menatap tumpukkan mangkuk rantang yang menyatu. "Nasi, capcay, tempe goreng, dan ayam mentega. Emh, Om Abi pasti suka," ucapnya sambil membayangkan wajah Arthur yang saat itu lahap memakan ayam menteganya.

Liena mendongak saat akan menyebrangi jalan. Diliriknya pos dengan senyum lebar. Pikirnya mungkin Arthur belum berangkat. Ternyata memang belum berangkat karena Liena dapat melihat punggung Arthur yang membelakangi jalan.

Saat Arthur masuk ke dalam pos seketika senyum Liena pudar. Rupanya di balik Arthur yang memunggungi jalan ada Vina yang tengah berdiri dengan bungkus makanan ternama. Tangan Liena yang menggenggam cekalan rantang langsung mengepal kuat.

Namun saat Arthur duduk bersama dua tentara yang sempat melihat ke arahnya kepalan tangan Liena mengendur.

Arthur makan bersama Vina saat wanita itu memberikannya satu kotak makan yang bisa Liena tebak menunya jauh lebih mewah dari apa yang ia bawa.

Seketika hati Liena mencelos. Ia merasa di bohongi. Katanya mau ke Lanud. Nyatanya malah santai makan bersama wanita lain.

Liena langsung balik badan dan buru-buru menjauh dari sana. "Sakit," ucapnya dengan suara parau sambil menepuk dada kirinya berkali-kali.

Di sisi lain.

"Komandan."

"Habiskan makananmu cepat. Jangan banyak ngomong." Arthur melahap cepat makanannya.

"Siap! Tapi, Ndan."

"Apa?" Tanya Arthur geram dengan matanya yang melotot pada tentara muda di samping kirinya.

"Itu kayak calonnya, Komandan." Tunjuk tentara tersebut pada seberang jalan.

Sontak Arthur langsung melihat ke arah yang di tunjuk. Matanya langsung memicing tajam.

That Soldier, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang