Salah Sasaran

805 83 2
                                    

Pagi ini keluarga kecil sarapan sebelum pergi ke rumah sakit. Rencananya besok  operasi transplantasi mata Jayden akan segera dilakukan. Dan Jayden harus menjalani rawat inap demi memantau kondisinya tetap stabil.

Javier menyuapkan suap demi suap nasi ke mulutnya di sela ia juga harus membantu Jayden untuk makan. Namun belum selesai ia menghabiskan seporsi nasi dan lauk ayamnya, matanya tiba-tiba saja berkunang-kunang. Kepalanya seolah ingin pecah. Luar biasa pusing. Bahkan ia tak mampu memegang sendok hingga benda itu terjatuh karena tiba-tiba tubuhnya melemas. Tenggorokannya seolah tercekik dengan oksigen yang semakin sulit ia raih.

"Adek kenapa?"

Tentu saja melihat Javier yang kesakitan membuat Ansel panik. Pria itu segera mendekati si bungsu yang bahkan hampir kehilangan kesadarannya. Jayden yang duduk di sebelah Jayden pun tak kalah khawatir. Matanya memang memandang kosong tanpa binar cahaya, namun hatinya memberontak. Rasa takut semakin menguar. Apalagi saat ia meraba tangan sang adik, Jayden merasakan hawa dingin.

"MBAK RENA SINI!"

"Papa, Adek kenapa?"

Ansel berteriak memanggil salah satu ART-nya. Bahkan ia tak bisa menenangkan Jayden yang ikut merasa takut. Biar bagaimana pun ia tak mungkin menangani si bungsu sendirian di kala panik. Ia akan mengajak Mbak Rena untuk ikut ke rumah sakit. Apalagi Jayden yang tak mungkin melangkah tanpa dibantu.

"Astaghfirullah, Mas Javier kenapa, Tuan?"

"Nggak tahu, Mbak. Mbak, tolong bantu Jayden jalan ke mobil. Kita langsung ke rumah sakit."

Mbak Rena mengangguk patuh. Wanita berusia 20 tahunan itu membantu tuan mudanya melangkah dengan pelan mengikuti Ansel yang telah lebih dulu berlari sembari menggendong Javier menuju mobil.

Javier didudukkan di kursi belakang bersama Jayden yang telah duduk sembari memeluk sang adik. Jantung cowok itu berdetak dua kali lebih cepat. Apalagi saat mendengar suara lirih sang adik yang bergumam Kak Jay, sakit padanya.

"Dek, jangan tidur dulu ya."

Javier sudah tak fokus lagi mendengar suara-suara dari papa dan kembarannya. Cowok itu tak mampu mempertahankan kesadarannya. Tangan yang sejak tadi tanpa sadar terus mencengkeram erat lengan Jayden pun meluruh. Hitam pekat telah menjemputnya. Hal itu semakin membuat mereka semakin panik.

***

"Bodoh! Mbak, saya cuman kasih tugas buat masukin racun ke makanan Jayden. Kenapa malah kamu masukin racun ke Javier?"

Seorang wanita muda refleks memejamkan mata saat mendapatkan amarah dari orang di seberang sana. Dan ia tak mampu membela diri karena memang ini murni keteledorannya. Cewek di seberang sana Chelia. Si cantik dengan hati terbalut dendam yang kini tengah mengumpat.

"M-Maaf, Mbak Chelia. S-Saya tadi panik karena Tuan Ansel tiba-tiba ke dapur."

"Mbak, tujuan kita tuh racuni Jayden biar dia gagal operasi! Lo gue bayar gede loh. Fuck!"

Si wanita mengembuskan napas pelan. Ada panik yang mendekap. Ia sendiri takut ketahuan menjalankan tindak kejahatan yang memang baru pertama kali ia lakukan.

"Karena lo gagal. Gue bayar lo setengah aja, Mbak."

"Mbak Chelia, tapi ... Mbak saya mohon. Ibu saya butuh buat bayar pinjol. To--"

Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, Chelia di seberang sana lebih dulu memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Hal itu membuatnya semakin frustrasi. Apalagi ia berurusan dengan keluarga terpandang kaya raya seperti Ansel.

Everlasting Pain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang