16] Idaman

1.8K 104 11
                                    

Hari ketiga pasca kejadian kakinya yang harus dijahit. Liena menatap bosan layar laptopnya. Ia dan Isfi melaksanakan PKL di kostan. Keadaannya tidak memungkinkan untuk naik turun tangga.

Sudah 3 hari bahkan Liena tak turun ke bawah. Semua hal di handle Isfi termasuk mencuci pakaiannya.

"Bosan," gumam Liena. Aplikasinya sudah rampung kemarin. Ia tadi hanya mengecek semua fiturnya berjalan atau tidak. Error nya sudah teratasi oleh Isfi.

Ingin menghubungi Arthur tapi, pria itu tak kunjung menghubunginya terlebih dahulu. Ia gengsi jika harus dirinya yang duluan menghubungi.

Tapi, handphonenya tak terlalu sepi karena ada Arka yang selalu mengingatkan Liena untuk minum obat, makan yang Arka kirim langsung saat pagi, siang, dan sore. Tanggung jawabnya benar-benar Liena acungi jempol. Tak pernah Arka lupa mengirim makanan 3 hari ini.

Sore ini selepas shalat ashar tadi ia hanya bisa duduk dan tiduran. Mau jalan juga bangunnya susah kalo gak dibantuin.

"Fi, lo berak apa nyari emas? Lama banget," seru Liena.

"Nyari jodoh," sahut Isfi dari dalam kamar mandi.

Karena bosan hanya diam Liena membuka WhatsApp nya. Ya, meski dirinya tahu pasti tak ada chat baru yang masuk. Paling juga grup kelas nya.

Matanya terbuka sempurna saat sebuah telepon masuk ke dalam handphonenya. Apalagi melihat siapa yang menelponnya. Matanya berbinar sumringah.

Om Abiiii Arthur PM

"Assalamualaikum."

Liena menggigit jari-jarinya sambil menahan senyum. "Waalaikumussalam."

"Kamu sudah pulang?"

Senyumnya makin tertahan saat suara Arthur mengalun indah di telinganya. "Sudah. Tiga hari aku di kostan."

"Libur lagi?"

Liena tak menjawab nya hingga Arthur kembali bersuara.

"Coba kamu tengok ke jendela."

Liena menoleh ke arah jendela. "Gak bisa. Kaki aku lagi sakit, Om."

Tut

Telepon langsung dimatikan sepihak oleh Arthur. Liena mau tak mau berdiri dengan tenaga nya yang belum terpakai karena ia penasaran. Mungkin kah Arthur ada di bawah?

Belum sempat ia berjalan ke arah jendela ketukan nyaring di pintu nya membuat Liena berjalan tertatih ke arah pintu. Ia tarik knop pintu ke bawah dan membukanya. Seorang pria tampan nan gagah dengan seragam Polisi Militer Angkatan Udara berdiri di depannya.

"Kamu. Astaga. Kenapa lagi ini?" Arthur langsung berjongkok dan melihat kaki Liena.

Nada khawatir nya, raut wajah khawatir nya Liena suka itu.

"Gantengnya," ucap Liena memuji Arthur yang lagi jongkok pun kadar tampan nya tak berkurang.

Sadar akan kelakuan Arthur padanya Liena langsung menarik kakinya pelan. "Ih, jangan nunduk gitu. Gak sopan aku," ucap Liena yang membuat Arthur berdiri.

Liena menutup pintu dan bertumpu pada knop pintu. Arthur yang melihatnya memindahkan tangan Liena agar bertumpu pada tangannya.

"Saya nanya, Liena. Kaki kamu kenapa?" Ucap Arthur menatap manik mata Liena.

"Aku nahan piring yang jatuh terus kegores deh. Terus dijahit, deh. Cuma 3 jahitan, sih," jawab Liena sambil menatap kakinya. Gak kuat ditatap Arthur sedekat ini.

"Kamu perempuan dan bilang cuma tiga jaitan?" Ucap Arthur menekan kan kata cuma mendengar ucapan santai Liena. 

Liena menengadah untuk menatap Arthur dengan senyum kuda nya. "Kecil. Masih jauh ke ginjal apalagi jantung. Aman lah, aku," canda Liena yang membuat Arthur berdecak.

That Soldier, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang