8

4K 280 2
                                    

Kedua mata bulat itu dengan perlahan mulai terbuka, tatapan itu mengarah pada tempat yang sekarang ia tinggali. Bau obat-obatan, serta selang infus, ini bukan tempat tinggal tapi rumah sakit, tunggu bagaimana bisa ia berada di sini? Bukankah tadi ia masih berada di luar rumah sakit? Duduk di sudut dengan menyembuyikan wajahnya di sana lalu kenapa sekarang dirinya ada di sini?

Ia berusaha keras untuk memikirkan semuanya, sebelum Nio sadar akan sesuatu hal sekarang ini. Bukan kah tadi saat tengah duduk ia rasakan sentuhan di bahu miliknya sebelum melihat siapa yang datang dan bicara dengannya, pria itu dokter yang dirinya temui sore tadi sebelum ia melupakan semuanya, itu artinya dokter itu yang membawanya kesini bukan? Ia sangat beruntung, karena demi apapun pikirannya fokus pada dua kata sejak berada di luar tadi, yaitu,' gue mati' ia mengira dirinya akan mati karena berada di luar terlalu lama dengan kondisi tubuh lemah tapi nyatanya pria itu datang dan menyelamatkan dirinya.

"Ke mana dokter itu pergi?" ujar Nio pada dirinya sendiri, kenapa ia sendirian lagi di sini? Apa pria itu tengah sibuk melakukan tugasnya sebagai seorang dokter? Ia beruntung, setidaknya sekarang ia merasa hangat dan juga nyaman di sini sebelum besok mencari tempat tinggal tanpa ada uang, ia bingung.

Mungkin besok ia akan kembali tinggal di jalanan lagi? Mungkin jika ada sedikit uang, ia bisa saja melakukan itu semua tapi sekarang uang sedikit pun tak punya. Egonya terlalu tinggi sehingga tak ingin meminta bantuan temannya yaitu Arion, ia merasa segan untuk itu semua sehingga merasakan ini sendirian.

Dulu saat tinggal bersama dengan Herman ia sering melakukan joki tugas untuk teman-teman sekelasnya sehingga mempunyai uang, walau pun tak banyak tapi setidaknya ia tak terlalu merepotkan kekasihnya tapi sekarang? Besok libur, ia tak bisa ke sekolah, ingin mengemis juga itu tak di anjurkan bukan? Selagi mempunyai tangan dan juga kaki ia tak boleh mengemis. Ini adalah titik terendah seorang Nio Vincen, disaat anak muda yang lainnya masih bisa bersenang-senang, ia malah merasakan ini semua.

"Sejak kapan kamu bangun?" tanya dokter Farhan yang baru saja kembali dari luar, ia meletakan bungkus makanan dari apartemennya tadi sebelum berjalan kearah pemuda yang belum ia ketahui namanya itu.

"Anjing! Kaget!" seru Nio saat mendengar suara tiba-tiba, ia tengah fokus berpikir sejak tadi tapi malah ada suara seseorang, membuatnya terkejut bukan main.

"Masih panas," ujar dokter Farhan setelah meletakan tangan miliknya ke dahi pemuda itu, mengabaikan kata keramat yang keluar dari mulut pemuda itu dengan mudahnya tadi.

"Kamu maag dan darah rendah tapi masih tak makan apapun itu? Kamu ingin mati? Patah hati itu hal yang biasa, tapi bodoh karena cinta itu pengecut. Hanya karena patah hati kamu melampiaskan itu semua pada tubuh kamu? Ingat saat kamu sendirian hanya tubuhmu yang mau bersama denganmu, bisa-bisanya kamu menyakiti dia," ujar dokter Farhan, ia tak tahan ingin marah-marah pada pemuda itu sekarang, dirinya merasa itu harus di katakan, urusan pemuda itu marah nantinya ia tak peduli, sudah terbiasa juga melakukan hal ini.

"Gue tau kalo gue punya maag sama darah rendah, makan telat dikit sama begadang dikit udah mau pingsan rasanya. Tapi gimana gue mau makan anjir! Gue nggak punya uang buat beli makan, tidurpun nggak nyaman karena di luar kalo di rumah mah udah lama gue tidur, tapi sayangnya gue nggak punya tempat tinggal," ujar Nio apa adanya, ia selalu menerima setiap nasehat yang orang berikan, karena selama ini tak ada yang memberinya itu semua maka dari itu saat mendengar orang memberinya nasehat, ia begitu menerimanya dengan sangat-sangat baik.

"Jadi selama ini kamu tinggal di luar?" hanya pertanyaan itu yang keluar sekarang, karena demi apapun dokter Farhan sama sekali tak menduga jawaban itu akan pemuda itu berikan padanya.

"Selama ini gue tinggal sama pacar gue. Eh dulu saat di buang orang tua gue, gue tinggal di panti asuhan, cuman di sana rasanya kurang nyaman banget sampe pas punya pacar gue langsung setuju aja buat tinggal sama dia, cuman sekarang kami udah putus jadi gue nggak punya tempat tinggal," ujar Nio jujur, ia sama sekali tak ingin berbohong pada pria yang sudah membantunya tadi, mungkin tanpa pria itu ia sudah mati di sana tadi.

Dokter Farhan terdiam mendengar itu semua, masalahnya cukup serius. Ia tak tahu ingin mengatakan hal apa sekarang, karena semuanya cukup mengejutkan. Bagaimana pun ia tak tahu rasanya menjadi pemuda itu jadi dirinya tak ada hak apapun untuk memberi komentar pada pemuda itu.

"Melihat kamu harus minum obat saat sadar dari pingsan, saya sempat membuatkan kamu bubur. Kamu bisa memakannya dulu selagi menunggu pagi agar ada orang yang menjual makanan, sekarang masih jam dua dini hari, tak mungkin ada penjual," ujar dokter Farhan, mengalihkan pembicaraan sekarang karena ia tak ingin membuka luka pemuda itu untuk sekarang, dia sedang sakit.

"Buat gue semua?" tanya Nio saat melihat dokter itu mengeluarkan wadah berisi banyak bubur yang cukup menggiurkan, mungkin karena ia merasa lapar sehingga ini semua sampai terjadi.

"Iya, saya sudah makan salad sebelum datang kerumah sakit dan bertemu dengan kamu tadi," ujar dokter Farhan dengan memberikan makanan itu untuk pemuda itu, yang langsung di terima dengan baik oleh Nio.

"Makasih om dokter, nanti setelah makan gue mau nanya sesuatu sama lo," ujar Nio dengan menyantap makanan miliknya sekarang, membuat dokter Farhan menganguk dengan menyiapkan obat yang harus pemuda itu makan nantinya.

Dokter Farhan sama sekali tak merasa keberatan di panggil om dokter karena memang jarak umur mereka cukup jauh, ia tak ingin memaksakan keinginannya pada anak muda yang memang seharusnya memanggilnya om, walau pun itu terkesan cukup aneh untuknya.

"Ini lo yang masak buburnya?" tanya Nio di sela-sela makannya, ia ingin tahu siapa yang memasak bubur yang menurutnya enak ini.

"Saya yang memasak buburnya," ujar dokter Farhan jujur, jika pemuda itu merasa tak suka maka itu haknya, yang terpenting ia sudah membuatkan makanan.

"Enak, ini pertama kalinya gue makan bubur karena biasanya gue nggak napsu liat buburnya. Tapi liat punya lo, gue bernapsu," ujar Nio jujur, ia tipe pemuda yang mementingkan penampilan, jika penampilan makanannya kurang menarik ia tak berani memakannya, mungkin hanya dirinya yang seperti ini.

Bersambung...

Votmen_

Om Dokterku! {BXB} END✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang