37

2.5K 221 2
                                    

Dokter Farhan masih berada di posisi yang sama, yaitu merebahkan kepalanya di dekat tangan pemuda itu. Rasanya nyaman saat melakukan ini semua, rasa cemas yang ada di dalam hatinya sedikit berkurang saat ini walaupun tak bisa membuatnya tenang sepenuhnya tapi setidaknya itu semua bisa sedikit meringankan beban yang ada di dalam hatinya. Sebagai dokter ia tentu tahu kemungkinan yang akan terjadi jika sampai Nio masih belum bangun hingga saat ini juga, dan itu akan sangat menyakiti dirinya.

Luka di tubuh itu memang tak terlalu serius tapi jika keinginan pemuda itu untuk sadar tidak ada sama sekali, maka itu semua tak ada gunanya. Ia takut, walaupun sebagai seorang dokter itu semua tak seharusnya ia pikirkan tapi jika ini menyakut seseorang yang sangat berarti untuknya maka semuanya bisa saja terjadi bukan?

"Nio ..." suara itu terdengar sangat serak sekarang, terlihat sekali jika pria itu berusaha menahan diri untuk tak menangis, walaupun susah. Tapi dokter Farhan tak akan pernah mau menangis, umurnya tak memperbolehkan dirinya melakukan hal ini.

Kedua mata itu mulai tertutup, selama beberapa hari ini ia kurang tidur karena banyak hal yang harus di lakukan di rumah sakit yang ada di luar kota, sehingga sekarang saat kembali ke sini keadaan memaksanya untuk terjaga juga, rasanya sangat melelahkan. Tuntutan pekerjaan mengharuskan dirinya melakukan itu semua sehingga saat ini semua terjadi ia sama sekali tak ada persiapan untuk menghadapi semuanya sendirian.

Beberapa saat kemudian, tangan itu mulai bergerak dengan pelan di susul dengan kedua mata bulat itu mulai terbuka secara perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam mata miliknya sebelum mata itu tertutup kembali saat merasakan perih karena matanya belum siap menerima semuanya bersamaan.

Desisan lirih terdengar saat Nio merasakan sakit di kepalanya sekarang, kedua mata bulat itu mulai terbuka kembali sebelum mengedar menatap ruangan di mana dirinya tengah berada saat ini.

"R-rumah ... s-sakit?" ujar Nio sangat pelan, ia berusaha mengingat apa saja yang sudah terjadi sehingga ia bisa berada di sini, sebelum ingatan itu kembali membawa dirinya pada kejadian di mana ada tiga orang pria memukuli tubuhnya seakan-akan ia mainan yang sangat menyenangkan untuk di pukuli.

Ia hanya mengingat suara pintu terbuka dengan sangat kasar saja sebelum semuanya menjadi gelap dan dirinya tak tahu apa-apa setelah itu semua. Kedua mata itu kembali menutup merasakan sakit di seluruh tubuhnya saat ini, rasanya sangat menyakitkan tapi tak sesakit semalam.

Kedua mata bulat itu kembali terbuka sebelum terdiam saat melihat satu hal yang cukup menarik untuk dirinya lihat, ada kepala seorang pria tengah menyandar dengan nyaman di tangan miliknya, itu pasti terasa sangat tak nyaman untuk pria yang melakukan hal itu, berbeda dengan apa yang dirinya lihat. Pria itu terlihat memakai jas seorang dokter, mungkinkah ini dokter yang merawatnya sekarang? Tapi kenapa dia bisa tertidur di sini?

Tunggu, kacamata. Nio ingat siapa dokter yang memakai kacamata di sini, tapi mungkinkah itu memang dokter Farhan? Tapi bukan kah pria itu sedang berada di luar kota untuk melakukan tugasnya? Apa ia terlalu rindu sehingga melihat semua dokter sama dengan seseorang yang sangat ia cintai sampai detik ini?

Tatapan itu terus terkunci pada seorang dokter yang tengah merebahkan kepalanya di tangan miliknya, ia merasa penasaran siapa dokter ini? Jika itu memang dokter Farhan, kapan dia kembali? Bukankah dia di sana selama dua bulan lebih? Lalu kenapa pria itu ada di sini sekarang?

"Er ..." terdengar suara lirih dari sana sebelum kepala itu mulai terangkat, membuat tatapan Nio terkunci pada wajah pria yang mungkin belum sadar jika ia sudah memerhatikan dia sejak tadi.

Dia ... dia memang dokter Farhan, pria yang selama seminggu ini selalu ada di dalam pikirannya, memikirkan apa pria itu sudah makan? Apa dia baik-baik saja di sana? Bagaimana tidurnya di sana sudah cukup baik atau kurang tidur seperti biasanya, semua itu selalu ia pikirkan sampai sekarang dengan kedua mata bulatnya sendiri, ia melihat pria itu tengah melihat ke arahnya juga, tatapan mereka bertemu setelah sekian lama tak saling melihat seperti ini.

Nio rindu dengan tatapan ini, rindu dengan wajah ini, rindu tentang semua hal yang menyangkut pria itu, semuanya selalu ia rindukan selama seminggu belakangan.

Dokter Farhan terdiam saat tatapan miliknya bertemu dengan tatapan kedua mata bulat itu, sejak kapan Nio sadar? Kenapa ia tak tahu akan ini semua? Lihat wajah itu, mata bulat itu, semua hal yang selama beberapa hari ini ingin ia lihat, bisa dirinya menikmati sekarang.

Dengan gerakan cepat dokter Farhan langsung beranjak dari kursi yang sejak tadi ia duduki, sebelum memeriksa kembali semua hal yang ada di sini sebelum meraih tangan pemuda itu untuk ia periksa dengan baik.

"Apa sakit? Katakan pada saya di mana yang sakit biar nanti bisa di kasih obat," ujar dokter Farhan dengan menatap kedua mata bulat itu kembali, ia sudah mengatakan akan menjaga pemuda itu dengan sangat baik saat dia bangun bukan? Maka itu yang sekarang ia lakukan, dirinya ingin pemuda itu merasa nyaman tanpa rasa sakit sedikitpun.

Kedua mata bulat itu berkaca-kaca, sedikit tak menyangka akan bertemu kembali dengan pria yang ia cintai, ah sangat dirinya cintai melebihi dirinya sendiri.

"Ini beneran lo kan? Gue kira setelah kejadian itu kita nggak bisa ketemu lagi! Bangsat banget! Mereka keroyokan anjir," ujar Nio dengan tangisan pelan, kemarin ia sudah sangat pasrah jika nanti akan mati pada akhirnya walaupun belum sempat mengatakan perasaannya secara langsung tapi setidaknya ia bahagia bisa mencintai pria itu.

Dokter Farhan tersenyum, ia mendekat sebelum memeluk tubuh pemuda itu dengan pelan, mengelus punggung bergetar itu. Ia tahu pasti Nio merasa sangat takut karena berurusan dengan orang yang mempunyai gangguan jiwa bukan orang biasa.

"Nggak papa, kamu tenang dulu ya? Untungnya kemarin saya sempat menelpon kamu kembali sehingga bisa tahu apa yang tengah terjadi di sana walaupun tak bisa secara langsung menyelamatkan kamu, tapi setidaknya saya meminta Melviano datang ke sana agar bisa melihat keadaan kamu," ujar dokter Farhan, ia tak bisa membayangkan jika sampai Melviano tak bisa di hubungin kemarin, pasti sekarang mereka tak akan bisa bertemu.

"Lakinya Arion?" tanya Nio, ia tak menduga itu sama sekali karena suami temannya itu cukup menyeramkan baginya, ternyata orang itu sudah menyelamatkan dirinya, nanti saat sudah sembuh nanti ia harus datang kerumah temannya itu untuk mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.

Bersambung....

Votmen_

Om Dokterku! {BXB} END✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang