Meet Javier

888 74 22
                                    

Mode ngebut karena cerita ini otw ending

Perjalanan dari Bandung menuju kota Yogyakarta menghabiskan waktu satu jam lewat jalan udara. Kata Ansel, Javier berada di sebuah kampung kecil dengan rumah yang cukup sederhana. Entah apa yang dipikirkan Javier, namun satu hal yang Jayden harapkan; semoga kembarannya selalu dalam keadaan yang baik.

Kini Jayden dan papanya, serta 2 orang yang tahu keberadaan Javier tengah berada dalam perjalanan menuju kampung yang menjadi tempat sang kembaran menyembunyikan diri. Kedua tangannya bahkan saling bertaut karena rasa khawatirnya pada Javier.

"Javier pasti baik-baik aja, Kak."

Ansel memahami perasaan Jayden. Mereka adalah sepasang saudara kembar yang pernah hidup bersama di rahim mendiang istrinya. Wajar kalau ikatan batin mereka begitu kuat.

"Itu rumahnya, Pak."

Ansel mengamati keadaan di sekitar rumah yang ditinggali putranya. Sedikit merasa lega karena pemikiran negatifnya tentang keadaan tempat yang disinggahi Javier tak layak. Bahkan di sekeliling jalan yang mereka lalui sejak tadi ditumbuhi oleh pepohonan rindang.

Kini mobil telah berhenti di sebuah rumah minimalis. Jantung Jayden bertalu lebih cepat. Tak sabar untuk bertemu dengan kembaran yang telah berhari-hari menghilang. Dengan bantuan Ansel, Jayden melangkahkan kakinya. Sedikit merutuk kegelapan yang terus menemaninya. Namun Jayden langsung berusaha menghalaunya. Tak lama lagi ia akan membawa adik satu-satunya untuk pulang.

"Udah sampai di depan pintu, Kak. Bentar Papa ketuk pintu dulu."

Ansel mengetuk pintu tanpa membuka suara. Takut jika ia memanggil Javier, putranya tak mau bertemu. Cukup lama mereka menunggu pintu terbuka, hingga akhirnya suara langkah kaki pelan terdengar. Tanpa sadar Jayden melukiskan senyum yang sempat sirna beberapa waktu lalu.

Rungu pasangan ayah anak itu menangkap suara handle pintu dari dalam rumah. Hingga ketika pintu terbuka, seseorang yang mereka cari kini berdiri dengan tatapan kagetnya.

"K-Kak Jay? Papa?"

Mendengar suara yang telah begitu Jayden rindukan membuat ruang dalam hatinya melapang. Kedua tangannya meraba udara, bermaksud untuk meraih tubuh Javier. Ansel yang peka pun membantu si sulung, hingga sepasang saudara kembar itu saling merengkuh dalam kehangatan.

"Maaf. Maaf banget, Dek. Gue bego banget karena udah nyakitin lo. Please jangan pergi lagi."

Ada sengatan tak kasatmata yang menyerang hati Javier. Apalagi saat merasakan bahunya basah karena air mata milik kakak kembarnya. Ia tak pernah berniat membuat Jayden merasa bersalah seperti ini. Justru ia ingin Jayden bahagia, meski dalam pemikirannya, Jayden lebih bahagia bersama Mahesa.

"Kak, lo nggak salah. Justru gue pengin lo bahagia sama Mahesa."

Lantas saat kalimat itu terlontar dari bibir Javier, sebuah jitakan mendarat sempurna di kepalanya hingga si empunya meringis pelan.

"Justru kebahagiaan gue ada di lo sama Papa."

Jayden berkata jujur. Senyaman apa pun ia bersama Mahesa, keluarga kandung tetap menjadi tempat pulangnya. Meski ia merindukan kakaknya, namun rasa itu perlahan tersingkir berkat Javier.

"Cantika, aku harap kamu bisa lebih tenang di atas sana. Anak kembar kita udah bersatu."

Tak ada yang lebih bahagia dibanding apa pun selain melihat kedua putranya kembali bersama. Kelegaan itu kembali tumbuh dalam diri Ansel. Masih hangat dalam ingatannya saat beberapa kali Jayden sampai berhalusinasi bertemu dengan Cantika. Dadanya sesak luar biasa saat mengingat mendiang istrinya yang tak sempat bertemu dan memeluk si sulung.

Everlasting Pain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang