32

2.5K 218 10
                                    

Pintu itu terbuka sebelum tubuh kecil itu terdorong masuk kembali kedalam.

Bugh!

Nio meringis saat merasakan tubuhnya jatuh dengan sangat tragis ke lantai, tatapan itu mengarah pada beberapa orang yang tengah tersenyum miring padanya, ia kurang tahu siapa orang-orang ini karena selama ini walaupun tinggal di sini ia kurang tahu tentang orang-orang yang ada.

"Lo tau kita?" tanya orang itu, suaranya terdengar sangat berat dan juga menyeramkan untuk Nio, tampangnya juga menyeramkan.

"Kalo gue tau lo siapa, mana mungkin gue diem aja sejak tadi. Mau lo apaan sih? Kalo pengen bercanda-canda nggak gini juga caranya! Badan gue sakit gara-gara kalian, apa ini penyambutan yang kalian lakukan pada orang baru?" ujar Nio marah, jelas saja marah karena saat pertama kali tinggal di sini mereka semua tak terlihat sama sekali, tapi sekarang setelah tinggal selama seminggu mereka malah melakukan hal ini?

Salah satu dari mereka tersenyum miring sebelum berjongkok hingga posisinya terlihat sangat dekat dengan Nio yang masih ada di posisi yang sama, tangan itu mencengkam rahang Nio dengan kasar membuat pemuda itu meringis pelan merasakan sakit dipipinya saat ini.

"Lo caper banget tau nggak sih? Udah ngehomo terus putus malah deketin dokter Farhan. Niat lo ketebak banget! Dokter Farhan cuman baik karena dia tuh dokter, bukan narik lo buat ngejar dia! Cukup lo aja yang ngehomo terang-terangan, jangan bawa-bawa dokter Farhan! Lo bisa bahayain dia sebagai seorang dokter kalo gitu caranya! Ingat dia cuman kasihan sama lo jadi stop caper sama dia! Gue sebagai pasien tetap dia nggak suka sama kehadiran lo,"

Nio bisa melihat emosi di dalam setiap perkataan itu, dan ia yakin jika pria di depannya sekarang mempunyai penyakit mental yang luar biasa, sehingga menganggap orang yang dekat dengan dokter Farhan akan membahayakan pria itu, jujur ia sendiri bingung bagaimana cara mengatasi ini semua terlebih orang ini membawa teman sedangkan dirinya sendirian.

"Akh! L-lo salah! Gue emang akh! D-deket sama dia tapi bukan berarti semua yang lo bilang itu bener, gue cuman pasien dia doang yang sama kayak lo!" ujar Nio berbohong, rasanya sangat sakit saat pria itu beralih mencekik lehernya dengan kuat, ia hanya bisa menahan tangan itu saja agar tak terlalu kencang mencekik dirinya, demi apapun napasnya mulai terdengar pelan, tapi tangan itu malah semakin mengencang.

Bugh!

"Hah! Hah! Hah! Bangsat lo! Sakit jiwa lo! Lo terlalu terobsesi sama dokter yang ngerawat lo anjir! Lo gila! Ini nggak bener! Dengan lo ngelakuin ini bisa aja dokter Farhan jadi nggak suka sama lo!" ujar Nio saat berhasil menendang pria itu dengan sisa tenaganya sekarang, tatapan itu mengarah pada pria yang terduduk itu.

Wajah itu terlihat sangat tak takut sama sekali, bahkan sekarang mereka tertawa mendengarnya.

Suara dering handphone terdengar, membuat kepala itu langsung melihat kearah sana, ia tersenyum saat melihat nama dokter Farhan tertera di sana, itu artinya pria itu tahu jika ini dirinya bukan? Nio tersenyum, walaupun tenggorokannya terasa sangat sakit, tapi ia masih bisa berjalan ke arah telpon yang berbunyi tadi, sebelum mengambil dan menekan tombol angkat di sana.

Bugh!

"Bangsat! Matiin telponnya!"

Nio kembali meringis saat tubuhnya jatuh di atas lantai yang sangat keras, perutnya terasa sangat sakit dan juga perih saat ini. Sial! Ia terkena pinggiran meja! Pantas saja rasanya sakit.

"Lo berani sama gue hah? Hahahahaha! Lo sendirian! Nggak ada yang bakalan datang buat bantuin orang kayak lo! Penyakit homo lo itu nular! Lebih baik di basmi sekarang juga!"

Nio terbatuk, perutnya di tekan, rasanya sangat sakit! Kedua mata itu memerah, pria itu memang ingin membunuhnya, memukul tubuh kecilnya dengan sangat keras seakan-akan dirinya samsak yang bisa mereka gunakan sesuka hati mereka.

Ia hanya bisa menutup kedua matanya merasakan tubuhnya terus saja di pukul, mungkin dokter Farhan akan menjadi cinta terakhirnya. Pantas saja selama tinggal bersama dengan pria itu ia merasa senang, mungkin karena hal ini. Ingin sekali ia mengatakan semuanya pada dokter Farhan, tapi sepertinya itu semua tak bisa dirinya lakukan sekarang.

Brak!

Terdengar suara tendangan di pintu, membuat Nio tersenyum dengan mulut yang mulai mengeluarkan darah, sebelum ia tak tahu apa-apa lagi.

****

"El! Gue butuh banget bantuan lo kali ini plis! Tadi Nio nelpon gue dan pas mau gue angkat sambungannya mati. Setelah gue hubungin balik, ternyata suara orang lain terdengar. Suaranya penuh dengan amarah, plis bantuin gue datang ke sana. Gue bakalan segera pulang tapi butuh waktu, gue mohon sama lo El!"

Melviano terdiam mendengar itu semua, apa yang barusan Farhan katakan cukup membuatnya merasa takut dan juga merinding di saat bersamaan, ingatan kembali pada kejadian di mana Arion berniat bunuh diri, ia takut dan cemas sehingga sekarang saat mendengar ini semua ia langsung menatap kearah istrinya yang tengah serius menonton tayangan televisi setelah muntah hebat.

"Sayang? Mas keluar sebentar ya? Kamu ingin di belikan apa? Tiba-tiba saja mas ingin makan martabak telor," ujar Melviano bohong, ia takut si manis cemaa sehingga berakibat fatal untuk kandungannya.

"Eh? Aku titip apa aja deh yang penting makanan, bentar aja ya perginya? Nanti aku mual lagi," ujar Arion dengan tatapan memohon, demi apapun hanya suaminya yang bisa membuat anak mereka tenang, jadi dirinya sangat bergantung pada pria itu.

"Baik lah sayang," ujar Melviano segera beranjak dari sana, karena ini pasti sangat penting terlebih tadi Farhan terdengar sangat panik, untung saja ia tahu dimana tempat pemuda itu tinggal.

Ia sempat menelpon seseorang selama perjalanan ke sana, sebelum sampai di tempat itu. Dirinya terdiam melihat bangunan yang bisa di bilang kurang layak itu, ia berjalan masuk sebelum menendang pintu itu.

Tatapan kedua matanya mengarah pada seorang pemuda yang sudah menutup kedua matanya, dengan darah yang keluar dari mulutnya. Ia tersenyum saat melihat tiga orang itu menatap kearahnya.

"Kalian sedang main apa?" tanya Melviano, ia tahu orang-orang berpribadian sakit ini pasti akan membunuhnya juga jika sampai melakukan hal yang membuat mereka marah.

"Dia! Dia mau ambil dokter Farhan kami! Mau bikin dia ngehomo juga! Kami nggak mau!"

Melviano tersenyum paksa, ia bisa melihat wajah pemuda itu sangat memprihatinkan saat ini.

"Kalian bisa pulang, nanti aku mau main sama dia juga," ujar Melviano, mereka beranjak dari sana dengan senyuman senang, membuat ia berlari masuk kearah pemuda itu sebelum mengangkat tubuh penuh darah itu. Demi apapun ini seperti deja vu baginya, dimana Arion berada di dalam gendongabnya penuh dengan darah.

Bersambung..

Votmen_

Om Dokterku! {BXB} END✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang