Qary terus saja merutuki kelakuan Eyza yang justru membiarkan Biyya menginap dengannya malam ini. Niatnya menghabiskan waktu dengan Dilla sebagai sepasang suami istri baru, justru digagalkan oleh keponakannya sendiri. Jika saja tak ada Biyya, sudah Qary maki-maki Eyza karena tingkahnya yang menyebalkan.
"Kenapa sih Ry?" Tanya Dilla yang baru saja selesai mengganti seluruh pakaiannya dengan piyama panjang.
"Ra Ry, Ra Ry. Sama suami loh Dill." Jawab Qary tak terima.
"Iya sayang maaf. Kamu kenapa cemberut aja?" Tanya Dilla lagi.
"Ini Biyya beneran tidur sama kita yang?" Tanya Qary sambil menunjuk Biyya yang tengah asyik bermain boneka di tengah-tengah ranjang milik Dilla.
"Ya gimana lagi, anaknya mau di sini. Gak mau lepas sama om nya." Jawab Dilla sambil tersenyum ke arah Qary.
"Bang Eyza tuh bener-bener ya. Udah tau adiknya mau malam pertama, malah dititipin Biyya. Kenapa gak dibujuk buat di ajak pulang sih. Kesel banget sama bang Eyza." Gerutu Qary yang membuat Dilla geleng-geleng kepala.
"Udah gapapa Ry, cuma satu malam ini." Balas Dilla menenangkan Qary.
"Biyya mainnya sudah ya, sekarang bobo sama onti sama oom kan sudah malam." Ucap Dilla lembut mengajak Biyya untuk tidur.
"Belalti sudah gelap ya onti? Nanti ada hantu ya kalau Biyya tidak tidul?" Jawab Biyya polos membuat Dilla tersenyum menahan gemas.
"Pasti kelakuan si Eyza nakutin anaknya sama setan." Gerutu Qary lirih agar tak terdengar oleh Biyya.
"Iya sayang. Sekarang waktunya, bobo." Jawab Dilla lalu bergerak mengambil beberapa mainan Biyya yang berserakan di kasur.
Di lain tempat Eyza dan Sinna justru tengah memadu kasih. Atas paksaan dan segala bujuk rayu Eyza, akhirnya Sinna menuruti permintaannya dan membuatnya lupa pada Biyya yang tengah mengganggu sepasang suami istri meneguk indahnya malam pertama. Maki saja Eyza yang kelewat jahil pada Qary.
"Aahhh adekh." Ucap Eyza yang baru saja memasuki Sinna.
"Pelan bang ahh." Desah Sinna turut menikmati permainan Eyza.
Keduanya sibuk mencari dan bertukar kenikmatan. Semakin cepat gerakan Eyza diatas tubuh Sinna, semakin kencang pula desahan yang keluar dari keduanya. Hingga ponsel Sinna berdering tanpa henti membuat Eyza reflek mengangkat telepon milik Sinna tanpa menghentikan aktifitasnya.
"Huaaaa. Mau bobo sama mama." Begitulah samar-samar yang Eyza dengar dari ujung telepon.
"Bang, Biyya minta dijemput barusan nangis kebangun nyariin mamanya."
"Iya ahh. Bentar."
"Heh kampret. Lagi ngapain Lo."
"Iya gue jemput bentar lagi. Ahh."
"Eyza anjing. Buruan kesini kalau gak mau anak Lo makin nangis."
"Bang berhenti dulu." Ucap Sinna mendorong paksa tubuh Eyza agar menjauh dari tubuhnya.
Eyza pun terpaksa melepas penyatuannya yang hampir saja mencapai klimaks. Kepalanya mendadak pening, dengan kekesalan juga memenuhi hatinya. Sinna juga buru-buru menutup tubuh polosnya lalu membuka ponsel yang baru saja Eyza pegang.
"Biyya nangis ya?" Tebak Sinna yang diacuhkan oleh Eyza.
"Kok diam? Di jemput bang anaknya." Titah Sinna membuat Eyza mendengus kesal.
"Abang marah?" Tanya Sinna lagi yang tak kunjung mendapat jawaban dari Eyza.
"Pikir aja sendiri." Ucap Eyza lalu bangkit dan segera berpakaian rapi untuk menjemput Biyya.