Dua garis merah yang diharapkan oleh setiap insan yang berumah tangga kini datang menyapa Eyza dan Sinna. Sedari pagi Sinna menyimpan rapat testpack itu dari Eyza. Entah perasaannya sedang dirundung dilema. Antara siap dan tidak siap, atau mau dan tidak mau untuk Sinna menerima amanah terbesar dalam rumah tangganya pada satu bulan pernikahannya dengan Eyza.
"Mbak, mendingan mbak Sinna langsung kasih tahu bang Eyza." Saran Nadilla yang kini tengah menemani Sinna di rukonya.
Sinna tidak memberi tahu Dilla, ia tak sengaja melihat testpack tersebut tergeletak di atas meja Sinna. Yang Dilla tebak pasti itu milik Sinna. Dan betapa terkejutnya Dilla mengetahui bahwa Sinna belum memberitahu Eyza setelah seminggu Sinna menyimpannya.
"Nanti dulu deh Dill. Mbak tuh mau mencoba bener-bener menerima dulu. Sebelum kasih tau Abang." Jawab Sinna ragu pada Dilla.
"Kenapa mbak Sinna belum bisa menerima? Anak itu kan harapan semua pasangan yang sudah menikah mbak." Ucap Dilla sedikit mengingatkan Sinna.
"Iya tahu Dilla. Tapi mbak Sinna merasa belum mampu aja di kasih amanah sebesar ini. Kalau mbak Sinna gagal gimana?" Tanya Sinna lagi membuat Dilla tersenyum.
"Belum dicoba kok udah mikir gagal. Pokoknya mbak Sinna harus kasih tahu bang Eyza. Kalau mbak Sinna tetep diem, aku bakal kasih tahu Qary biar nyebar sekalian beritanya."
"Eh eh eh. Nadilla. Kenapa jadi ketularan embernya Qary sih. Iya-iya nanti malam mbak kasih tahu Abang." Jawab Sinna pasrah karena mendengar ancaman Dilla.
"Ada apa bawa-bawa nama gue?" Tanya Qary yang baru saja tiba di ruko milik Sinna.
Semoga Qary ga denger ya Allah. Batin Sinna sedikit panik.
"Apaan Lo. Ga jelas. Gak ada yang sebut nama Lo." Jawab Sinna ketus.
"Kalian lagi nyembunyiin sesuatu ya?" Tanya Qary lagi penuh selidik.
"Gak ada gak ada. Gak usah sembarangan nuduh Ry. Kalau dia tukang tuduh mending gagalin aja niat kalian nikah Dill." Tukas Sinna mengalihkan pembicaraan pada Dilla agar kecurigaan Qary terhenti.
"Ehhh gak ya. Gak ada. Jadi bawa-bawa hubungan gue. Beneran Dill gak ada apa-apa?" Tanya Qary sekali lagi agar benar-benar yakin tidak ada yang disembunyikan oleh Sinna dan Dilla.
"Gak ada Qary. Udah yuk jadi mau pergi gak?" Ajak Dilla yang membuat Sinna dapat menghembuskan nafas lega.
***
Kediaman Arno tengah disibukkan dengan beberapa renovasi pada kamar Eyza juga kamar Qary. Eyza yang mengeluh kamarnya tidak kedap suara, juga Qary yang meminta agar tidak ada suara-suara laknat lagi yang bisa masuk ke dalam ruangannya. Arno tertawa saat pertama kali Qary membocorkan urusan ranjang Sinna dan Eyza yang terdengar hingga kamarnya.
"Yah." Panggil Qary pada Arno yang kini tengah sibuk membaca koran dengan sepiring singkong rebus menemaninya.
"Ada apa Abqary?" Tanya Arno tanpa berpaling dari bacaannya.
"Qary mah ngobrol serius." Ucap Qary sambil menarik koran yang tengah Arno baca.
"Apa sih Ry?" Tanyanya kini dengan wajah yang tak kalah serius dengan Qary.
"Bisa gak sih yah kamar Abang di kasih peredam suara. Atau kalau gak Qary tuker kamar deh sama ayah." Jelas Qary mengutarakan permintaannya pada Arno.
"Kenapa?" Tanya Arno sedikit berpura-pura pada Qary.
"Ah gimana ya Qary jelasinnya." Jawab Qary terlihat bingung. "Pokoknya Qary gamau telinga Qary dewasa sebelum waktunya."
Arno tertawa terbahak mendengar alasan Qary. "Kamu juga sudah dewasa Qary. Sudah minta nikah. Anggap aja belajar, sebelum nanti ngelakuin sendiri." Jawab Arno enteng membuat Qary sedikit mendelik ke arahnya.