13

3.3K 228 1
                                    

Kedua mata bulat itu sibuk menatap kearah samping, kanan dan juga kiri bergantian untuk melihat apa saja yang baru saja mereka lewati sekarang, ia sudah memutuskan untuk ikut bersama dengan dokter Farhan selagi menunggu kondisinya jauh lebih baik lagi, mungkin nanti setelah semuanya membaik maka ia akan mencari kerjaan sekalian melakukan kebiasaan lamanya yaitu menerima joki tugas dari teman sekelasnya, lumayan satu orang 20 ribu kalau yang ikut 10 orang? Bisa 200 ribu, ia memang memberi harga murah itu pun sesuai sama kesulitan pekerjaannya.

Ia pernah mendengar jika sesuatu yang bisa kita lakukan maka bisa saja menjadi cuan dan dirinya melakukan itu semua, menjual kepintarannya sendiri untuk bertahan hidup di dunia yang sangat kejam ini.

"Apa kamu masih merasa pusing atau sudah tak pusing lagi?" tanya dokter Farhan saat melihat pemuda itu hanya diam saja sejak tadi, padahal mereka terus saja bicara dari tadi tapi sekarang? Rasanya aneh melihat pemuda itu hanya diam saja.

"Hah? Oh masih kleyeng-klyeng dikit sih cuman nggak separah tadi, mungkin efek darah rendah gue, lo mau kemana? Bukannya apartemen barusan kita lewati?" ujar Nio, walau pun matanya sibuk menatap kearah lain dengan pikiran mengarah pada apa yang ia lakukan dulu, tapi fokusnya masih ada sehingga ia sadar mereka baru saja melewati apartemen, di sini hanya ada satu gedung apartemen dan itu sudah mereka lewati beberapa saat yang lalu.

"Ke indomaret sebentar, semua bahan makanan di apartemen saya habis. Saya jarang ke pasar untuk membeli bahan yang mungkin akan lebih murah lagi karena jauh, lebih baik ke tempat yang dekat biar lebih mudah lagi," ujar dokter Farhan dengan menatap kearah samping di mana ada pemuda itu berada sekarang ini.

"Kamu tak masalah ikut saya sebentar? Atau ingin menunggu di sini sebentar? Saya akan cepat membeli semuanya, takutnya kamu merasa lelah karena perjalanannya cukup lama untuk orang yang sedang sakit," ujar dokter Farhan, ia lupa untuk mengatakan jika pemuda itu menunggu di sana saja, terlalu asik berjalan bersama dengan Nio. Jujur saja selama ini ia selalu melakukan hal sendirian, sehingga sekarang saat ada seseorang yang menemani dirinya ia merasa senang.

"Gue tunggu di sini aja, kebetulan ada kursi juga. Badan gue lemah banget sekarang, ini lah kalo punya tubuh lemah, sakit dikit nggak bisa gerak bebas," ujar Nio dengan mengambil tempat duduk yang ada di sana, membuat dokter Farhan menganguk sebelum beranjak dari sana sekarang ini, pria itu ingin segera membeli sesuatu yang ia butuhkan sebelum kembali pulang agar pemuda itu bisa beristirahat dengan sangat baik.

****

Nio menunduk, menatap kearah pakaian sekolahnya sekarang. Sejak tadi sore sampai sekarang saat sudah mulai pagi kembali, ia masih mengenakan pakaian yang sama, yang membedakan sekarang ia bisa lebih baik lagi dari tadi. Walau pun rasa pusing masih tetap ada tapi setidaknya ia merasa lebih aman karena ada dokter Farhan akan menjaganya dengan baik, dirinya tak perlu merasa takut akan semuanya lagi.

Terdengar suara motor berhenti di depannya membuat Nio mendongak sebelum terdiam saat melihat seseorang yang ingin ia hindari selama beberapa hari ke depan ada di hapannya sekarang, ia menatap kearah lain agar pria itu tahu jika dirinya sedang tak ingin di ganggu.

"Lo kemana aja? Lo nggak tau betapa khawatirnya gue sama lo hah? Kekanak-kanakan boleh tapi nggak gini juga caranya! Lo tau? Gue sampe dateng kerumah Arion malem-malem buat nanyain lo ada di sana atau nggak tapi Om Melviano bilang lo nggak ada di rumahnya. Sejak tadi gue sibuk cariin lo tapi lo nya malah diem aja disini?" tanya Herman tak habis pikir dengan tingkah Nio padanya, memang tadi sore mereka sempat bertengkar dan ia membiarkan pemuda itu tenang lebih dulu lalu mereka akan membicarakan semuanya kembali, tapi lama menunggu pemuda itu tak kunjung pulang sehingga dirinya harus mencari di mana keberadaan Nio, biasanya jika bertengkar pasti mereka akan bicara walau pun sama-sama emosi, tapi sekarang?

"Gue nggak minta lo buat cariin gue, lo bisa seneng-seneng sama pacar lo di luar sana. Kenapa harus repot-repot cariin gue? Kelihatan banget kalo lo emang maruk, semuanya mau," ujar Nio tanpa menatap kearah depan, ia tahu jika sampai menatap pria itu pasti dirinya akan menangis nantinya, ia benci terlihat lemah di hadapan Herman.

"Lo bilang itu semua secara sepihak tadi sore, jadi sekarang kita bicarain semuanya lagi tanpa harus pake emosi. Kita perjelas semuanya lagi biar lo nggak salah paham mulu dan berakhir kek gini," ujar Herman dengan mengambil tempat duduk di samping Nio sekarang, tangan itu meraih tangan pemuda yang sangat mencintainya sampai detik ini.

Membuat Nio langsung menarik tangannya dengan sangat kasar, sekarang setelah dirinya sudah lebih baik pria itu kembali datang dan membasahi lukanya kembali. Rasanya sangat muak melihat wajah yang dulu hanya untuknya sekarang begitu banyak orang yang kedua mata itu tatap dengan minat, bukan hanya dirinya saja.

"Bicara aja, nggak perlu pegang tangan gue segala," ujar Nio dengan menatap kearah lain sekarang, ia tak ingin menatap wajah itu sekarang, ia akan jatuh lagi nanti.

"Lo kenapa tiba-tiba pengen putus? Selama ini lo tahu sendiri gimana gue kan? Gue kira lo bakalan ngerti itu semua, gue gampang bosen dan gampang muak maka dari itu biar lo nggak sakit gue mencari orang lain di luar sana jika nanti gue udah nggak bosen maka kita akan kembali kayak dulu lagi," ujar Herman dengan mengatakan itu semua.

Nio tertawa mendengar itu semua bahkan sampai memegang perutnya, " kenapa gue pengen putus? Karena gue capek liat kelakuan lo anjir! Masa lo nggak ngerti sih? Gue udah usaha buat ngerti dan berharap kebiasaan lo itu menghilang karena bagaimana pun gue juga ngerasa sakit ngeliat lo kayak gitu. Lo bayangin aja kalo gue ngelakuin hal yang sama juga," ujar Nio dengan menatap kearah pria yang sangat ia cintai dulu, sampai sekarang mungkin?

"Intinya setiap masalah nggak harus putus solusinya,"

"Lo egois! Lo tau kalo gue nggak suka berbagi kan? Tapi kenapa lo malah ngelakuin hal itu terus-terusan? Anjing lo! Gue udah muak semuak-muaknya sama lo! Pergi! Gue nggak mau ketemu sama lo lagi," ujar Nio dengan berdiri dari tempat duduknya walau pun rasanya mau jatuh sekarang ini.

"Lo tenangin diri lo dulu biar nanti lo bisa paham dengan apa yang gue katain, bicara sama lo mode kekanak-kanakan gini bikin capek aja,"

Nio hanya diam melihat pria itu pergi, bahkan Herman tak menanyakan hal tentangnya sekarang, pria itu hanya fokus pada apa yang dia inginkan saja.

Bersambung..

Votmen_

Om Dokterku! {BXB} END✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang