Jika memang hadirnya tak ada artinya, lantas untuk apa dia hidup? Jayden hanyalah seorang anak yang tak pernah dilahirkan hanya untuk menjadi yang kedua.
"Sat, gimana rasanya dipeluk sama mama lo?"
"Rasanya nyaman dan hangat lah. Bukannya lo sering...
Sudah beberapa hari Jayden tinggal di rumah Nero. Jayden tetap pergi ke sekolah seperti biasa. Namun semakin lama, cowok itu semakin tak enak hati karena terus menumpang di rumah Nero. Hati Jayden kini diselimuti kebimbangan.
"Gue harus cari kontrakan."
Jayden menatap layar ponselnya yang menampilkan sejumlah saldo di mbanking-nya. Menimbang-nimbang keputusan apa yang akan ia pilih. Memang cukup untuk beberapa bulan. Hanya saja, ia tak mungkin terus menerus mengandalkan tabungan tanpa ada penghasilan tetap.
"Bang, lo lagi mikir apa?"
Jayden hampir saja membanting ponselnya saat tiba-tiba Nero muncul di hadapannya. Si pemilik kamar hanya terkekeh pelan, lantas ia duduk di samping sahabatnya.
"Gue, Ner ... gue mau cari kontrakan."
Mata Nero memicing, menatap Jayden dengan tatapan selidik. Jayden pun tersenyum kikuk. Yakin bahwa Nero akan menentang keputusannya kali ini. Hanya saja ia tak ingin terus merepotkan semua orang. Tak mungkin ia tinggal dan makan gratis di rumah sang sahabat.
"Nggak usah aneh-aneh, Bang. Udah lo tinggal di rumah gue aja."
Jayden tentu tetap tak enak hati tinggal di rumah sahabatnya. Apalagi ia tak melakukan apa pun untuk membantu keluarga Nero. Lagipula, ia masih mempunyai tangan dan kaki yang sehat untuk mencari uang. Tuhan memberinya fisik yang sempurna.
"Maaf, Ner. Gue tetep harus nyari kontrakan sama kerjaan. Itung-itung belajar mandiri, karena biar gimana juga gue nggak mau bergantung hidup sama orang."
"Lo yakin? Coba pikirin dulu. Gue, Mami, sama Papi nggak pernah masalah lo tinggal di sini."
Jayden mengangguk mantap. Membuat Nero mau tak mau menerima keputusan cowok itu. Jujur saja Nero takut jika Jayden hidup sendiri, kehidupan cowok itu akan jauh lebih sengsara. Namun di sisi lain, Nero juga kagum dengan pemikiran dewasa Jayden. Ia saja masih belum terpikirkan untuk hidup mandiri. Namun Jayden telah memikirkan hidupnya dalam jangka panjang.
"Nanti gue sama Bang Satria buat nyari kontrakan ya?"
***
Jayden duduk di pinggir jalan setapak sambil menyelonjorkan kakinya. Matanya kembali fokus pada sebuah pesan singkat yang ia terima beberapa waktu lalu yang cukup aneh.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sebenarnya Jayden sudah ingat sejak kemarin. Sebuah gelang kecil yang terpasang apik di tangannya saat bayi. Hanya saja gelang itu kini masih ada di kamarnya. Mungkin terselip di antara baju-baju bayinya yang ada di lemari. Keraguan muncul dalam benaknya. Ia ingin mengetahui siapa orang di balik nomor asing ini. Namun ia takut pesan ini dari Jason. Bisa saja musuhnya itu kembali membuat ulah.
"Tapi kalau dipikir-pikir, Jason mana tahu gelang ini."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.