43] Memang akan berjauhan

1.2K 88 23
                                    

"Lo nggak di apa-apain kan semalem?"

Liena langsung mendelik pada Ivany di tengah langkahnya. "Nggak lah," ucapnya cepat.

Meski ada insiden dikit. Liena berdehem keras saat kembali mengingat kejadian semalam. Apalagi saat mengingat celetukannya. Kalau Ivany tak menelpon entah apa yang akan terjadi selanjutnya.

Liena bergidik ngeri sendiri yang membuat Ivany menatap sahabatnya semakin curiga. "Jujur! Lo di apain?" Tanyanya sambil menarik tangan Liena.

"Nggak, ih!" Jawab Liena reflek sambil melepaskan tangannya dari Ivany.

Ivany menatap Liena tajam. "Awas aja lo kalo di sini." Ia menunjuk perut Liena. "Ada penghuni nya," desisnya tajam.

Liena memutar bola matanya jengah. "Dari dulu juga udah ada kali. Lo gak liat perut gue buncit gini? Besok juga keluar nih," ucapnya sambil mengelus-elus perut.

"Itu mah taik!" Jawab Ivany yang membuat Liena tertawa.

Liena lagi-lagi hanya terkekeh. Kemudian ia melangkah bersama Ivany menuju mobil hitam yang semalam mengantarkannya. Diketuknya kaca mobil itu namun tak ada respon. Liena intip ke dalam juga tak ada pria yang dicari nya. Hingga sebuah tepukan di bahunya membuat tubuhnya terlonjak kaget.

"Saya di sini."

Liena memutar tubuhnya. Pria jangkung di depannya yang begitu tampan memakai kaos polos berlengan pendek menatap wajah Liena dengan senyum tipis. "Kalo orang nggak ada itu di cari bukan di intip," ucapnya.

Liena tak menjawab. Ia malah salah fokus pada pria di belakang Arthur yang tengah menatap Ivany dengan mesem-mesem tak jelas. "Itu siapa? Kok, mukanya kayak pencopet?" Tanya Liena bingung namun ia seperti pernah melihat wajahnya. Tapi, lupa di mana.

"Betul. Gue emang pencopet handal. Saking handal nya hati Neng Ivany juga bakal Mas copet. Iya kan, Neng?"

"Jangan gitu, Pis. Sawan anak orang." Arthur menyikut perut pria yang dipanggilnya Pis.

Mendengar itu Liena langsung melebarkan matanya dan menjentikkan jarinya sambil menghampiri Arthur. "Ini Bang Hafizh ya? Kok, gantengan aslinya daripada di foto?"

"Tapi, mukanya kayak Opet dikit," lanjut Liena yang membuat Arthur menahan tawanya.

"Thur, lo nemu di mana sih? Ceplas-ceplos amat," ujar Hafizh.

Liena seketika nyengir. "Maaf, Bang. Tapi, Bang Hafizh ganteng kok. Cocok lah sama Ivany mah," ucap Liena sambil menoleh pada Ivany yang masih setia berdiri di tempatnya. Pikirnya pasti mereka akan benar-benar Saling melengkapi. Ivany yang lebih banyak diam namun perhatian akan cocok dengan Hafizh yang apa adanya dan selalu meramaikan suasana. Kata Arthur begitu tentang Hafizh.

"Oh, ya tentu dong. Gimana Neng Ivany mau adat Jawa atau adat-adatan?" Tanya Hafizh sambil menaik turunkan alisnya.

Saat Liena kembali melihat Ivany, sahabatnya itu malah mendelik tajam pada Hafizh. Liena tertawa melihatnya. Ini akan menjadi perpaduan yang menggemparkan mereka.

Liena langsung menarik Ivany agar berdiri di samping Hafizh. Ia dadah dan masuk ke mobil Arthur di susul pria itu. Di dalam mobil Liena semakin tertawa saat Ivany berwajah jutek padanya. Ivany memang beberapa kali menceritakan sosok Hafizh yang sering menggombal. Katanya sih risih tapi, selalu di balas dengan cepat. Mana kalo ceritain sering senyum-senyum salah tingkah. Giliran di cibir mau-mau tapi, gengsi malah dijawab "Fast respon itu sikap. Bukan tandanya mau!" Maklum gengsi sahabatnya itu setinggi gunung Jaya Wijaya.

"Mau beli sesuatu dulu?" Tanya Arthur yang membuat Liena seketika menoleh.

"Nggak. Kata Mama semalem gak boleh bawa apa-apa," jawab Liena lalu kembali menoleh ke depan.

That Soldier, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang