memafkan itu indah.

469 67 40
                                    

"Ke rumah sakit aja mau?" Sultan tetap bertanya walaupun dia sendiri tau jawabannya.

Anak di hadapannya itu tetap tidak mau di bawa ke rumah sakit meskipun saturasi oksigen nya rendah juga jantung nya yang masih berdebar dan detak nya tidak beraturan.

Sebenarnya butuh penanganan dirumah sakit yang alat nya memadai tapi kalau memaksakan di saat kondisi si pasien sendiri sedang mengalami panik bukanlah ide yang bagus.

Sultan sudah memberikan pertolongan pertama kepada Yasha, berharap ada perubahan setelah setengah jam berlalu.

Tapi nyatanya Yasha masih merasakan sesak meskipun dia sendiri sudah bernapas di bantu oleh masker oksigen.

"Ya udah kalau engga mau ke rumah sakit, adek harus tenang dulu. Coba ikutin napas kaya kakak gini."

Itu Tara yang memberikan saran, dia sejak tadi juga tidak tenang namun tetap memaksakan diri agar adik nya tidak ikut semakin panik. Tadi sudah mulai tenang tapi tidak tau kenapa jadi panik kembali.

Suara dari luar terdengar samar-samar, membuat Tara semakin penasaran dengan kondisi di luar seperti apa.

"Ma..mih.." Suara pelan Yasha masih tidak berhenti memanggil Hanna.

Tara mengusap kepala Adiknya, rambut Yasha sudah basah oleh keringat padahal suhu ruangan termasuk rendah dengan AC menyala di angka 18°.

"Tenang ya, mamih nanti kesini. Mamih cuman ngobrol doang sama Tante Nisa, adek gak usah mikirin yang aneh-aneh. Tante Nisa kan udah minta maaf sama adek tadi, dia cuman khilaf dek. Gak akan jahat lagi mulutnya." Lagi dan lagi Tara memberikan pengertian kepada adik nya agar membantu menenangkan pikiran Yasha.

Tapi Yasha tetap tidak mau dengar, dalam bayangannya terjadi seperti hari itu dimana cacian dan makian terlontar antara dua sosok yang sangat dia kenal.

Belum lagi ada baku hantam antara Hanna dan Nisa yang sampai saat ini membuat trauma tersendiri kepada dirinya.

"Mamih, sakit.." Yasha mengadu lagi, kali ini dalam baringnya tubuh nya mulai menggeliat gelisah.

Tara menatap kepada Sultan, tidak bisa di biarkan. Kalau seperti ini terus Yasha bisa terkena serangan jantung yang lebih parah.

Sultan pun mengerti, sebagai dokter spesialis penyakit dalam dia tau betul gejala-gejala awal penyakit Yasha.

Anak itu terlihat mual menahan muntah yang mulai mengganggu, lengkap sudah penderitaan Yasha kali ini, serangan panik yang beradu dengan asam lambung dan gejala awal serangan Jantung.

Sultan mengurut pelan dada Yasha memberikan ketenangan sampai anak itu terlihat lebih baik.

"Engga bisa di tunda lagi, kita harus bawa Yasha kerumah sakit." Keputusan final dari Sultan sepertinya tidak bisa di ganggu gugat lagi.

Dia membisikan kata penenang kepada Yasha sampai akhirnya Yasha mengangguk lemah, menurut saat Sultan menggendong nya untuk di bawa ke rumah sakit.

"Ra, minta tolong ganti pakai tabung yang kecil biar mudah di bawa nya." Tara mengangguk, dia itu dokter juga tapi kalau harus menangani Yasha yang sedang mendapatkan serangan seperti ini rasanya Tara jadi lebih bodoh dari biasanya.

Sultan membawa Yasha dalam gendongannya menuju ke luar, Tara membantunya membukakan pintu.

Orang-orang yang sedang beradu argumen seketika berhenti saat melihat Sultan melewati mereka sambil mengucap kata "permisi."

Hanna langsung berdiri dari tempat nya begitupun Yasir mereka bahkan melupakan amarahnya berganti dengan kepanikan apalagi dari dekat wajah Yasha terlihat sangat pucat.

Gema Yasha GemelardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang