Kekhawatiran Seorang Kakak

1.5K 115 8
                                    

Suara gedoran pintu di sebuah gudang terdengar saling bersautan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Suara gedoran pintu di sebuah gudang terdengar saling bersautan. Sosok yang kini ada di dalam bahkan tak memedulikan telapak tangannya yang mulai memerah.

Jayden meneriakkan seseorang yang membuatnya terkurung dalam ruangan yang dipenuhi oleh peralatan olahraga. Tak ada siapa pun di sini selain dirinya. Ingin menghubungi Satria dan Nero pun tak bisa karena ponselnya dirampas Jason.

"JASON! Nggak lucu! Keluarin gue!"

Tahu kalau ini hanya akal licik Jason, ia tak akan sebodoh itu menerima tantangan itu.

"Nggak bisa. Lo harus nginep di sini malem ini. Gue akan lepasin lo pagi-pagi besok."

Jayden dapat mendengar suara gelak tawa Jason dan teman-temannya di balik pintu gudang. Tubuh itu semakin merosot saat tak ada siapa pun yang bisa menolongnya. Dalam hati ia mengumpati orang-orang yang dengan tega mengurungnya di sini. Matanya menerawang ke depan. Cahaya dari luar masih terlihat karena ini masih sore.

Jayden menelungkupkan wajahnya di balik lipatan kakinya. Sambil terus berdoa agar ia kuat menghadapi malam panjang nanti.

Jayden trauma dengan kegelapan.

***

Semua bermula saat ia bersama tim basketnya -- termasuk Satria dan Nero datang ke SMA Mandala, sekolah milik Jason. Sebenarnya Jayden seketika merasa ragu untuk memenuhi tantangan Jason. Hanya saja ia tak mungkin membatalkan sepihak mengingat bagaimana tabiat musuhnya ini.

"Oh gue lupa bilang ya. Gue mau One on One sama Jayden."

"Maksud lo?" Nero menatap tajam Jason.

"Iya. One on one, cuman gue sama Jayden. Setuju, Jay?"

Jayden melirik ke arah teman-teman satu tim basketnya bergantian. Ada keraguan yang mendominasi hatinya.

"Dan sendirian. Gue minta lo buat suruh temen-temen lo pergi."

"Kurang ajar lo ya." Satria yang biasanya terlihat tenang menghadapi musuh pun kini menunjukkan emosinya. Beruntung Jayden berhasil meredam emosinya.

"Oke gue setuju."

"Bang! Jangan gila!"

Nero tak habis pikir dengan pola pikir sahabatnya. Secara tak langsung ia melemparkan dirinya ke kandang macan.

"Nggak apa-apa. Ini cuman tanding basket One on one biasa. Gue pasti menang," Jayden mengusap bahu Nero. "Sekarang kalian pulang duluan aja."

Nero mendengkus kesal. Mereka mau tak mau menuruti permintaan sang ketua basket. Dan berharap Jayden menang. Selepas kepergian mereka, Jayden kembali menatap tajam Jason yang kini menyunggingkan senyum miringnya.

"Bagus. sekarang kita otw ke lapangan basket sekolah gue."

Jayden menurut saja. Begitu sampai di lapangan, Jayden mempersiapkan diri. Ada satu teman Jason yang bertugas menjadi wasit yang kini telah memegang bola. Ia bersiap melambungkan bola itu ke udara.

Everlasting Pain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang