"Loh, tante kamu di mana, Aldi?" terdengar suara Maya samar-samar dari lantai dua. Aku segera menyuruh Aldi turun lebih dulu agar Maya tidak terlalu curiga.
"Tante di toilet, Bu," jawab Aldi dengan tenang. "Oh iya, Bu, jadi kan liburan ke Bali?"
Aku berdiri di sudut ruangan, berusaha menenangkan diri dan memikirkan langkah selanjutnya. Kejadian barusan terasa begitu cepat dan intens, membuat jantungku masih berdegup kencang. Suara Maya yang semakin mendekat memaksaku menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan emosi yang berkecamuk di dadaku.
Aku segera melangkah menuju toilet lantai itu untuk membasuh mukaku. Air dingin yang menyentuh kulitku memberikan sedikit ketenangan, meredakan panas yang masih terasa setelah momen singkat dengan Aldi.
"Aldi..." lirihku seketika. Aku heran kenapa perasaan benci padanya dulu seakan tak membekas. Dulu, setiap kali aku melihatnya, hatiku diliputi oleh amarah dan kebencian yang tak terkatakan. Namun kini, semua itu seakan memudar digantikan oleh perasaan yang jauh lebih kompleks dan mendalam.
Apakah ini cinta ataukah hanya hasrat sesaat? Aku tak tahu jawabannya. Aldi adalah misteri yang tak terpecahkan bagiku, hadir sebagai badai yang menghancurkan sekaligus membangun.
Aku berdiri diam di depan cermin, merenungi setiap momen yang telah kulewati bersamanya. Perasaan campur aduk antara ketakutan dan harapan menari dalam benakku tanpa henti. Dengan menarik napas panjang, aku melangkahkan kaki untuk bergabung dengan Maya dan Aldi.
Aku melihat mereka berdua duduk di ruang makan, Maya dengan secangkir kopi di tangannya, dan Aldi yang mencoba bersikap biasa saja, meski terlihat ada kilatan nakal di matanya. Ragu-ragu, aku berjalan mendekat dan duduk di kursi yang kosong, berusaha menciptakan suasana normal meskipun hatiku masih berdebar-debar.
Maya membuyarkan kecanggungan pagi itu dengan suara tegas, "Awas kalau hasil ujianmu jelek kita ga jadi ke Bali ya, Aldi," katanya sambil menatap tajam ke arah anaknya. Aldi hanya mengangguk pelan, senyum nakalnya memudar digantikan oleh keseriusan yang jarang kusaksikan.
"Tenang aja, Bu. Aldi pasti belajar sungguh-sungguh," jawabnya dengan nada yang tak kalah serius. Namun aku masih bisa melihat secuil kegelisahan di matanya. Entah karena ancaman ibunya atau karena momen yang baru saja terjadi di sudut kamar tadi.
"Aldi, kamu ga ajak teman liburan ke Bali?" tanyaku untuk menutupi kecanggungan. Aldi menoleh dengan cepat, seakan tidak mengharapkan pertanyaan itu keluar dari mulutku. Maya juga mengangkat alisnya, sedikit terkejut namun tertarik dengan pertanyaanku.
~~~~~Lanjut di KK yah Cek Link Di Profile~~~~~
YOU ARE READING
Pemuas Nafsu Keponakan
RomanceWarning!!!!! 21++ Dark Adult Novel. Untuk adek-adek mohon jangan baca ini ya..... ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Aku, Rina, seorang wanita 30 tahun, berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja d...