37] Kelulusan

1.3K 108 43
                                    

Ada sebagian siswa yang merasa bahagia di momen ini. Tiga tahun menempuh pendidikan akhirnya usai juga. Dan ada pula yang sedih di momen ini. Sebab mereka akan berpisah untuk menempuh jalan masing-masing.

Dengan backsound Endang Soekamti mereka semua saling berpelukan dan bergantian mengucap sepatah dua patah kalimat perpisahan. Mereka menangis terharu, saling berpelukan dan berjabat tangan satu sama lain.

"Jaga diri baik-baik, Na. Makasih udah jadi sekretaris terbaik kita selama 3 tahun." Arkana menggenggam tangan Liena erat-erat. Matanya memerah menahan tangis sekuat mungkin.

Liena hanya mampu mengangguk. Ia tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Tenggorokannya terlalu perih.

Arkana menghela nafas dan menatap langit-langit. "Gue ... sayang sama lo, my partner in class."

Liena tak bisa membalas ucapan Arkana. Ia hanya mengangguk dengan isak tangis yang tak bisa dibendungnya lagi. Ia hanya mampu menggenggam tangan Arkana dan menatap wajah pria itu.

"Bilang sama gue kalo tentara lo itu nyakitin lo. Meski dia aparat gue akan maju paling depan nanti. Okey?" Arkana tersenyum ke arah Liena dan mengusap kepala Liena.

Liena lagi-lagi hanya bisa mengangguk. Ia tersenyum lalu menahan isak tangis agar bisa bicara.

"Gue juga sayang sama lo, Pak KM. Dimana pun lo berada jaga diri lo, cari pasangan yang bisa nerima lo, yang mencintai lo tanpa mau mengubah apapun yang ada di diri lo." Liena tersenyum dengan mata berlinang.

Arkana mengangguk dan lagi lagi mengusap kepala Liena. Ia berlalu dari hadapan Liena.

Kini Mahen yang berdiri di depan Liena. "Hai, Liena sayang," ucap Mahen dengan senyum tulusnya.

Liena terkekeh. "Jangan manggil cewek-cewek sayang lagi. Injani marah nanti," ucapnya sambil mengusap air mata.

Mahen ikut terkekeh. Ia menoleh pada Injani yang tengah berpelukan dengan Vika. "Cantik banget dia hari ini, Na. Andai menikah semudah membalikkan telapak tangan gue nikahi sekarang juga," ucap Mahen yang tak lepas memandang Injani.

Liena ikut menatap Injani. "Jaga Injani baik-baik ya, Hen," ucapnya.

Mahen mengangguk. "Pasti," ucapnya mantap. Ia menunduk dan menghela nafas. Lalu ditatapnya Liena. "Lo juga jaga diri baik-baik. Sekolah boleh usai tapi, tali pertemanan nggak." Mahen tersenyum. Ia mengusap kepala Liena.

Liena menatap teman-teman satu angkatannya. Perpisahan memang sakit namun kadang itu adalah yang terbaik.

"Hey."

Liena terlonjak. Ia menatap pria di depannya yang kini tengah tersenyum padanya. "Gue kira siapa, Gar," ucapnya sambil mengusap air mata.

Gara tersenyum. Ia menatap Liena yang cantik dengan hidung memerah dan mata yang berlinang.

"Gue gak merasa nyesel karena gak pernah confes sama lo. Karena gue tahu, gue juga sadar diri. Manusia sepintar dan secerewet lo bukan gue pasangannya. Dan gue ikut bahagia ketika lo menemukan pasangan yang selalu bikin lo tersenyum, bahagia, dan dicintai. Tercukupi segalanya." Gara menghela nafas. "Intinya gue tunggu undangannya aja. Doain juga biar bisa bawa gandengan nanti," ucap Gara lalu terkekeh.

Liena hanya tersenyum sepanjang Gara berucap. Ia menyentil dahi Gara yang membuat si empu mengaduh kesakitan. "Gaya lo, Gara kalo ngomong," ucap Liena sambil terkekeh. Lalu ia menatap Gara serius. "Lo itu cuma suka sama gue. Bukan yang lain. Buktinya lo gak sakit hati kan pas tahu gue deket sama, Om Abi? Lo cuma gak terima aja.  Selebihnya fine fine aja hidup lo, hati lo juga. Suka sama cinta beda, Gara. Lo kan udah berpengalaman masa pinteran gue soal beginian. Gimana sih," ucap Liena setengah tak terima.

That Soldier, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang