24] Laporan

1.4K 84 9
                                    

"Ipeniiiiiii!"

Liena merentangkan kedua tangannya lalu berlari ke arah Ivany yang baru saja keluar dari ruang guru. Dirinya rela menunggu Ivany pulang hingga sekolah sepi. Ia tak mau menunggu hari esok karena rindunya sudah menggebu-gebu. Mulutnya sudah gatal ingin cerita ini itu.  

"Kangen sekali." Liena memeluk Ivany erat-erat. Saking eratnya hingga Ivany harus memukul-mukul tangan Liena. "Engap, woy. Mati nih mati nih," ucap Ivany sambil menarik tas Liena agar Liena melepaskan pelukannya.

"Hush! Mulutnya," tegur Liena sambil melepaskan pelukannya.

"Bukan gue! Tapi, laptop yang di tas. Udah mah kesenggol dikit mati. Lo malah di teken-teken gitu," ujar Ivany sambil membenarkan letak tas ranselnya.

Liena hanya nyengir lalu berjalan di samping Ivany. Seharian ini ia tak bertemu Ivany di kelas karena Ivany dispen satu hari full. Padahal ini kan hari pertamanya sekolah setelah PKL. Harusnya kan Liena disambut pake karpet merah sama Ivany. Ini mah boro-boro disambut ketemu aja pas shalat dzuhur doang di mushola. 

"Oh, iya." Liena mengacungkan tote bag yang ia bawa. Ia pindah kan tote bag tersebut pada tangan Ivany. "Buat lo sama keluarga. Oleh-oleh dari orang yang jadi oleh-oleh," ucap Liena dengan senyum lebarnya.

"Maksudnya?" Tanya Ivany yang reflek menoleh pada Liena. Ia menatap bingung wanita di sampingnya. Saat hari Jumat juga ia sempat mendengar desas-desus Liena yang hampir tak pulang dari para guru.

"Dari Om Abi," jawab Liena santai. Ia melihat-lihat jalanan di sampingnya yang nampak lebih asri oleh rerumputan liar. Pepohonan juga nampak lebih tinggi. Dua bulan ditinggal banyak perubahan juga, ya.

Bicara soal ditinggal kira-kira Arthur akan berubah tidak, ya? Kalo iya juga gak masalah. Asal berubah nya jadi power rangers biru sesuai warna seragam Arthur. Lalu Liena akan teriak, "Tolong aku power rangers biru! Aku terkena musibah!" Dan wush! Arthur muncul dalam sekejap sambil berkata, "Maaf, Dek. Saya melawan kejahatan bukan musibah." Terus Liena sebagai manusia yang butuh sosok power rangers biru ngambek karena merasa di tolak. "Ini gue juga kena musibah akibat rindu elu kali. Yaudah kalo gak mau bantuin. Bye! Gue cari power rangers hijau. Kacang ijo mana kacang ijo!" Eh, tangan Liena di tahan sama power rangers biru. "Jangan! Yaudah kita nikah aja biar musibah nya langsung teratasi." Duh, Liena ngakak sama hayalannya sendiri. Bisa-bisa nya jadi beda genre kehidupan.

"Heh!"

Tepukan kuat di tangan Liena membuat Liena menoleh seketika. Ia menatap bingung Ivany yang tengah menatap dirinya takut-takut.

"Lo waras kan? PKL gak bikin lo gila kan? Ini gue siapa? Kalo lo nggak tahu demi apapun gue bakal lari kenceng." Ivany memegang tali tas nya kuat-kuat. Ia benar-benar siap berlari karena melihat Liena yang tiba-tiba melamun lalu ketawa kenceng. Jangan-jangan bener lagi, Liena gak pulang? Terus ini siapa?!

"Lah, emang siapa?" Liena balik menatap Ivany bingung. Aneh banget nanya diri sendiri sama Liena.

"Demi apapun!" Ivany langsung berlari tanpa memedulikan tatapan bingung Liena. "Itu anak kenapa, sih?" Ucap Liena yang benar-benar bingung dengan kelakuan Ivany. Mungkin efek dispen seharian otaknya jadi agak macet dikit kali, ya. Jadi aneh gitu kelakuan nya.

Liena buru-buru menyusul Ivany sebelum karib nya itu melakukan hal aneh lainnya. Kedua alisnya mengerut bingung melihat Ivany yang malah berdiri di belakang tiang listrik. Tuh, kan aneh lagi.

Sebagai sahabat yang baik hati tentu Liena tak mau terjadi hal-hal buruk pada Ivany. Ia melebarkan langkah kakinya menyusul Ivany. Langkahnya terhenti tepat di depan tiang listrik mendengar Ivany bergumam.

That Soldier, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang