Mahesa menjaga Jayden tanpa memedulikan keadaannya sendiri. Mungkin terdengar egois. Namun ia ingin memanfaatkan kelemahan Jayden untuk kebahagiaannya. Cowok itu berbaring di samping Jayden sembari tangannya setia memerangkap sang adik dalam rengkuhan lembutnya.Dalam keadaan sakit seperti ini, Jayden memang akan menjadi sosok lain. Sosok yang Mahesa rindukan bertahun-tahun. Di mana Jayden akan bersikap manja seperti kala ia masih kecil. Bahkan cowok itu tanpa sadar merapatkan tubuhnya dalam dekapan hangat kakaknya.
"Tuhan, kalau emang aku nggak akan bisa sembuh, aku ikhlas," gumam Mahesa, "asal Jayden bisa deket sama aku lagi."
Harapan sederhana itu selalu Mahesa lantunkan pada Tuhan. Dan cowok itu selalu percaya Tuhan akan mempersiapkan hadiah terbaik-Nya. Matanya menatap Jayden dengan lembut. Sang adik sudah jauh lebih baik dari terakhir Satria datang.
"Adek, sekarang Papa dan Mama bakal adil. Nggak apa-apa kalau belum terbiasa."
Mahesa mengusap keringat yang menghiasi wajah sang adik. Embusan napas kasar keluar dari bibir cowok itu. Teringat akan kejadian beberapa tahun lalu kala keduanya masih kecil.
***
Suara tangis menggema di sebuah rumah megah itu. Suasana tegang dan memanas telah mendominasi. Jayden kecil melangkah terseok mengikuti langkah Jishan. Bocah 8 tahun itu diseret paksa oleh sang papa saat telah ketahuan melakukan sebuah kesalahan.
"Mau jadi apa kamu kalau nyontek, Jayden?"
Jayden kecil tak menjawab. Bocah itu hanya menangis dan meringis merasakan pergelangan tangannya yang ngilu karena Jishan yang mencengkeram lengan kecil itu dengan kasar.
"Tuan, jangan terlalu kasar sama Den Jayden."
Bibi Asih mengikuti langkah lebar sang majikan. Wanita itu khawatir tentang apa yang akan diperbuat Jishan pada Jayden.
"Kamu itu cuman pembantu. Jangan ikut campur urusan saya."
Bibi Asih tak tersinggung dengan ucapan Jishan, perasaan khawatirnya jauh lebih mendominasi.
"Tapi, Tuan--"
"Pa, adek aku mau dibawa ke mana?"
Raut wajah pria itu berubah lebih melunak saat melihat si sulung. Ia mengusak helaian rambut Mahesa kecil, sebuah perlakuan lembut yang belum pernah Jayden dapatkan.
"Papa mau hukum Adek, Kak. Orang yang salah harus dihukum. Bener, kan?"
Mahesa mengangguk polos. Pikirnya mungkin sang adik hanya akan dihukum dengan hukuman ringan. Nyatanya pikiran polosnya salah. Jayden dikurung di gudang belakang rumah semalam suntuk.
"Tuan, tolong jangan."
Bibi Asih tak mampu menahan air matanya saat mendengar teriakan disertai isak tangis Jayden dari dalam gudang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everlasting Pain [END]
Teen FictionJika memang hadirnya tak ada artinya, lantas untuk apa dia hidup? Jayden hanyalah seorang anak yang tak pernah dilahirkan hanya untuk menjadi yang kedua. "Sat, gimana rasanya dipeluk sama mama lo?" "Rasanya nyaman dan hangat lah. Bukannya lo sering...