"Ya Allah. Liena mau pulang aja gak sanggup."
Error terpampang jelas di layar laptopnya hingga aplikasi yang ia buat tak bisa menampilkan data yang masuk. Sudah ia cari ke google tapi, tak ada satu pun yang menunjukkan jalan keluar nya. Mau bertanya pada pembimbing nya pun tak ada. Anna sedang di kantor cabang.
Terik matahari di pukul 10:40 menambah kesengsaraan Liena yang siap menangis. Dari pagi hingga kini siang ia hanya stuck disitu saja. Duduk dengan matanya matanya yang menyipit. Mencari letak kesalahan coding nya namun nihil tak ada.
Isfi masih terus mencari-cari dimana kesalahan mereka. Dibanding Liena, Isfi lebih pintar dalam coding mengcoding.
"Di hari-hari terakhir kita mau pulang error kenapa merajalela, sih," ucap Liena.
Diteruskan kepalanya terasa akan meledak. Tak diteruskan alamat tak jadi aplikasinya. Mau menunjukkan apa ia nanti saat sidang PKL.
"Mau pulang aja!" Liena mendorong laptop nya dengan malas. Mengambil handphonenya dan membuka aplikasi berwarna hijau.
Isfi juga menyerah. Ia meregangkan tubuhnya lalu tiduran di bawah. Lantainya cukup dingin untuk membuat tubuhnya kembali segar.
Liena memutar tubuhnya menghadap Isfi. "Dzuhur lama banget, ya. Pengen istirahat."
"Ini kan istirahat." Isfi merentangkan kedua tangannya. Bak anak kecil yang tengah bermain salju. Ia menggerak-gerakkan tangan dan kaki nya bersamaan.
"Maksudnya turun ke bawah gitu. Menghirup udara segar. Sumpek gue di sini." Liena ikut tiduran di bawah.
Isfi mengangguk. Tiba-tiba ia teringat Liena yang kemarin membawa camilan banyak dan dua porsi pecel ayam berserta nasinya.
"Lo kemarin ketemu, Pak Arthur ya?"
Liena mengangguk. "Kok, tau?" Ia menaruh handphonenya.
"Lo kira gue gak ngeh lo senyum-senyum gak jelas semalem?" Ucap Isfi yang membuat Liena tertawa.
"Dia tuh manis banget, Fi kemarin. Kalo lo ada gue yakin bibir lo capek senyum terus. Gue aja nahan banget buat gak murah senyum. Nanti keliatan banget sukanya." Liena lagi-lagi tersenyum mengingat sikap Arthur kemarin.
"See? Lo gak jadi ngelupain dia, kan?"
"Hehe. Nggak."
Isfi mendengus. Lagaknya mau melupakan eh, di samperin, di kasih jajan aja luluh lagi.
"Lo kayaknya pulang PKL bawa gandengan, deh. Liat aja," ucap Isfi sambil menerawang dimana Liena akan pulang dengan Arthur dan membawa nya pada keluarga Liena. Pasti melongo semua.
Pulang PKL bonus bawa gandengan. Kan, untung. Gak sia-sia tenaga, uang, dan pikiran.
"Masalahnya dia libur nggak kerja nya? Dia sih waktu itu pengen ikut," ucap Liena bangun dari tidurannya.
"Libur. Makanya dia mau ikut," ucap Isfi menatap langit-langit ruangan.
Liena mengedikkan bahu tak tahu dan mengambil botol minuman di atas meja.
"Gue lagi berani, nih. Mau ngambil air."
Isfi langsung bertepuk tangan heboh. "Woh, akhirnya! Gak perlu kertas gunting batu dulu."
Liena tertawa lalu turun ke bawah.
Anna sering mengomeli mereka jika melihat botol minum mereka kosong. Katanya kita harus cukup air demi kelancaran otak. Tubuh juga pastinya. Di bawah juga bukan hanya boleh mengambil air. Masak mie pun boleh atau bahkan ambil nasi untuk makan siang maupun sore. Hanya nasi yang disediakan lauknya beli sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Soldier, please!
Teen FictionPokoknya berdoa itu yang jelas. Jangan kayak Liena yang asal minta bahkan memohon tanpa tahu nanti ketemunya gimana dan kayak apa. Ya, meski akhirnya dipepet juga sih. *** Welcome to Meet Military Police versi new! Judulnya doang padahal yang baru...