Om Abiiii Arthur PM
"Assalamualaikum. Liena, besok saya ikut. Kita naik kereta aja. Barang-barang biar teman mu yang bawa. Atau kita pinjam mobil temannya Papa dulu biar barang mu juga kebawa. Besok pulang jam berapa?"
"Wow wow, santai bro santai," ucap Liena. Ia baru selesai packing dengan Isfi. Dan pas sekali telepon Arthur masuk.
"Jawab salam dulu, nih. Waalaikumussalam."
"Jam berapa pulang?" Tanya Arthur lagi seolah tak memberikan Liena jeda sedikitpun untuk menarik nafas.
Liena tersenyum mendengar Arthur yang tak sabaran. "Aku masih ngambek tau, Om," ucap Liena yang sengaja mengalihkan topik.
"Tunda dulu ngambek nya," jawab Arthur cepat.
"Sampai kapan?"
"Sampai saya boleh ikut pulang. Setelah itu kamu boleh ngambek sepuasnya," jawab Arthur serius.
"Apa hubungannya, Om Abi?" ucap Liena yang gemas dengan jawaban Arthur. Liena kembali berucap, "Kalo Om Abi ikut. Aku secara gak langsung bawa Om ke hadapan orangtua ku sama yang di rumah belum lagi tetangga. Apa gak dipandang aneh aku pulang PKL bawa cowok," ucap Liena berharap Arthur mengerti.
"Gak aneh, Liena. Gak susah kamu bilang sama orang rumah bawa oleh oleh bernyawa. Simpel kok itu."
Liena menghela nafas lelah. Jika hari-hari lalu Liena akan diam sepanjang Arthur mengoceh ingin ikut dengan nya karena ia masih bisa berlindung di balik "Aku masih ngambek!" tapi, sepertinya sekarang tidak bisa karena Arthur benar-benar keukeuh.
"Simpel dari Hongkong! Om Abi, ngerti gak sih kalo cewek dewasa bawa cowok ke rumah artinya apa? Plis, banget lah. Capek aku tuh," ucap Liena lelah. Ia miringkan badannya ke arah tembok lalu membuat pola abstrak di sana.
"Sebentar. Kuping saya agak ganjel. Kamu? Dewasa? Dari mananya? Malah mirip bocah SD yang suka teriak-teriak."
Liena melotot. "Heh! Enak aja! Aku udah punya KTP, ya asal Om, tahu!" Ucap Liena sarkas.
"Baru satu tahun. Gak usah sombong."
Liena mendengus. "Iya deh sepuh per-KTP-an."
"Tuh, ngomong nya aja aneh. Kayak bocah."
"Om Abi, ih!"
"Tuh, 'ih' keluar. Itu mirip anak SD yang ditarik kerudungnya dari belakang. Habis itu pasti teriak-teriak sambil lari-lari ngejar yang narik kerudungnya."
"Iiiih! Om Abi!" Liena menendang-nendang udara di depannya seolah itu adalah Arthur. Bocah SD katanya. Apa-apaan itu!
Isfi yang baru keluar dari kamar mandi berdecak kasihan pada Arthur yang harus sabar menghadapi Liena dengan segala ocehan dan teriakannya. Ia kembali masuk ke dalam kamar mandi setelah mengambil baju ganti.
"Ih, lagi. Tinggal lari-lari nya belum," ucap Arthur yang semakin membuat Liena kesal.
"Aku ngambek lagi! Aku matiin! Bye! Dadah! Selamat menempuh hari tanpa bocah SD kayak aku!"
Liena benar-benar mematikan telepon sepihak. Ia bahkan membanting handphone nya ke ujung kasur. "Bisa-bisanya gue dibuat Kesel sebelum pulang! Orang mah yang ada dikasih apa kek! Ini malah dibuat kesel!" Liena menggigit selimut nya kuat-kuat hingga menimbulkan suara.
Tak lama berselang getaran handphone terdengar. Liena bangkit dari tidurnya sebab takut wali kelasnya yang menghubungi. Saat membaca nama kontak yang menelponnya Liena kembali merebahkan diri. Bodo amat! Dia benar-benar ngambek!
KAMU SEDANG MEMBACA
That Soldier, please!
Teen FictionPokoknya berdoa itu yang jelas. Jangan kayak Liena yang asal minta bahkan memohon tanpa tahu nanti ketemunya gimana dan kayak apa. Ya, meski akhirnya dipepet juga sih. *** Welcome to Meet Military Police versi new! Judulnya doang padahal yang baru...