19

2.9K 228 1
                                    

Setelah masakan yang sejak tadi ia rencanakan sudah selesai semua, Nio segera mengambil itu semua dan menatanya di atas meja makan yang ada di sana, walaupun terbilang cukup kecil tapi apartemen ini sangat sempurna semua hal ada dan tertata dengan sangat baik sehingga membuat siapa saja yang melihatnya pasti akan kagum seperti dirinya saat pertama kali datang ke sini.

Nio tersenyum saat melihat semua hasilnya terlihat sangat baik sekarang, jika urusan memasak maka ia sangat pandai untuk itu semua hanya saja dirinya malu jika harus menjual apa yang ia masak, takutnya tak sesuai dengan selera mereka. Katakan lah ia takut mencoba hal-hal baru. Pemuda itu kembali berjalan kearah ruang tengah di mana ada dokter Farhan masih dalam posisi yang sama, ia tersenyum melihat pria itu terlihat sangat tenang dalam tidurnya walau pun tengah sakit sekarang, rasanya sangat luar biasa bisa melihat dokter sakit bukan? Karena setiap harinya seorang dokter selalu merawat semua orang tapi lupa untuk merawat dirinya sendiri.

"Ibu ... Farhan sakit ..."

Nio tertegun saat mendengar itu semua sekarang, walau pun sangat pelan tapi ia masih mendenger dengan jelas apa yang dokter Farhan katakan tadi. Sudah sangat dewasa tapi seorang anak yang dekat dengan kedua orang tuanya pasti membutuhkan mereka saat tengah sakit, ia tak mengira itu semua. Ini pasti sering terjadi saat pria itu tengah sakit seperti ini, ia bisa menjamin itu semua.

Ini sangat berbeda dengannya, karena ia tumbuh memang tanpa tahu siapa kedua orang tuanya sehingga perasaan ini tak mungkin ada padanya, jauh dari dokter Farhan yang mungkin dekat dengan orang tuanya.

"Om ... om dokter ... bangun ..." ujar Nio dengan sangat pelan saat merasa dokter Farhan sudah berhenti bicara dalam tidurnya, mungkin karena terlalu panas sehingga membuat pria itu sampai mengigau dalam tidurnya.

"Om ..." ujar Nio kembali, ia tak tahu bagaimana cara memanggil pria itu sehingga memutuskan untuk memanggilnya om, karena memang usia mereka sangat jauh bukan? Jadi ia tak salah mengatakan itu semua.

Pelan, kedua mata tajam itu terbuka membuat Nio tersenyum senang melihatnya karena akhirnya pria itu mau bangun, mungkin jika dokter Farhan masih tak bangun dalam waktu yang lama maka mau tak mau ia akan ke rumah sakit untuk mengatakan ini semua pada dokter yang ada di sana.

"Hm?" ujar Dokter Farhan dengan suara serak dan juga tatapan sayu miliknya, rasanya masih pusing tapi tak separah tadi, dan sejak kapan pemuda itu bangun? Apa karena dirinya? Bukan kah tapi Nio masih tertidur saat ia mulai mendekati pemuda itu?

"Tadi lo beli bubur kan? Udah gue panasin ulang barusan, sekarang lo makan sebelum dingin lagi. Lo kenapa tiba-tiba sakit? Salah makan?" ujar Nio dengan mengatakan apa yang memang ingin ia bicarakan pada pria itu tadi, tapi sekarang baru bisa mengatakan semuanya.

"Iya, tadi saya merasa mungkin saja saya tak akan bisa masak makan malam untuk kita berdua kalo kamu kembali maka dari itu saya memutuskan untuk membeli saja," ujar dokter Farhan, ia kembali mendudukan dirinya sebelum menatap pemuda itu sekarang.

"Gue pasti kembali ke sini soalnya cuman di sini tempat satu-satunya buat gue berlindung. Tadi selain panasin bubur buat lo, gue juga masak makanan lainnya semoga aja lo suka. Maaf kalo lancang ambil bahan makanan sesuka hati gue aja," ujar Nio, ia memang berniat kembali ke sini lagi karena tak ada tempat untuknya pergi lagi, kalau pun berdiam diri di luar lagi maka bisa saja ia akan sakit lagi.

"Kamu bisa melakukan semuanya di sini, memasak jika kamu bisa. Tadi saya mengira kalau kamu tak bisa memasak," ujar dokter Farhan kembali, ia akan membiarkan pemuda itu melakukan apapun yang dia inginkan selagi itu semua tak merugikan dirinya dan juga orang lain, lagi pula bagus pemuda itu bisa masak jadi ia tak perlu memikirkan apa Nio sudah makan di rumah atau belom sama sekali.

"Ayo, makan dulu setelah itu lo bisa istirahat lagi nanti. Jangan terlalu di paksain nanti keadaan lo semakin parah," ujar Nio dengan mengulurkan tangannya kearah pria itu bermaksud ingin membantunya berdiri, membuat dokter Farhan menerima itu semua dengan sangat baik.

"Saya sudah lama tak sakit, mungkin terakhir kali saya sakit tiga tahun yang lalu. Itu pun karena memang kecerobohan saya sendiri, sehingga sekarang entah apa yang terjadi sampai saya bisa sakit," ujar dokter Farhan mengatakan semuanya. Ia mulai terbiasa membagi semuanya bersama dengan pemuda itu sejak mereka mulai bicara waktu itu, rasanya sangat berbeda saat ada seseorang yang mau mendengarkan semuanya tanpa menyela atau pun menghakimi, rasanya nyaman dan sulit untuk di jelaskan dengan perkataan saja.

"Lo sih bebal, dokter juga harus perhatiin kesehatan dia juga anjir bukannya kerja bagaikan kuda kek gini, nggak tidur setiap harinya dan lo berharap sehat? Apa-apaan itu? Tubuh lo juga butuh istirahat anjir," ujar Nio, dalam sehari ini ia bisa tahu semua yang pria itu lakukan selama ini, dokter Farhan tak memerhatikan kesehatannya dengan sangat baik, padahal kesehatan tubuh jauh lebih utama dari hal apapun itu.

Dokter Farhan hanya tersenyum mendengar itu semua, ia seperti mendengar ibunya marah padanya saat dulu dirinya sering bergadang mengerjakan tugas kuliah, rasanya seperti deja vu saat ada orang yang peduli padanya seperti sekarang, walau pun mungkin pemuda itu hanya balas budi padanya sekali pun ia tak peduli.

"Ini, gue masakin lo sup biar lebih enakan badannya," ujar Nio dengan senyuman miliknya saat memperlihatkan makanan yang baru saja ia masak, ia merasa bangga karena ini semua entah kenapa.

"Kamu tak memasak hal yang berbeda untuk kamu makan? Kan beda, saya sakit lagi tak bisa memakan makanan yang bebas, tapi kamu sehat. Kamu bisa makan apa saja yang kamu inginkan, atau kamu merasa canggung sama saya?" ujar dokter Farhan saat melihat bubur yang ia beli tadi dan sup saja ada di sini, lalu pemuda itu akan memakan hal yang sama dengannya?

"Gue pemakan segalanya kok! Jadi lo santai aja. Bisa makan kek gini aja gue beruntung banget, mungkin kalo di jalanan kayak kemarin gue kena maag lagi," ujar Nio dengan mengambil tempat duduk di salah satu kursi yang ada, berhadapan secara langsung dengan dokter Farhan.

"Lain kali jika kamu ingin sesuatu, masak saja jangan terlalu memikirkan saya. Anggap saja kita bertemu karena memang takdir ingin ini semua," ujar dokter Farhan dengan tersenyum menatap kearah pemuda itu, kecurigaan yang sempat datang tadi menghilang begitu saja saat merasakan ini semua.

Bersambung..

Votmen_

Om Dokterku! {BXB} END✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang