Sebenernya cerita ini agak blank sih, makanya cukup lama nggak diupdate. Tapi karena aku tiba-tiba dapet suntikan semangat buat update cerita ini, jadilah part ini. Buat yang tadi subuh komen semangatin buat lanjut cerita ini, ini spesial untukmu 😻
♡♡
Mata itu akhirnya terbuka. Aroma obat-obatan langsung meresap ke dalam indera penciumannya. Plafon putih menjadi pemandangan pertama yang ia lihat.
Mahesa menhela napas pelan saat menyadari ia kembali terbaring di rumah sakit. Dan kini baru ia sadari ada Joana yang tengah terlelap di samping ranjangnya. Secuil rasa bersalah mendekam di hati saat melihat orang-orang di sekitarnya menjadi kerepotan karena merawatnya.
Cowok itu ingin membangunkan mamanya agar berpindah tidur di sofa. Namun urung ia lakukan karena pasti setelah Joana tahu ia membuka mata, wanita itu tak akan mau tidur lagi. Lagipula tenaganya belum kembali, walau hanya untuk mengucap satu kata pun.
Dalam diamnya, Mahesa kembali tenggelam dalam kubangan masa lalu. Kenangan yang ia punya tak pernah terasa indah. Hari-hari yang Mahesa lalui hanya tentang lara dan rasa bersalah. Terlebih ketika melihat adiknya yang harus mengorbankan banyak hal.
Maaf, Adek. Mahesa membatin frustrasi.
Cowok itu mengingatnya. Hari di mana ia memohon pada kedua orang tuanya untuk memberi kasih sayang yang sama untuk Jayden.
"Papa, Mama, apa susahnya kalian adil ke adek?"
Mahesa duduk di sofa seraya menatap kedua orang tuanya yang kini ada di sampingnya. Sepasang suami istri itu baru pulang dari bekerja dan mendapati si sulung tengah menunggu keduanya.
"Maaf, Kak. Tapi kami sulit. Keadaan kamu begini--"
"Keadaan aku? Aku bahkan nggak ada harapan buat sembuh. Aku capek."
Hati orang tua mana yang tak terluka saat buah hatinya mengeluh capek menjalani hidup? Joana dan Jishan adalah satu dari sekian juta orang tua di muka bumi ini yang tak rela melihat penderitaan anaknya.
"Jangan ngomong gitu. Kamu pasti sembuh. Suatu saat nanti kamu pasti dapet donor."
Mahesa terkekeh hambar. Organ jantung dan paru-parunya bahkan sudah rusak sejak pertama kali ia menghirup oksigen di dunia ini. Seringkali paru-parunya sulit bekerja, padahal ia tak melakukan kegiatan apa pun.
"Mau sampai kapan? Adek itu juga anak kalian. Anak kandung kalian."
Joana mencoba memeluk dan menenangkan putra sulungnya yang kini mulai kesusahan bernapas. Matanya melirik sang suami, berharap Jishan memiliki ide lain.
"Adek cuman butuh disayang. S-Seenggaknya, berpura-pura sayang Adek itu lebih baik."
Sepasang suami istri itu saling pandang. Ucapan putra sulungnya membuat keduanya bimbang. Hingga akhirnya Jishan angkat bicara.
"Oke, Kak. Kami akan mencoba kasih perhatian yang sama. Tapi kamu jangan berpikir buat nyerah ya, Kak?"
Mahesa tak bohong jika ucapan papanya diam-diam telah menyakiti hatinya. Kasih sayang orang tua bagi Jayden seperti terasa mahal baginya. Bahkan kedua orang tua itu tak setulus hati menyayangi adiknya. Tapi mengingat ia haus perhatian dari sang adik. Sisi egois Mahesa menguar.
Jika sampai Jayden tahu, apa mungkin sang adik akan benar-benar membencinya?
"Loh, Kak. Udah bangun? Syukurlah."
Mahesa seperti tertarik ke dunia nyata saat Joana membuyarkan lamunannya. Cowok itu masih belum mampu merespon karena rasa lemas setelah berjam-jam tak sadarkan diri. Hanya kedipan mata pelan yang mampu ia lakukan. Benaknya ingin melihat Jayden, namun sepertinya sang adik masih ada di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everlasting Pain [END]
Teen FictionJika memang hadirnya tak ada artinya, lantas untuk apa dia hidup? Jayden hanyalah seorang anak yang tak pernah dilahirkan hanya untuk menjadi yang kedua. "Sat, gimana rasanya dipeluk sama mama lo?" "Rasanya nyaman dan hangat lah. Bukannya lo sering...