Down

1K 110 4
                                    

Jam dinding menunjukan pukul dua dini hari tepat ketika mata Yasha terbuka secara tiba tiba. Kali ini bukan karena jantung nya yang berulah.

Anak itu mengusap dadanya ada sensasi aneh yang terasa di dalam sana. Tapi dia cukup yakin kalau itu bukan karena jantung nya yang sedang berulah.

Yasha menarik napas beberapa kali dan menghembuskan nya secara perlahan, merasaan aneh itu menghantarkan pikiran pikiran buruk Yasha tentang kejadian beberapa bulan lalu saat dirinya di temukan pingsan di kamar mandi sekolah.

Bukan itu saja, bahkan sekarang keringat sebesar biji jagung keluar bersamaan suara seseorang yang sangat Yasha hindari masuk ke gendang telinganya seakan orang itu saat ini ada di hadapannya dan memaki nya dengan keras.

"Anak pungut!"

Yasha menggeleng kan kepalanya. Tangannya yang semula mengusap dada kini beralih menutup kedua telinganya.

Tidak, Yasha tidak mau suara itu kembali muncul menggangu nya. Tapi kenapa rasa takut tersebut seakan tidak bisa Yasha kontrol.

Tubuh nya bahkan bereaksi lebih buruk dengan bersamaan datang gelenyar nyeri yang merambat dari bahu hingga ke dada nya.

Yasha menahan napas nya beberapa saat ketika nyeri itu bertambah sakit, tangannya juga sudah terasa kebas. Yasha menutup mata kali ini dia tidak boleh panik, jadi sebisa mungkin Yasha menekan rasa panik nya.

Malam ini tidak boleh kalah oleh hal seperti ini, harus nya Yasha bisa lebih baik lagi mengontrol emosinya hingga hal negatif yang selama ini bersarang di kepalanya tidak kembali merusak mental nya.

Tapi entah kenapa seakan tidak membolehkan Yasha menang, semakin di tahan semakin rasa mual  muncul tepat ketika telinganya berdenging lumayan kencang.

Kenapa sekarang makin jelas Yasha mengingat setiap perkataan yang keluar dari mulut orang yang selama ini menjadi sumber ketakutan Yasha.

"Tenang Yasha ini semua hanya ilusi. Engga ada yang nyata. Iyah bener semuanya gak nyata."

Mencoba menenangkan dirinya sendiri tapi tetap tidak bisa. Yasha mulai menangis entah kenapa mata nya seperti melihat seluruh siswa di sekolah nya sedang menghakiminya.

Menunjuk Yasha dengan tatapan jijik bahkan beberapa orang memakinya dengan kata-kata yang membuat Yasha semakin sakit hati.

Rasanya Yasha tidak sanggup bila harus seperti ini terus. Ingin rasanya berlari atau pergi sampai tidak menemukan siapapun lagi yang bisa menyakiti nya.

"Yasha bukan anak pungut!"

Yasha berteriak kencang sekali. Berkali kali meneriaki orang yang hanya ada dalam imajinasi nya.

Tangan yang semula mencengkap kedua telinganya sampai memerah sekarang beralih melemparkan bantal kesegala arah.

Bukan hanya itu saja. Semua benda yang ada di sekitar Yasha di lemparnya. Terakhir Yasha melemparkan gelas yang masih berisi setengah air putih itu kearah dinding kamar membuat suara nyaring dan beling yang berserakan.

Tidak lama ada suara orang berlarian masuk ke kamar Yasha. Tapi anak itu tidak menyadarinya, sebab masih sibuk dengan imaginasi nya sendiri.

"Ya Allah Adek istighfar!"

Tara masuk terburu-buru hingga tidak menyadari banyak pecahan kaca di bawah lantai tepat di kaki nya, beruntung dia yang selalu memakai sandal kelinci meski itu di dalam rumah.

"Kenapa kamu, dek?"

Hanya itu yang bisa Tara tanyakan pada Adik nya setelah di lihat lebih dekat bisa melihat dengan jelas kondisi adik bungsu nya yang kacau.

Gema Yasha GemelardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang