Usai dinyatakan sembuh Liena memanfaatkan waktu rehatnya selama 2 hari dengan belajar. Bagaimanapun UAS tidak bisa dianggap sepele.
Ditemani secangkir teh hangat dan obat-obatan Liena terus membaca lembar demi lembar buku catatannya satu per satu. Saat buku Bahasa Sunda ia pegang Liena langsung loncat pada materi akhir.
"Nah, ini." Liena tersenyum lebar. "Upacara Adat Sunda dina Acara Kawinan," ucapnya membaca judul materi.
"Pertama, Nanyaan atau Bertanya. Kalau dilihat dari masyarakat umum ini sering dikenal tunangan. Tapi, kalau di buku, mempelai pria menyerahkan sirih lengkap dan uang sebagai isyarat pihak nya membantu biaya pernikahan. Di samping tukar cincin tentunya. Intinya sama cuma di jaman sekarang agak beda."
"Beda nya kenapa?"
Liena sontak menoleh ke arah layar handphonenya. Ia juga ditemani suara Arthur.
"Di jaman sekarang kan tunangan udah pake dekor kayak nikahan. Kadang ada yang pake MC terus MUA juga. Pokoknya wah banget lah. Aku suka liatnya cuma aku gak mau kayak gitu nanti," ucap Liena sambil mendekap buku catatannya.
"Memang suka nya yang kayak gimana?"
Liena menatap langit-langit kamar. "Sederhana. Hanya keluarga inti saja yang hadir. Lalu tukar cincin, dilanjut makan bersama lalu obrolan resepsi kalo memang mau mengadakan resepsi."
"Kamu gak mau ada resepsi?"
Liena memutar-mutar kursi belajarnya. "Aku dibilang mau tapi, nggak. Dibilang nggak tapi, mau. Bingung biayanya.ekataekwang13 Biasanya kan biaya resepsi di beratkan pada pihak mempelai wanita," ucap Liena sambil menyandarkan punggungnya.
"Kenapa mesti bingung. Tinggal cari pria kaya."
Liena menegakkan badannya. "Nah, bener itu. Aku jadi tiba-tiba kepikiran. Kalo calon ku orang kaya kita resepsi. Soal biaya biar dia aja yang urus. Aku mah tinggal nyiapin mental sama fisik aja buat resepsinya," ucap Liena lalu tertawa.
"Matre juga ya, aku," gumam Liena di sela tawanya.
"Nggak. Saya mampu kok. Bilang aja nanti mau kayak gimana resepsi nya. Mau di mana lalu pakai WO siapa."
Tawa Liena yang masih berlanjut seketika terganti dengan senyum malu-malu. Matanya melirik handphonenya dengan bibir yang masih tersenyum. "Pede banget, Om. Emang Om serius sama aku?"
"Ngeraguin kamu? Tunggu aja tanggal mainnya."
Liena terkekeh. "Aw, takut," ucapnya.
Arthur pun terkekeh di sana.
"Setelah lulus, ya," ucap Arthur setelah kekehannya terhenti.
"Apa?" Tanya Liena sedikit sewot namun senyum di bibirnya kian melebar.
"Lamaran."
"Kerja? Aku emang mau kerja dulu, sih," ucap Liena pura-pura tak tahu. Ia tersenyum lebar saat pikirannya membayangkan Arthur datang dengan kedua orang tua nya. Memberikannya cincin dan menjadikan Liena pendamping hidupnya. Indahnya dunia.
"Boleh. Kebetulan kandidat yang saya butuhkan sesuai sama kamu. Lucu, manis jika tersenyum, memiliki panggilan tersendiri bagi saya, dan siap menjadi Pia Ardhya Garini nya saya."
Liena kembali tertawa. Semenjak dirinya sakit pria ini memang lebih sering berkata manis hingga Liena sering kewalahan. Janji manisnya ini tak bisa ditampung oleh hatinya. Terlampau manis soalnya.
"Jadi dijamin keterima nih?" Liena tersenyum sambil memutar-mutar bolpoin nya.
"Pasti."
"Pede sekali ya, Mas nya," ucap Liena sambil terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Soldier, please!
Teen FictionPokoknya berdoa itu yang jelas. Jangan kayak Liena yang asal minta bahkan memohon tanpa tahu nanti ketemunya gimana dan kayak apa. Ya, meski akhirnya dipepet juga sih. *** Welcome to Meet Military Police versi new! Judulnya doang padahal yang baru...