Luapan emosi yang terpendam

721 96 16
                                    

Saat itu, tepat pada pukul tiga dini hari Yasha bangun dengan perasaan yang tidak enak memaksanya untuk membuka mata lebih lebar lagi, meneliti setiap sudut ruangan yang di penuhi oleh anggota keluarga nya.

Hati nya sedikit tidak enak melihat bagaimana selama dia sakit keluarga nya yang selalu ada menemani nya di rumah sakit, tidak pernah ada yang absen kecuali memang itu kondisi darurat.

Melihat wajah lelah mereka satu persatu membuat Yasha merasa bersalah, selama ini di keluarga selalu saja dirinya yang menjadi beban, menyusahkan orang tua nya dengan sakit juga Kakak-kakak nya yang lain.

Selama hidup Yasha baru merasakan bagaimana rasanya menjadi manusia yang tidak bisa berbuat apa-apa tanpa bantuan orang lain, ada air mata jatuh membasahi pipinya ketika dirinya berusaha untuk duduk namun pusing seketika menyerangnya sehingga Yasha hanya mampu mengangkat tubuhnya sedikit dan bersandar di bantal.

Dia kembali mengabsen satu persatu keluarga nya, ada Gerdylan yang tertidur di sudut kamar di ranjang tambahan bersama Yoda. Mereka berdua berpelukan karena udara yang cukup dingin juga tempat tidur yang tidak seberapa besar itu.

Di luar hujan deras bersahutan dengan suara petir yang menggelegar. Belum lagi AC yang masih menyala membuat suhu ruangan menjadi rendah.

Yasha melirik lagi ke sebelah kanan nya tepat di kursi panjang ada Yasir yang tidur meringkuk seperti janin dalam kandungan menggunakan selimut bulu bermotif macan milik Yasha.

Itu selimut ke empat yang di bawa ke rumah sakit selain selimut motif laut yang sedang dia kenakan sekarang. Setiap Yasha di rawat dia tidak pernah mau memakai selimut rumah sakit, karena bagi dirinya yang ternyata adalah selimut milik sendiri.

Lalu matanya melirik ke tempat ruang depan ada Tara yang tertidur dengan bersandar di meja dengan kondisi laptop masih menyala.

Yasha jadi tidak enak hati, mengira Tara yang sudah lelah dengan pekerjaannya menjadi koas harus ikut menjaga dirinya juga di rumah sakit.

Terakhir Yasha melihat di samping nya, ada Hanna yang tertidur dengan posisi duduk sambil memegang tangan kanannya yang masih di pasangi gips.

Yasha mengusap kepala Hanna membuat Ibu empat anak itu bangun seketika.

Hanna membuka matanya langsung menatap Anak bungsunya dengan pandangan mata yang masih sayu sedikit bengkak.

"Kenapa Dek?"

Tangannya secara refleks mengusap kedua matanya yang masih terasa perih saat di buka.

Dirinya baru bisa tertidur pukul satu. Itupun dengan usaha penuh sebab tidak bisa tenang tidur melihat Yasha yang mengigau terus.

Tingkah Yasha memang tidak ada yang berubah, dia seperti melupakan kejadian saat kecelakaan itu, tapi tidak bisa di pungkiri ketika dirinya terlelap Yasha selalu saja menangis atau teriak dalam tidurnya.

Yasha seperti tidak mau tersentuh seperti dulu saat keluarga nya belum mengetahui soal perundungan itu.

Anak itu masih menutup rapat semua tentang perasaan nya dan ke khawatiran nya. Menganggap akan menambah beban keluarga atau takut kalau keluarga nya akan terlibat masalah besar kalau sampai tau dirinya di rundung.

"Dek, haus atau kenapa adek bangun, ada yang sakit?" Hanna bertanya lagi ketika Yasha yang di tanya hanya diam sembari memperhatikan wajah nya.

"Mih, Yasha pengen di peluk."

Hanna mengerutkan keningnya, aneh tumben sekali subuh-subuh bangun tidur minta peluk.

"Kamu mimpi buruk nak?"

Gema Yasha GemelardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang