My Twin

1K 95 46
                                    

Derap langkah kaki menggema. Membuat Jayden yang tengah asyik duduk di teras rumahnya mengalihkan perhatiannya. Matanya membola saat mendapati sang kakak berdiri tak jauh darinya. Otaknya bertanya-tanya, dari mana Mahesa tahu tempat tinggalnya. Padahal kedua sahabatnya sudah ia minta untuk bungkam.

"Adek."

"Mau apa, Kak?"

Nada acuh menyapa rungu Mahesa. Namun hal itu tak mampu melunturkan semangatnya untuk mendapatkan kepercayaan Jayden. Biar bagaimana pun, ini semua karena keegoisannya. Hati Jayden menjadi semakin terluka.

"Maafin, Kakak."

"Maaf buat apa?"

Jayden kembali sibuk menatap tanaman hias dengan pandangan kosong. Namun rungunya terpasang dengan jelas ketika Mahesa terus berbicara padanya.

"Maaf udah egois. Maaf udah nyuruh papa dan mama pura-pura sayang sama kamu."

Mahesa memejamkan matanya. Kembali mengingat fakta bahwa adik kesayangannya bisa saja lebih memilih keluarga kandungnya dibanding dirinya. Dan Mahesa belum siap untuk kembali ditinggal.

"Kakak nggak akan nyerah buat dapetin maaf kamu, Adek."

Senyum tulus terbit di bibir pucat Mahesa. Hampir saja ia berharap Jayden akan memaafkannya saat sang adik mengangkat tubuhnya. Namun harapannya akan mampu ia telan diam-diam saat nyatanya Jayden berbalik arah hendak memasuki rumah.

"Apa Kakak harus mati dulu biar Adek mau maafin Kakak? Kalau iya, Kakak ikhlas."

Jayden mengembuskan napas kasar. Kakinya seolah terasa berat hanya untuk meninggalkan sang kakak. Bahkan tanpa sadar cowok itu kembali berbalik untuk Mahesa.

"Gue nggak benci lo, Kak. Gue cuman ... bingung. Kenapa mama dan papa nggak bisa tulus sayang sama gue, padahal gue anak kandung."

Mendengar kata anak kandung keluar dari bibir sang adik semakin membuat Mahesa gelisah. Ia tahu penyebab Jishan dan Joana tak bisa mencurahkan kasih sayang tulus pada Jayden. Mahesa merasa sangat takut jika seandainya orang itu datang menjemput Jayden untuk pulang.

"Itu karena Kakak, Dek. Semua terjadi karena Kakak sakit. Maafin Kakak."

Cowok itu menunduk dalam, demi menghalau rasa sesak yang membelenggu. Sang adik masih ada di hadapannya. Namun perasaan kalut akan kepergian Jayden bersama keluarga kandungnya semakin mendominasi.

"Gue bahkan sempet mikir gue anak pungut, Kak."

"N-Nggak. Adek itu anak kandung mama dan papa!"

Kegugupan kentara. Terdengar kalut. Namun Jayden tak menyadari. Cowok itu sibuk mengenyahkan pikiran negatif yang lagi-lagi bersarang di otaknya. Lagi-lagi pesan misterius itu kembali terbayang dalam benaknya.

Kemarin ia kembali mendapatkan pesan misterius itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kemarin ia kembali mendapatkan pesan misterius itu. Jayden takut mendengar kenyataan pahit. Bahkan hingga sekarang ia belum berani membalas pesan yang dikirim oleh orang yang sejak beberapa hari lalu membuatnya kalut.

Everlasting Pain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang