Damai Bersama Jutaan Bintang

735 62 9
                                    

-1 epilog

Dunia ini memang fana. Setiap makhluk yang ada di muka bumi ini pasti akan berpulang dipeluk oleh Sang Kuasa. Hanya saja, bagi sebagian orang, kepergian sosok terkasih menimbulkan dampak terbesar. Termasuk bagi Jishan dan Joana. Mereka masih berduka hingga kini. Tak ada yang lebih menyakitkan dibanding kehilangan putra satu-satunya.

Bagi keduanya, mungkin inilah hukuman yang pantas bagi orang tua gagal seperti mereka. Kehilangan calon buah hati di masa lalu tak membuat Jishan dan Joana berubah. Dan kini kehilangan itu kembali memeluk keduanya.

"Om Tante! Makasih mainan dan makanannya. Aku seneng, baru pertama kali makan ayam sebanyak ini!"

Joana seolah tertarik kembali ke dunia nyata. Wanita itu mengukir senyum sembari mengusap helaian rambut panjang milik seorang bocah yang kini membawa sebuah boneka di tangan kiri dan ayam goreng di tangan kanannya.

"Iya, sama-sama. Kami akan sering ke sini buat bawain kalian semua mainan dan makanan."

Terdengar seruan kebahagiaan dari anak-anak. Sepasang suami istri itu memang sedang berkunjung di sebuah panti asuhan. Kehilangan Mahesa membuat keduanya memilih untuk lebih sering membahagiakan anak-anak lain. Mereka bisa saja bertemu dengan Jayden. Hanya saja melihat mata milik si bungsu membuat Joana kembali merasakan pedih. Ia masih belum siap bersitatap dengan Jayden. Dan Jishan menghargai keputusan sang istri.

"YEY! Makasih Om, Tante!"

Mereka menganggap ini sebuah hukuman. Bagi keduanya, mungkin Tuhan mengambil kembali milik-Nya karena mereka tak becus membahagiakan anak. Dan sebagai bentuk penebusan dosa, mereka akan membahagiakan anak-anak yang mereka temui.

"Sayang, Hesa lagi apa, ya?"

Air mata Joana itu sempat lolos, namun dengan cepat ia segera menyekanya. Wanita itu tak ingin membuat putranya di atas sana bersedih.

"Aku yakin Hesa lagi bahagia bareng adeknya. Dan dia nggak sakit lagi."

Jishan menjawab sembari tak melenturkan senyumnya. Meski ikhlas itu belum sepenuhnya ia genggap, namun rasa lega itu datang memenuhi hati. Pria itu yakin Mahesa telah sepenuhnya meraih kebahagiaan abadinya.

***

"HORE, KAK JAY DATENG!!"

Ketika kakinya menginjak halaman rumah sederhana ini, seruan bersemangat dari sekumpulan anak menyapa. Jayden, Javier, dan Ansel tersenyum hangat. Setelah semua hal berat yang terjadi, mereka akhirnya bisa berkunjung ke Rumah Baca Jaysa.

Mereka datang dengan membawa banyak buku baru untuk Rumah Baca Jaysa. Ada seorang supir yang membantu mengangkutnya masuk ke dalam.

"Ibu turut berduka cita ya, Nak. Maaf Ibu nggak bisa datang saat Mahesa ...,"

Seorang wanita paruh baya mengusap bahu Jayden, menyalurkan semangat untuk adik Mahesa. Jayden tersenyum hangat sembari menarik tubuh wanita itu ke dalam dekapan hangat. Ada sedikit sengatan yang Jayden rasakan di dalam hatinya saat kembali mengingat Mahesa.

"Nggak apa-apa, Bu. Lagian Ibu doa dari sini aja udah bikin Kak Hesa di atas sana seneng."

Jayden mengembuskan napas kasar, berusaha meredam rasa sesak itu. Javier pun hanya mampu menepuk punggung kembarannya. Cowok itu tahu kakaknya masih dalam proses bangkit dari keterpurukan.

"Kalian ayo masuk. Kami lagi masak makanan enak lumayan banyak!"

Seorang wanita lain muncul dari pintu. Menginterupsi mereka dari kesedihan yang sempat membelenggu. Ansel merangkul bahu kedua putranya, menginterupsi mereka untuk segera masuk.

Everlasting Pain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang