Assalamu'alaikum, buat semua pembacaku.
Maaf menyela dulu. Mau bilang, minal aidzin wal faidzin. Semoga di hari yang fitri ini, hidup kita jadi lebih berkah dan bermanfaat. Mohon maaf lahir dan batin. Maaf kalau aku ada kesalahan, baik yang disengaja maupun enggak disengaja 💝☪️
Semoga dapet THR banyak 😻
★★★
Kak Hesa, ayo sembuh.
Ruangan serba putih dan beraroma obat itu terasa sunyi. Rumah kedua Mahesa Auriga. Seseorang duduk di samping ranjang cowok itu dengan tatapan yang memancarkan keprihatinan. Tak ada siapa pun yang menemani Mahesa. Kedua orang tuanya pergi keluar sejak beberapa jam lalu. Dan hal itu dimanfaatkan oleh Jayden untuk melihat keadaan sang kakak.
Tadi ia bertanya secara diam-diam pada Bibi Asih yang kebetulan sedang ada di halaman rumah. Wanita paruh baya itu sempat kaget dan memohon padanya untuk pulang. Namun Jayden kekeuh ingin tinggal terpisah. Dan berakhirlah Bibi Asih memberitahu keadaan Mahesa.
"Kak, mau sekecewa apa pun gue ke lo, gue tetep nggak bisa buat benci lo."
Jayden mengganti bunga mawar yang ada di vas dengan bunga baby breath yang sengaja ia beli. Kakaknya sangat menyukai bunga putih itu. Jayden harap sang kakak dapat ketenangan dengan melihat bunga kesukaannya. Cowok itu cukup lega saat tak ada selang apa pun yang terpasang di tubuh Mahesa. Tandanya sang kakak telah baik-baik aja.
"Adek?"
Jayden merutuk dalam hati saat Mahesa tiba-tiba bangun dan kini telah sempurna menatapnya. Baru saja ia berniat kabur, tangannya diraih dengan lembut oleh Mahesa. Mau tak mau cowok pecinta basket itu mengurungkan niatnya untuk melesat kabur.
"Adek kenapa pergi?"
Tak ada satu pun kata yang keluar dari bibir Jayden. Cowok itu masih takut untuk membuka suara. Ada keraguan yang mengendap di hati.
"Maaf."
Suara lirih itu membuat Jayden kembali memokuskan pandangannya pada sang kakak. Kata maaf itu terdengar tulus. Namun setitik keraguan masih ada. Ia takut untuk mendapatkan kekecewaan lagi.
"Maaf udah egois, Adek. Maaf udah bohong. Maaf buat semua yang terjadi sama Adek."
Dan maaf, Kakak nggak bisa bilang sejujurnya kalau kamu bukan adek kandung Kakak. Kakak takut ditinggal.
Hati Mahesa kalut. Tangan kurus itu bahkan enggan untuk melepaskan genggamannya pada lengan Jayden. Mahesa takut Jayden akan menghilang dari pandangannya.
"Pulang ya, Dek. Mau, kan?"
Hati Jayden bimbang. Mata terbalut cairan bening itu menatapnya dengan pancaran harapan. Namun untuk menuruti permintaan Mahesa sangat sulit ia kabulkan. Apalagi saat dugaan tentang hubungan darah itu masih menetap di otaknya.
"Nggak bisa, Kak. Gue ... gue masih belum bisa maafin mereka."
Mahesa paham tentang siapa mereka yang Jayden maksud. Hanya saja, bolehkah ia egois? Meski Jayden bukan adik kandungnya, namun rasa sayang yang ia miliki sangat tulus. Bahkan jika boleh memohon, ia akan merelakan hidupnya demi kebahagiaan Jayden.
"Tapi Adek, Kakak--"
"Kakak, gue pulang dulu ya. Tenang aja. Gue tinggal di tempat yang nyaman."
Terlalu lama di dekat Mahesa bisa saja membuat keteguhannya untuk menjauh goyah. Cowok itu melepas genggaman tangan Mahesa. Meski hatinya perih ketika harus kembali meninggalkan Mahesa, namun Jayden tetap menguatkan hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Everlasting Pain [END]
Teen FictionJika memang hadirnya tak ada artinya, lantas untuk apa dia hidup? Jayden hanyalah seorang anak yang tak pernah dilahirkan hanya untuk menjadi yang kedua. "Sat, gimana rasanya dipeluk sama mama lo?" "Rasanya nyaman dan hangat lah. Bukannya lo sering...