"Widya gue mau beli." Teriak seorang laki-laki menarik perhatian Sinna dari pekerjaan yang tengah ia lakukan.
"Eh kambing. Widya nama emak gue ya? Jangan seenaknya Lo manggil nama orangtua."
Begitulah hari-hari yang dilalui Arsinna Salsabila sebagai penjaga toko bahan bangunan yang di bangun oleh orangtuanya. Meski ia lulus sarjana dengan predikat Summa cumlaude, namun disinilah ia melanjutkan karirnya. Bukan karena paksaan orangtua, namun karena prinsip yang selalu ia junjung tinggi. "Ridho Gusti Alloh itu karena bapak ibu ridho". Selain itu Sinna tak sampai hati membiarkan kedua orang tuanya terus bekerja di usia senja mereka.
"Eh Bang Eyza. Kasih tahu tuh adiknya masak manggil nama orang pakai nama orangtuanya." Adu Sinna pada lelaki pendiam yang duduk di depan ruko sebelahnya.
Alrafaeyza Lian Mahardika. Pemilik toko plastik dan bahan kue yang tepat berada di sebelah ruko milik Sinna. Pembawaannya yang diam dan tidak banyak bicara, membuat Sinna kadang enggan menyapanya. Jauh berbeda dengan adiknya Abqary Aro Mahardika, yang usianya 3 tahun lebih muda dari Sinna. Ia selalu mencari gara-gara pada Sinna. Ada saja hal yang dibuatnya yang membuat emosi Sinna meledak.
"Gak akan digubris Lo sama Abang. Gak usah segala ngadu. Gue mau beli paku sekilo wid." Tambah Qary yang membuat emosi Sinna semakin meledak.
"Pulang ngga Lo ry. Gue lagi capek gak usah bercanda." Ketus Sinna mengusir Qary dari tokonya.
"Gue beneran mau beli singa, eh Sinna maksud gue. Tuh bang Eyza yang nyuruh."
"Kenapa harus Lo yang kesini sih. Abang lo ga bisa jalan sampai harus nyuruh Lo. Nyebelin banget." Kesal sinna yang mau tidak mau melayani Qary. Selesai menimbangkan paku untuk Qary, Sinna bergegas menyuruhnya pergi. Moodnya hari ini sedang tidak baik-baik saja untuk menghadapi Qary yang semakin hari semakin ada aja tingkahnya.
"Uangnya minta langsung ke Abang ya? Dada Widya." Benar saja, baru saja di suruh pergi tingkah mengesalkannya belum selesai.
"Yang satu dingin kayak kulkas 4 pintu, yang satu lagi tengilnya gak ketulungan. Kalau bukan karena tetangga udah gue bakar tu bocah hidup-hidup." Gerutu Sinna sambil merapikan barang-barang di meja kasirnya. Tanpa Sinna tahu sedari tadi Eyza memperhatikan tingkah dua manusia tadi. Sudut bibir Eyza sedikit terangkat melihat bagaimana kesalnya Sinna menghadapi Qary, gemas dalam hatinya.
***
"Sinna, ini yang paku yang diminta Qary tadi ya." Ucap dingin Eyza dengan menyerahkan selembar uang dua puluh ribuan pada Sinna.
"Iya bang. Bentar Sinna ambilkan kembaliannya." Saat Sinna akan menyerahkan uang kembalian, Eyza sudah tidak berada pada tempatnya. Emang dasar aneh. Batin Sinna.
"Mang Ipin, tolong tutup tokonya ya udah jam 5. Sinna bentar lagi mau pulang, takut bapak sama ibu kecarian." Teriak Sinna pada pegawainya yang tengah berada di gudang semen.
"Siap mbak Sinna." Belum sempat tertutup penuh pintu ruko Sinna, ia bisa melihat Qary yang berjalan menuju rukonya.
Mati! Mau apalagi tu bocah.
Buru-buru Sinna menutup buku catatan keuangan toko dan membereskan barang-barangnya. Sebelum bocil kematian itu mengganggu hidupnya lagi.
"Singa. Eh Sinna." Teriak Qary dari depan pintu.
Baru juga ngebatin dah muncul makhluk Dajjal satu ini.
"Yang sopan ya ry. Gue lebih tua 3 tahun dari Lo." Ucap Adya sedikit kesal.
"Barang 3 tahun ini." Jawabnya dengan wajah tengil.
"Mau apa Lo kesini. Gue udah tutup mau pulang. Gak terima pembeli, apalagi pembelinya kayak Lo."