35] Efek capek

1.3K 99 18
                                    

Seperti malam-malam biasanya. Liena mengeluarkan buku catatannya dari dalam tas. Meski tengah ujian dan ia sudah belajar malam buku catatan tetap dibawanya untuk sekedar baca-baca sekilas.

Liena menghela nafas sambil tersenyum melihat meja belajarnya yang rapi.

"Bye buku catatan. Habis ini aku mau fokus ujian praktek, ya," ucapnya seolah objek di depannya nyata. Buku catatan itu sudah seperti besti bagi Liena.

Liena beranjak dari duduknya lalu pindah ke atas kasur. Ia merebahkan diri dan menarik selimut hingga dada. Waktunya tidur malam.

Liena merapalkan doa mau tidur sambil terpejam. Saat matanya benar-benar terpejam getar ponsel membuat matanya kembali terbuka sempurna. Ia berdecak. "Siapa sih yang telpon malam-malam? Gak sopan!" Ucapnya sambil duduk lalu meraih handphone di atas meja belajar.

Saat tahu siapa yang menelponnya seketika ia tersenyum. "Kalo ini sih gak papa," ucapnya lalu terkikik. Ia tarik tombol hijau ke atas dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya.

"Belajar dari siapa kamu party party begitu?"

"Saya kirim uang buat kamu jajan. Bukan buat main gak jelas!"

"Dimana sekarang?"

"Kalau sampai masih di club saya hubungi polsek setempat!"

Liena meringis sambil menggaruk dahinya yang tak gatal. "Om, bener mikir aku ke club?" Tanyanya heran.

"Menurut kamu anak jaman sekarang kalo bilang party memang di mana selain di tempat karaoke dan club?"

Liena menghela nafas hingga nyaring terdengar. "Terus kenapa nuduh aku di club bukan di tempat karaoke?" Liena malah balik bertanya.

"Ya, pasti teman-teman mu itu ngajak nya ke club. Lebih elit katanya."

"Kok katanya? Om, berpengalaman, ya?" Tanya Liena sambil tersenyum miring.

"Jelas. Saya sering sweeping tempat hiburan malam."

Liena melengkungkan bibirnya ke bawah. "Masa? Di luar jam dinas sering kali," ucap Liena sambil merebahkan diri.

"Kok kamu nuduh saya? Jelas-jelas di sini kamu yang salah," ucap Arthur yang terdengar ngotot.

"Loh, ya kalo gak merasa biasa aja dong gak usah ngegas gitu," ucap Liena sambil tersenyum. Sebenarnya ia takut menuduh-nuduh Arthur cuma seru mancing emosi pria itu.

"Bisa kamu jawab pertanyaan saya Liena sebelum saya benar-benar marah."

Liena terkekeh. "Aw, takut," ucapnya yang membuat Arthur menghela nafas di sana. Liena makin terkekeh. Sepertinya sudah cukup mengerjai Arthur.

"Coba liat WA aku dulu. Habis itu boleh marah, atau ngomel juga boleh," ucap Liena sambil tersenyum. Selepas Liena memberitahu party yang dimaksud Arthur memang sudah tak aktif. Hanya ceklis satu abu yang Liena dapat.

"Tinggal kamu jawab di mana sekarang. Gak usah suruh-suruh buka WhatsApp."

Mendengar Arthur yang ngotot membuat Liena lama-lama kesal juga. "Yaudah kalo gak mau buka WA. Mending aku tidur! Ngapain dengerin orang yang nuduh-nuduh gak jelas!" Ucapnya ngegas.

"Harusnya saya yang marah di sini bukan kamu."

Liena mengernyit kesal. "Ya, siapa sih yang gak marah di tuduh yang nggak-nggak?! Om, juga jangan bawa-bawa kerjaan kalo sama aku. Aku gak seberani itu buat mengunjungi tempat yang cuma ku tahu namanya dan dalamnya kayak apa dari medsos! Matiin aja telponnya kalo cuma mau marah-marah sama nuduh-nuduh gak jelas!" Ucap Liena yang benar-benar kesal. Akhirnya malah ia yang emosi.

That Soldier, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang