40

2.8K 222 6
                                    

Nio tersenyum senang saat bisa keluar dari bangunan bernama rumah sakit itu, demi apapun ia sudah sangat ingin meninggalkan bangunan ini agar bisa dengan leluasa melakukan hal yang tak bisa dirinya lakukan di dalam sana, penjagaan di dalam sana mengatakan jika ia seakan-akan pasien sakit keras yang harus di rawat sebaik mungkin, padahal tubuhnya sudah jauh lebih baik walaupun luka jahitannya masih belum kering tapi itu tak menjadi masalah bukan? Jahitannya di kepala jadi ia masih bisa melakukan hal yang lainnya di luar nanti.

"Senang?" tanya dokter Farhan dengan senyuman kecil miliknya, pemuda itu bertingkah seperti anak kecil yang baru pertama keluar dari dalam rumah, semembosankan itu kah rumah sakit? Padahal selama ini ia hanya berputar di dalam bangunan bernama rumah sakit itu tapi tak merasa bosan sama sekali, dirinya malah senang bisa berada di sana. Memang mereka berdua sangat berbeda.

"Seneng dong! Walaupun tangan sama kaki masih ada penutup lukanya tapi itu nggak ngaruh sama sekali, paling seminggu lagi luka memar sama lukanya udah lumayan sembuh. Gue pengen jadi dokter tapi berada di rumah sakit bentaran doang rasanya seperti di dalam penjara anjir, gimana mau jadi dokter?" ujar Nio dengan menatap kearah samping sekarang, ia merasa sangat senang bisa keluar dari dalam bangunan bernama rumah sakit itu, padahal cita-citanya ingin sekali menjadi seorang dokter nantinya.

"Saya dulu juga begitu, asal kamu tahu saja dulu melihat darah saja saya mau muntah saking takutnya. Tapi sekarang malah jadi dokter umum yang setiap saatnya berurusan sama darah, memang terkadang cita-cita kita sangat melenceng jauh dari apa yang diri kita sukai," ujar dokter Farhan dengan berjalan di samping pemuda yang terlihat senang itu, walaupun kepalanya masih di perban tapi sepertinya itu semua tak berpengaruh apa-apa pada pemuda itu.

"Iya? Hebat juga lo bisa nahan rasa takut demi jadi seorang dokter. Gila banget, pantes aja lo begitu menikmati peran sebagai seorang dokter di rumah sakit itu," ujar Nio saat mengingat bagaimana pria itu saat berada di dalam rumah sakit, seperti dua orang yang berbeda kepribadian.

"Nio!"

Saat mereka tengah menikmati kebersamaan bicara berdua, tubuh pemuda itu tiba-tiba di tarik sebelum di peluk dengan sangat erat oleh seseorang, membuat Nio terdiam saat merasakan itu semua karena terlalu terkejut, sangat berbeda dengan dokter Farhan mulai menatap tajam pada pemuda yang sudah lancang memeluk milik-nya.

"Lo kenapa? Kenapa kepala lo di perban hah? Jawab gue? Lo tau kan kalo kita putus karena kepaksa jadi demi apa pun gue masih cinta sama lo dan ngeliat lo kek gini bikin hati gue sakit," ujar Herman dengan melepaskan pelukan miliknya dan beralih menatap pemuda yang sudah bersama dengannya selama tiga tahun itu. Sungguh ia merasa syok saat di hadapkan oleh ini semua.

Nio terdiam saat melihat Herman berada di depannya sekarang, terlebih saat mendengar perkataan pria itu membuatnya tertegun, selama mereka bersama Herman selalu memastikan jika keadaannya baik-baik saja tanpa luka sedikitpun, wajar saja jika sekarang pria itu terlihat khawatir. Tapi perkataannya barusan, membuat Nio tersenyum tipis, mereka putus bukan karena terpaksa dan Herman sama sekali tak mencintai dirinya. Kalau cinta mana mungkin pria itu berselingkuh bukan?

"Kalo lo masih cinta sama gue, mana mungkin selingkuh terus-terusan. Walaupun bosen harusnya lo cari cara biar nggak ngerasa bosen dengan ngelakuin hal bersama dengan gue, bukan selingkuh. Gue tau lo bisex, tapi nggak semua orang yang bisex munafik kayak lo! Semuanya mau di ambil, lubang pantat di ringkus! Lubang meki di ringkus, maruk! Omongan lo semuanya dusta!" ujar Nio dengan mengatakan itu semua, untung saja di sini masih sangat sepi sehingga ia bisa mengatakan apa yang selama ini ada di dalam hatinya.

Bahkan pemuda itu sampai lupa jika ada dokter Farhan di antara mereka berdua, baginya sekarang semua yang belum sempat terselesaikan harus selesai sekarang juga.

Nio menatap ke arah samping sebelum tatapan miliknya bertemu dengan mata tajam dokter Farhan, jantungnya berdetak sangat kencang karena sekarang cintanya hanya untuk sang dokter, bukan untuk Herman lagi.

"Ayo pulang," ujar Nio dengan menarik tangan dokter Farhan agar mau mengikuti dirinya, mengabaikan tatapan tajam pria itu dan juga tatapan penasaran dari Herman.

"Kalian ada hubungan apa? Lo sengaja mau putus sama gue karena udah ketemu orang baru yang udah mapan? Kita sama Yo, lo juga munafik. Kont*l gue kurang cukup ya buat lo?"

Nio menghentikan langkah miliknya saat mendengar itu semua, ia menatap kearah pria itu sebelum berjalan kembali kearah Herman.

PLAK!

Tangan itu bergetar setelah menampar pria yang dulu sangat ia cintai itu, ia tak menyangka jika perkataan itu akan keluar begitu saja dari Herman. Ternyata selain mulutnya pandai merayu, mulut itu juga sangat berbisa membuatnya semakin muak, untung saja mereka sudah putus jika belum pasti ia akan mati karena stres.

"Anjing lo! Setidaknya gue nggak kayak lo yang semuanya lo ambil! Sana! Urusin pacar-pacar lo itu, nggak perlu peduliin gue yang sasimo ini! Seharusnya lo sadar diri setelah apa yang terjadi sekarang, bukannya bertambah bikin gue benci sama lo! Sekarang gue semakin yakin kalo bersama dengan lo dulu hanya keliru di dalam hidup gue, seharusnya gue nggak cinta sama lo," ujar Nio sebelum benar-benar beranjak dari sana tanpa memperdulikan tatapan milik Herman yang mengarah padanya saat ini.

"Lo berubah banget Yo, dulu lo paling cinta sama gue sampai apa pun yang gue lakuin lo tutup telinga tapi sekarang?" ujar Herman, ia merasa pemuda yang dulu sangat penurut dan juga perhatian pada dirinya sudah sangat berubah. Dulu tatapan itu hanya untuknya tapi sekarang?

Dokter itu orang baru tapi kenapa mereka bisa sedekat ini? Sampai membuat Nio melupakan dirinya, walaupun di sini salahnya tapi jujur di dalam hatinya yang paling dalam masih ada nama pemuda itu di dalamnya, ini hanya rasa bosan sesaat dan nanti saat semuanya sudah kembali normal maka Herman akan kembali bersama dengan Nio lagi, tapi sepertinya itu sudah tak akan mungkin terjadi lagi.

Mungkin kesalahannya sudah terlalu banyak? Ia terlalu mempermainkan perasaan pemuda itu sehingga sekarang tak ada ruang lagi untuk masuk ke dalam sana kembali, ia bisa mengerti dari tatapan mereka berdua sehingga berani mengatakan hal itu agar rasa kesalnya menghilang walaupun harus mendapatkan ini semua.

Bersambung..

Votmen_

Om Dokterku! {BXB} END✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang