Mahesa Atau Javier?

998 88 37
                                    

Semua ibu akan melakukan segalanya demi memperjuangkan hidup anak mereka. Bahkan nyawa pun akan ibu lakukan demi kebahagiaan buah hatinya. Termasuk Cantika. Wanita 25 tahun itu tengah menggendong bayi mungil yang kini tengah asyik terlelap. Matanya memandang kosong pada hamparan bunga di depan teras rumahnya.

"Nak, kamu di mana? Mama kangen."

Setetes air mata jatuh membasahi kedua pipinya. Kedua putra kembarnya harus terpisah karena perbuatan suaminya sendiri. Padahal Cantika telah mempersiapkan segala keperluan untuk si kembar. Baju bayi couple, sepatu lucu, sarung tangan, kaus kaki, ranjang bayi. Bahkan ada kamar khusus untuk mereka.

"Sayang, ini udah sore."

"Kalau udah sore aku harus apa?"

Kini Cantika selalu muak mendengar suara suaminya sendiri. Luka menganga dalam hatinya membuat cinta itu telah terbalut oleh amarah.

"Sayang--"

"Nanti. Aku masih mau nunggu Jayden pulang."

Cantika mengusap lengan kecil milik bayi dalam dekapannya. Si kecil Javier terlelap damai tanpa tahu bahwa kedua orang tuanya tengah berdebat.

Mendengar nada datar dari sang istri membuat Ansel semakin dirundung rasa bersalah. Akibat keegoisannya, Jayden menghilang dari jangkauannya. Ansel merutuk dalam hati. Jishan membawa pergi Jayden tanpa mengabarinya. Kini pria itu telah kehilangan jejak Jayden. Bayi kecilnya yang tak berdosa harus berkorban sejak pertama kali menghirup udara.

"Aku nggak akan pernah maafin kamu sebelum Jayden ketemu, Mas."

Cantika beranjak dari duduknya. Melenggang pergi meninggalkan Ansel yang mengumpat dalam hati. Ansel telah sepenuhnya tenggelam dalam penyesalan.

***

Jayden merasa hatinya bergetar perih. Melihat sebuah nama indah dalam nisan di hadapannya membuat perasaan cowok itu bergejolak. Lara kembali membalut hatinya. Ia duduk di samping Javier yang sejak tadi mengusap bahunya.

"Jangan benci mama, Kak. Mama nggak salah."

Javier berusaha untuk tetap tegar demi menguatkan kakak kembarnya. Biar bagaimana pun, Jayden lah yang paling terluka. Meski rasanya sulit karena bahkan hanya untuk mengucapkan satu patah kata pun ia kesulitan.

"Selama mama masih hidup, mama selalu nunggu kepulangan Kak Jay."

Teringat kala itu Javier selalu dibuat kebingungan ketika Cantika selalu duduk di teras rumah hingga larut malam. Apalagi tatapannya tampak kosong. Dan ketika ia bertanya, sang mama selalu berkilah.

Mama suka udara malam, Nak. Kamu tidur duluan aja.

Mama lagi nunggu kucing yang biasa mampir ke sini.

Mama lagi nunggu papa kamu pulang.

Dulu ia selalu saja percaya saat Cantika memberikan alasan yang itu-itu saja. Namun semenjak kematian Cantika dan rahasia itu terkuak, ia akhirnya sadar tentang kebohongan sang mama. Hal itulah yang menjadi pukulan terbesar dalam hidupnya karena tak tahu apa pun tentang hilangnya Jayden. Mamanya menanggung duka itu seorang diri.

"Mama selalu nunggu Kak Jay di teras. Nunggu Kakak pulang dan manggil dia dengan sebutan mama, Kak."

Dada Jayden terasa sesak, seolah ada beban berat yang menghimpit. Hanya mendengar cerita Javier saja sudah membuat perasaannya hancur, apalagi melihat keterpurukan Cantika secara langsung.

"Di kamar mama dan papa juga ada mainan bayi, yang gue yakinin itu rencananya mainan buat lo."

Jayden menoleh. Menatap Javier dengan pancaran luka yang tersirat di matanya.

Everlasting Pain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang