Ketukan pintu yang nyaring membuat Liena membuka matanya seketika. Ia berdiri lalu keluar dari kamar mandi. Matanya menatap bingung kamarnya yang sudah kosong.
"Liena, kamu didalem?"
Liena semakin bingung saat suara perempuan memanggil namanya. Ia rogoh saku celana nya namun tak ada handphonenya di sana. Ia panik seketika. Buru-buru ia masuk ke kamar mandi. Ia tersenyum lega melihat benda pipih yang ia cari ternyata ada.
Senyum lega nya hilang seketika saat ia hidupkan layar handphonenya dan jam menunjukkan pukul 12:35.
"Anjir, gue ketiduran! Jangan sampe gue-"
"Liena, di dalam nggak? Ini, Teh Ina."
Liena buru-buru berjalan ke depan pintu dan menekan knop pintu yang terkunci. "Teh, aku di dalem!"
Detak jantungnya benar-benar sudah tak normal saat otaknya mulai sadar.
"Kamu? Astagfirullah! Ketinggalan!"
Jantungnya merosot ke bawah sudah mendengar Ina berucap.
Ina yang peka terhadap wajah syok Liena menarik tangan Liena ke luar lalu mengunci pintu nya kembali. Ia bawa Liena ke warung nya.
"Aku teh kan jam 10 ngelayat terus liat Isfi masuk ke mobilnya. Aku kira kamu udah di dalem. Naha pas aku pulang tas kamu masih ada? Teteh mah udah curiga pas anak Teteh bilang ada yang nitip kunci. Mana dari 2 jam yang lalu nitip nya. Udah udah, tenang," ucap Ina yang tak tega melihat wajah Liena yang syok berat.
Sepanjang Ina berucap Liena hanya diam sambil mendekat tas nya. Ia masih kaget dirinya tertinggal karena tidur pulas di kamar mandi.
"Terus kamu pulang pake apa?" Tanya Ina yang membuat Liena sadar.
"Kereta kayaknya," jawab Liena sekenanya.
Tapi, stasiun nya dimana? Ke stasiun nya naik angkot apa? Cara beli tiket nya gimana? Naik kereta nya gimana?
Liena terus bertanya dalam hati. Ia berdiri lalu pamit pada Ina agar hemat waktu jika dirinya benar-benar akan menaiki kereta.
Sepanjang kakinya berjalan ia melamun memikirkan nasibnya. Ia benar-benar tak tahu harus apa jika menggunakan kendaraan umum. Ia tak pernah menaiki kereta. Dan jika menggunaka bus ia tak tahu bus apa yang harus di naiki. Terminal nya juga dimana. Otaknya mendadak buntu.
Liena berjongkok saat kakinya mulai bergetar. Ia menangis hebat setelahnya. "Huwaaaa, Isfi setan! Bisa-bisanya gue ditinggal."
Liena benar-benar tak habis pikir dengan semua orang. Bisa-bisanya manusia seperti dirinya ditinggalkan. Entah ia harus apakan Isfi nanti saat bertemu.
"Om, balon ku ke atas!" Seruan seorang anak kecil dari samping rumah membuat Liena menoleh. Ia tahu siapa yang akan menjadi penolongnya.
Liena membuka handphonenya lalu menekan sebuah nomor. Saat panggilan di terima Liena kembali terisak. "Om Abi, aku ketinggalan." Liena semakin terisak mengingat dirinya yang tertinggal.
"Ketinggalan? Gimana mak-"
"Aku ditinggalin. Semua udah pergi. Aku ... di sini sen-di-rian," ucap Liena tersendat-sendat.
Tak terdengar lagi suara Arthur di sana yang membuat Liena mengecek handphonenya. Baru Liena akan bersuara Arthur memotongnya lebih dulu. "Diam disitu. Saya ke sana. Jangan matikan telepon."
Liena hanya mengangguk tanpa ingin menjawab perintah Arthur. Sepuluh menit Liena terisak sendirian. Derap langkah yang terdengar buru-buru membuat Liena mendongak. Ia malah semakin terisak melihat siapa yang berdiri didepannya. "Om Abi," ucapnya sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Soldier, please!
Teen FictionPokoknya berdoa itu yang jelas. Jangan kayak Liena yang asal minta bahkan memohon tanpa tahu nanti ketemunya gimana dan kayak apa. Ya, meski akhirnya dipepet juga sih. *** Welcome to Meet Military Police versi new! Judulnya doang padahal yang baru...