"Halo everyone! Jumat ber-"
"Duka." Idho memotong ucapan Liena yang nampak ceria. Kemudian ia mengacungkan dua laporan ke arah Liena lalu di lempar nya ke atas meja Liena. "Dari Pak Sidiq. Gue tadi ketemu di parkiran. Tarik nafas dulu kalo mau buka," ucapnya sambil duduk di atas meja Liena.
Bukannya menarik nafas Liena malah menahan nafas melihat lembar pertama laporannya bertanda X dan bertinta merah. Perasaan nya sudah tak enak. Lembar demi lembar ia buka perlahan. Dan lembar-lembar tersebut selalu ada tinta merah yang menghiasi lembar nya. Segitu banyaknya kesalahan yang ia buat?
Kemana hasil revisi 2 malam nya setelah Sidiq menolak soft file milik Liena dengan pesan singkat Jangan kirim laporan sebelum kamu yakin laporannya sudah benar. Nanti print out kalo sudah yakin. Simpan di meja bpk, nanti di cek. Balasan Sidiq tentu membuat Liena mundur dan merevisinya setiap malam. Ia sudah yakin saat hari Kamis dan menyerahkan laporannya hari itu juga. Dan sekarang di Jumat pagi yang cerah malah ini yang ia dapatkan. Sakit sekali.
"Fak lah," lirih Liena terduduk lesu di bangkunya. Kepalanya menunduk saat air mata mulai memenuhi pelupuk matanya.
Idho yang melihatnya menepuk pundak Liena beberapa kali. "Gak papa. Gue juga 3 kali baru di ACC," ucap Idho lalu berlalu ke mejanya.
Dengan air mata yang mulai menetes Liena menaruh kepalanya ke atas meja. Ia memiringkan wajahnya ke arah tembok lalu menutupi kepalanya dengan laporan miliknya.
Teman-temannya yang silih berdatangan menatap Liena bingung. Mereka baru mengerti saat Idho memberitahu kenapa Liena terdiam seribu bahasa.
Tak ada yang berani bertanya karena mereka tahu bagaimana rasanya. Berdiam menatap layar laptop atau komputer berjam-jam, menyusun kata demi kata agar menjadi bait yang sempurna, mencari tahu sejarah perusahaan, tugas selama praktek kerja lapangan yang harus dijabarkan, jadwalnya, kehadirannya, dan dokumentasi yang kadang tak dianggap penting namun ternyata itu sangat dibutuhkan di dalam laporan. Mereka harus putar otak jika tak ada satupun foto yang tersimpan saat melaksanakan PKL.
Yang membuat hati Liena semakin sakit adalah halu-an nya sendiri. Semalam ia membayangkan laporan nya langsung di ACC dan sidang minggu depan. Bahkan ia langsung cek out rok hitam dan kemeja putih untuk sidang saking pd nya semua itu akan terjadi.
Dan sosok yang akhir-akhir ini jarang mengirimi nya pesan semakin membuat hatinya tak karuan. Ia hanya sesekali mendapat pesan Arthur yang memanggil namanya. Hanya namanya.
Tanpa pikir panjang Liena mengirim pesan pada Arthur. Gengsinya sudah hilang entah kemana.
Om Abiiii Arthur PM
Om Bi kemana?
Aku lagi sedih🥺
Mau peyuk🥹
Tapi peyuk jauh aja soalnya
blm sah(abat)Om Abi
Ih
Kemana sih😫
Percuma ia mengirimi banyak pesan pada Arthur jika hanya centang satu abu yang ia dapat. Mengalihkan rasa sedihnya Liena baca pesan-pesan lama antara dirinya dan Arthur. Tak terasa kantuk mulai menyerangnya. Nafasnya mulai teratur saat melodi damai terdengar di telinganya.
"Oke. Yang lagi sakit hati udah bobo. Giliran kita yang bobo." Tiara tersenyum lega melihat Liena yang sudah terlelap. Ia yang memutar melodi penghantar tidur di belakang Liena.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Soldier, please!
Ficção AdolescentePokoknya berdoa itu yang jelas. Jangan kayak Liena yang asal minta bahkan memohon tanpa tahu nanti ketemunya gimana dan kayak apa. Ya, meski akhirnya dipepet juga sih. *** Welcome to Meet Military Police versi new! Judulnya doang padahal yang baru...