33

2.6K 220 5
                                    

Kedua tangan Melviano bergetar saat sampai di rumah sakit dan meminta dokter yang bertugas menangani pemuda itu, ia memilih untuk membawa teman dari istrinya itu kerumah sakit tempat Farhan bekerja agar pria itu bisa secara langsung membantu mengobati juga.

Tatapan itu mengarah pada pakaian miliknya sekarang, penuh dengan darah karena tubuh pemuda itu penuh akan luka pukulan benda keras. Seseorang yang memiliki gangguan jiwa memukulnya dengan keras, ia terlambat datang sehingga ini semua bisa terjadi, entah kenapa ia selalu berada di posisi seperti ini, harus berhubungan dengan darah dan rasa sakit. Padahal ia membenci hal ini, tapi apa yang harus ia lakukan? Temannya butuh bantuan otomatis harus ia bantu, terlebih pemuda itu merupakan teman dari istrinya juga, maka mau tak mau, suka tak suka ia harus melakukan hal tadi.

Tangan yang masih ada sisa darahnya itu mulai mengeluarkan ponsel yang ada di saku miliknya sebelum menelpon Farhan, karena ia tak bisa terlalu lama berada di sini, istrinya masih harus di jaga sebaik mungkin agar mualnya tak terlalu menyakitkan.

"Han ..." suaranya tercekat, kondisi pemuda itu jauh lebih menyakitkan dari Arion dulu, ia tak bisa melakukan hal apapun karena jika sampai membalas orang-orang tadi, akan menghabiskan waktu saja dan itu juga cukup membahayakan untuk dirinya sendiri, karena mereka bertiga, dan kena gangguan jiwa semua, resiko mati terlalu banyak jika sampai membalas.

"Kenapa El? Lo udah ketemu Nio? Dia baik-baik aja kan ya? Itu tadi cuman prank? Gue takut El ... beberapa jam lagi baru bisa sampai sana. Gue nggak guna banget buat orang yang gue cintai ... gue nggak bisa selalu ada di samping dia El ... lo jangan diem aja, kasih tau gue apa yang terjadi di sana tadi?"

Melviano terdiam beberapa saat, "orang-orang itu nyakitin Nio, hanya karena dia deket sama lo. Mereka pasien lo di rumah sakit ini, atau orang yang selalu datang ke sini untuk perawatan mental? Lo sebagai dokter umum pasti tau siapa aja orang-orang itu, dan mereka nyakitin Nio, Han. Pake benda tajam, ini gue ada di rumah sakit tempat lo biasanya, lo langsung kesini aja nanti soalnya gue nggak bisa lama-lama di sini,"

******

Tangan dokter Farhan saling bertaut karena merasa cemas, kurang dari beberapa jam lagi mereka akan sampai di kota tempatnya tinggal sekarang, tapi entah kenapa rasanya semakin takut, takut apa yang ada di dalam pikirannya memang kenyataan. Suara tadi terdengar sangat menyeramkan di telinga miliknya, seakan-akan ada dendam di dalam sana, tapi bagaimana pemuda sebaik Nio mempunyai musuh? Atau hanya dirinya yang tak tahu bagaimana pemuda itu aslinya?

Terdengar suara dering handphone miliknya, membuat dokter Farhan langsung mengangkat panggilan itu tanpa ragu karena sejak tadi ia menunggu ini semua, menunggu kabar tentang Nio.

"Han..."

Ia bisa mendengar sangat baik jika perkataan temannya itu terdengar sangat gugup, napasnya tercekat antara ingin bertanya lebih lanjut atau tidak. Alarm di dalam dirinya mengatakan jika sekarang ia harus bertanya apapun resikonya nanti, ini semua pasti tak baik mendengar suara temannya itu sangat menyeramkan untuknya, ia ingin berpikir positif tapi saat mendengar ini semua otaknya langsung overthingking.

"Kenapa El? Lo udah ketemu Nio? Dia baik-baik aja kan ya? Itu tadi cuman prank? Gue takut El ... beberapa jam lagi baru bisa sampai sana. Gue nggak guna banget buat orang yang gue cintai ... gue nggak bisa selalu ada di samping dia El ... lo jangan diem aja, kasih tau gue apa yang terjadi di sana tadi?" ujar dokter Farhan setelah berusaha mengontrol diri agar semuanya bisa ia katakan dengan baik, ia merasa menjadi orang paling tak berguna di dunia ini karena tak bisa selalu ada untuk orang yang ia cintai, cinta pertamanya.

Haruskah ia merasa kehilangan sekarang? Cukup kedua orang tuanya saja yang pergi di dalam hidupnya, untuk orang yang ia cintai jangan. Garis takdirnya memang pedih tapi jika harus merasakan hal ini juga, ia tak bisa menerimanya dengan baik.

"Orang-orang itu nyakitin Nio, hanya karena dia deket sama lo. Mereka pasien lo di rumah sakit ini, atau orang yang selalu datang ke sini untuk perawatan mental? Lo sebagai dokter umum pasti tau siapa aja orang-orang itu, dan mereka nyakitin Nio, Han. Pake benda tajam, ini gue ada di rumah sakit tempat lo biasanya, lo langsung kesini aja nanti soalnya gue nggak bisa lama-lama di sini,"

Kedua mata dokter Farhan memerah mendengar itu semua, sambungan itu terputus begitu saja sekarang. Memang selama ini ada beberapa anak muda datang untuk mengobati luka mental padanya, padahal ia sendiri kurang yakin bisa melakukan itu semua karena ia bukan dokter khusus untuk itu, tapi syukurnya bantuannya selama ini sedikit membuat mereka 'sembuh' tapi sekarang? Mereka menyakiti Nio hanya karena takut ia tak bisa menjadi dokter lagi mungkin? Demi apapun walaupun dunia mengatakan ia salah atau hal lainnya, ia masih akan tetap menjadi dokter walau bersama dengan Nio. Orang-orang tak bisa memaksanya berhenti, tugasnya membantu orang-orang untuk sembuh dan menyelamatkan mereka, urusan menyimpang biar dirinya sendiri yang memutuskan.

Ini hidupnya, setiap orang berhak menentukan pilihannya sendiri bukan?

"P-pak? Apa masih lama lagi?" tanya dokter Farhan, rasanya ia ingin segera sampai di sana dan melihat kondisi Nio di sana, ia terus menyalakan dirinya karena tak bisa ada di sisi pemuda itu di saat-saat seperti ini. Apa masih bisa di bilang ia mencintai pemuda itu? Karena ia tak bisa menjaga orang yang ia cintai dengan baik sampai ini semua terjadi.

"40 menit lagi kita akan sampai, saya akan berusaha sekuat mungkin agar kita bisa segera sampai di sana. Di rumah sakit tempat Anda bekerja biasanya bukan?"

Dokter Farhan menganguk, ia berharap akan ada dokter yang menangani Nio di sana karena sebentar lagi ia akan sampai, semoga saja saat datang ke sana semuanya baik-baik saja. Jujur dokter Farhan tak siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi nantinya.

"Semuanya akan baik-baik saja, Nio akan baik-baik saja." ujar dokter Farhan berusaha meyakinkan dirinya sendiri jika semuanya baik-baik saja walaupun hatinya terasa sangat tak tenang dan juga takut, ingin rasanya ia berlari ke sana tapi tak bisa.

Kedua mata itu menutup, berusaha menenangkan dirinya sendiri, karena kejadian ini seperti deja vu untuknya.

Bersambung...

Votmen_

Om Dokterku! {BXB} END✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang