Chapter 39

223 0 0
                                    

Malam itu, aku termenung di teras rumah, merasakan angin malam yang dingin menyusup ke sela-sela pakaian. Sudah beberapa hari berlalu sejak momen eksplosif bersama Aldi, tetapi pikiranku masih dipenuhi oleh bayang-bayang masa lalu dan keputusan yang harus kuambil.

Suara langkah kaki perlahan mendekat, mengalihkan pikiranku yang tenggelam dalam kebingungan. "Rina?" Maya menghampiriku dengan tatapan penuh tanya di wajahnya. "Kenapa kamu di sini sendirian? Udara dingin, nanti kamu sakit."

Aku mencoba tersenyum, meskipun hatiku masih terasa berat. "Aku hanya butuh waktu untuk berpikir, Kak. Ada banyak hal yang harus kupikirkan."

Maya duduk di sampingku, tatapannya lembut namun penuh rasa ingin tahu. "Kamu sudah membuat keputusan, Rin?"

Aku mengangguk perlahan, merasakan hatiku seakan terbelah. "Ya, Kak. Aku rasa... aku tak bisa terus hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Aku harus melangkah maju, melepaskan Yanto dan semua kenangan pahit itu."

Maya meraih tanganku, menggenggamnya erat seolah ingin memberikan kekuatan. "Aku tahu ini tidak mudah, Rin. Tapi kamu harus ingat bahwa kamu tidak sendiri. Aku ada di sini untukmu."

Perlahan, air mata yang kutahan sejak tadi mulai mengalir. "Terima kasih, Kak."

Maya mengusap air mataku dengan lembut, dan keheningan malam menjadi saksi atas keputusan besar yang baru saja kuambil. Langit malam yang berkabut seolah menggambarkan perasaanku yang masih kusut. "Apa rencanamu sekarang?" tanyanya.

"Kak, bisa tolong temani?" tanyaku dengan suara serak karena gugup. "Aku ingin menelepon Yanto."


~~~~~Lanjut di KK yah Cek Link Di Profile~~~~~

Pemuas Nafsu KeponakanWhere stories live. Discover now