XXXI. I Want You!

6.7K 331 56
                                    

Hubungan salsa dan ronald masih tak ada yang berubah. Salsa masih memberikan dinding pemisah antara dirinya dengan ronald. Dan ronald juga bukannya enggan mencoba memperbaiki hubungannya dengan salsa, namun disaat ia maju selangkah untuk mendekat maka salsa akan mundur berkali-kali langkah menjauhi ronald. Disaat ronald mencoba mengajak salsa untuk berbicara maka ia akan berpura-pura menjadi tuli dan sama sekali tak mau mendengarkan apapun yang ronald katakan padanya.

Bahkan hingga mereka berdua kembali ke apartemen, salsa kembali lebih sering mengurung dirinya di dalam kamar. Bahkan saat ronald ada jadwal mengajar dan juga salsa ada jadwal kuliah di jam yang sama, salsa memilih pergi lebih dahulu menggunakan taxi online. Ia benar-benar tak mau berangkat bersama dengan suaminya itu. ia tak peduli dianggap kekanak-kanakan karena sikapnya kini, karena yang jelas ia masih tak mau berdekatan dengan ronald untuk saat ini.

Seperti hari ini salsa baru saja membereskan jadwal kuliahnya dan berlanjut untuk mengerjakan tugasnya di perpustakaan, bila biasanya ia akan dibantu oleh ronald saat mengerjakan tugasnya, namun kali ini ia harus berusaha sendiri untuk membereskan semua tugas-tugasnya. Hingga hari mulai menjelang sore salsa baru beranjak untuk pulang.

Namun ia memilih tak langsung pulang, ia akan pergi ke makam ayahnya. Sudah cukup lama ia tak mengunjungi makam ayahnya.

Matahari senja yang berwarna jingga terlihat indah berada di atas kepalanya, dengan suasana pemakaman yang sepi membuat suasana menjadi lebih syahdu, ditambah dengan daun-daun yang berjatuhan karena tertiup oleh angin mengiringi langkah salsa untuk mendekat ke arah makam ayahnya.

Mata salsa memicing saat matanya menangkap ada seorang pria dengan punggung lebar menggunakan kemeja berwarna deep blue dengan lengan bajunya yang tergulung hingga sikut. Posisi pria itu kini sedang memunggungi salsa , dan berjongkok di depan pusara ayahnya.

Salsa memang tak bisa melihat wajah pria itu, namun salsa sangat tahu siapa pemilik punggung lebar tersebut. Seorang pria yang setiap hari ini selalu memenuhi pikirannya.

Tinggal beberapa langkah lagi salsa bisa sampai di depan makam ayahnya, namun langkahnya terhenti saat tiba-tiba pria itu beranjak berdiri dan memutar badannya hingga kini menghadap ke arahnya. Iya, pria itu adalah ronald, dan kini ronald bisa melihat salsa yang sedang berdiri tidak jauh darinya menatap ke arahnya dengan pandangan bingung.

Untuk beberapa saat keduanya terdiam dengan mata saling memandang, dengan tatapan saling mengunci, namun tak terlihat apa arti dari tatapan dari mereka berdua. Cukup lama mereka berpandangan tanpa suara, hingga ronald terdengar berdehem pelan, mencoba menormalkan suaranya yang mungkin akan terasa serak bila nanti mengeluarkan suaranya.

"sal... lo baru pulang dari kampus ?" tanya ronald untuk memulai obrolan. Pertanyaan yang bahkan rasanya seperti dua orang asing yang seakan jarang bertemu, padahal mereka adalah dua insan yang tinggal pada satu atap yang sama.

Salsa menganggukan kepalanya dan melanjutkan langkahnya untuk mendekati makam ayahnya. Tentu tanpa suara yang keluar dari bibirnya.

"kita pulang bareng yah sal, gue tunggu di mobil" ucap ronald, dan ia menatap salsa yang sepertinya tak akan menjawab ajakannya itu. sehingga ia memilih kembali ke arah mobilnya. Ronald bukan tak mau menemani salsa di makam ayahnya, namun ia memberikan ruang untuk salsa lebih leluasa berdoa dan berbicara dengan ayahnya. Dan tentu salsa juga tak akan nyaman bila ronald menemaninya.

Setelah keberadaan ronald sudah tak terasa di dekatnya, salsa mulai menjongkokkan dirinya di depan makam ayahnya, dengan pikiran yang merasa penasaran apa yang ronald lakukan di makam ayahnya seorang diri seperti tadi. Namun rasa penasarannya ia simpan terlebih dahulu. Karena kini ia mulai berdoa dan memanjatkan segala doa untuk ayahnya dan dilanjut dengan bercerita tentang apa saja yang ia alami akhir-akhir ini.

The Healer - [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang