3

5.1K 295 3
                                    

Kedua mata itu hanya memerah, karena demi apapun ia tak suka terlihat lemah setelah apa yang terjadi sekarang, rasanya sakit tapi jika ia terus bertahan maka rasanya akan lebih menyakitkan lagi.

"Nio! Tungguin gue!"

Nio terdiam saat mendengar suara Arion, ia tersenyum getir saat tahu jika ternyata Herman tak mengejar dirinya setelah apa yang sudah terjadi tadi, mungkin saja pria itu memang ingin mereka berdua berpisah? Dulu mereka begitu memperjuangan cinta mereka bahkan sampai rela LDR karena hukuman tapi sekarang semuanya hancur berantakan, nyatanya jika memang mereka bukan di takdirkan bersama selama apapun bertahan pasti ini semua akan terjadi cepat atau lambat.

Pilihannya ternyata benar, menyerah lebih baik dari pada bertahan dengan seorang pria yang sama sekali tak memperdulikan dirinya. Ia membalik tubuhnya agar bisa menatap kearah teman satu-satunya yang terlihat sangat khawatir sekarang, ini semua memang bisa saja terjadi karena Arion melihat sendiri apa yang sudah terjadi tadi, wajar sekarang temannya itu datang.

"Lo harus cerita sama gue tentang semuanya! Gue tau seberapa besar cinta lo buat Herman, dan sekarang lo nyerah? Kenapa? Lo pasti ada alasan kuatkan? Jika lo emang butuh temen cerita, gue siap dengerin kayak biasanya!"

Nio tersenyum mendengar itu semua, ia tak salah berteman dengan Arion selama ini karena dia selalu mengerti apa yang ia rasakan.

"Gue nggak papa kok Ar, cuman butuh sedikit waktu buat sendirian aja sekarang. Nanti kalo emang gue udah siap cerita, gue bakalan cerita kok sama lo! Lo tenang aja ya? Kalo gue pengen pasti nanti cerita, cuman nggak sekarang," ujar Nio, ia memang sangat ingin bercerita terlebih pada Arion yang tahu semua hal yang selama ini terjadi pada dirinya dan juga Herman, tapi sayangnya sekarang bukan waktu yang baik karena temannya itu tengah mengandung, ia tak ingin Arion ikut berpikir keras sehingga berdampak pada kehamilannya, lebih baik ia menyimpan semuanya sekarang dari pada harus membahayakan orang lain karena masalahnya.

"Lo yakin nggak papa? Gue bisa dengerin cerita lo sekarang kalo mau," ujar Arion kembali, ia takut temannya itu sedih terlalu lama sehingga membuat kondisinya tak baik, karena Nio sering sakit.

"Gue nggak papa Ar ... yakin sama gue ya? Lo pulang aja sekarang, laki lo pasti udah nungguin di luar, lo harus banyak istirahat sekarang sama habisin waktu sama keluarga lo. Jangan terlalu mikirin masalah gue sekarang, lo fokus aja sama kehamilan lo." ujar Nio sebelum beranjak dari sana lebih dulu, ia tak ingin terlalu berlama-lama bersama dengan temannya itu sehingga semuanya akan ketahuan nantinya.

Ia berjalan kearah belakang sekolah untuk menenangkan pikiran lebih dulu, bodoh amat jika nanti gerbangnya sudah di tutup karena demi apapun dirinya bingung harus kemana sekarang. Selama ini Nio selalu tinggal bersama dengan Herman di apartemen pria itu, dan tak pernah kembali lagi ke panti asuhan karena disana terasa aneh dan juga tak nyaman, sampai sekarang dirinya bingung harus kemana saat masalah ini datang.

"Mungkin setelah ini gue bakalan jadi gelandangan di jalan, karena selama ini gue cuman punya Herman di dalam hidup gue. Gue capek kalo harus bertahan dan ngertiin dia, nunggu dia kembali lagi kalo rasa bosennya udah hilang. Gue kira kalo bosen sama pasangan itu, ya habisin waktu bersama terus biar rasa bosen itu hilang, bukan cari orang baru di luar sana. Gue juga bingung kenapa dia mudah banget bosenan, sedangkan gue selalu cinta dan cinta mulu sama dia tanpa ada rasa bosen sedikitpun. Mungkin cinta gue terlalu besar buat dia sampai ini semua terjadi," ujar Nio, ia kembali memikirkan semuanya sekarang.

Selama ini setiap kali Herman bosan pasti dirinya yang harus mengalah dan menunggu sampai pria itu kembali bersama dengannya, tapi sekarang tidak lagi. Ia tak ingin menjadi bodoh terlalu lama setelah apa yang terjadi selama ini, cukup dulu ia bodoh dengan cintanya sendiri sehingga tutup mata tentang semuanya, tapi tidak untuk sekarang.

"Cinta ternyata nggak seindah itu anjir! Kalo gini caranya mendingan gue nggak kenal sama cinta-cinta tai kek gini! Capek banget, di buang orang tua sendiri, tinggal di panti asuhan yang keras, cinta banget sama orang eh orangnya bangsat! Gini amat hidup gue, kalau tau gini mendingan dulu nggak lahir aja gue! Orang tua anjing! Mau nya ngewe sama ngent*tnya doang, giliran punya anak nggak mau rawat," ujar Nio, ia kembali mengingat semua rasa sakitnya selama ini saat ini semuanya terjadi, rasanya ia di tampar oleh kenyataan terus menerus.

Ia beranjak dari sana setelah mengatakan itu semua, rasanya cukup puas sudah mengeluarkan semuanya tanpa tersisa apapun walau pun rasanya masih sangat menyakitkan.

Nio berjalan, gerbang sekolahnya belum tertutup sekarang jadi ia bisa keluar dengan mudah dan mencari ketenangan lain di luar sana, karena ia tak ingin kerasukan jika tetap di tempat sepi seperti tadi, lebih baik menjadi orang gila di tengah jalan dengan bicara sendiri dari pada tetap berada disana.

Tatapan itu mengarah pada beberapa orang yang melewati dirinya sekarang, sebelum ia terdiam saat melihat seorang pria baru saja melewati dirinya, ia berjalan cepat sebelum menarik jas putih yang pria itu kenakan sekarang.

"Om!" ujar Nio dengan memanggil seorang pria yang tengah mengenakan jas dokter sekarang, ia ingin bertanya satu hal pada dokter itu walau pun rasanya aneh menghentikan orang di tengah jalan seperti ini.

"Kenapa?" tanya pria itu, tatapannya terlihat sangat bingung saat melihat seorang pemuda yang masih mengenakan seragam sekolah, menghentikan dirinya di pinggir jalan seperti ini.

"Lo punya obat buat sembuhin sakit hati nggak?" tanya Nio, seorang dokter selalu mempunyai obat untuk setiap rasa sakit bukan? Maka sekarang ia bertanya apakah ada obat untuk rasa sakit yang ada di dalam hatinya sekarang atau tidak, karena demi apapun rasanya tak nyaman saat mengingat semuanya.

"Hah?" terlihat pria dewasa itu bertambah bingung mendengar pertanyaan itu barusan, obat untuk menyembuhkan rasa sakit? Pemuda di hadapannya sekarang tengah patah hati? Anak muda sekarang memang sangat luar biasa, patah hati dengan begitu mudahnya.

"Anjir! Lo budek?" tanya Nio dengan tatapan sinis miliknya, ia semakin badmood saat dokter itu tak mengerti tentang apa yang ia katakan tadi, memang setiap pria itu sama saja! Tak peka dan menyebalkan! Rasanya ingin sekali ia memukul pria di depannya sekarang juga untuk melampiaskan rasa kesalnya barusan.

Bersambung...

Votmen_

Om Dokterku! {BXB} END✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang