Minggu telah berganti minggu sejak Eyza mendadak demam dan meminta bermacam hal yang kadang berada di luar nalar Sinna. Sinna pikir semua drama Eyza telah berhenti. Nyatanya tidak, Eyza justru semakin menjadi.
Dini hari tadi Eyza terus saja mengganggu tidur Sinna yang baru lelap-lelapnya. Entah membolak-balikkan badannya dengan gerakan keras, dengkuran yang dibuat-buat, bahkan sentuhan-sentuhan Eyza yang membuat kesal sejadi-jadinya. Puncaknya Eyza dengan sengaja menutup hidung Sinna agar Sinna bangun karena kehabisan nafas.
"Huh huh huh." Sinna langsung terduduk dari bangunnya, seketika nyawanya kembali lagi pada raga yang baru saja menikmati alam bawah sadarnya. Dilihatnya Eyza yang berada di sampingnya dengan cengiran kuda tanpa rasa bersalah.
"Abang!" Teriak Sinna sangat kesal dengan ulah Eyza.
"Apa adek?" Jawab Eyza dengan tanpa dosa.
"Kalau barusan aku mati gimana. Bisa udah gak sih dramanya. Udah gak demam juga, ulahnya makin banyak." Protes Sinna dengan wajah memerah menahan amarah pada Eyza.
"Adek marah no no." Canda Eyza membuat Sinna semakin kesal. Bisa-bisanya jam baru menunjukkan jam dua pagi tapi Eyza mengajaknya bercanda.
"Mau makan ayam kecap." Celetuknya lagi membuat Sinna menghela nafas mengumpulkan kesabaran yang ia miliki.
"Iya Abang. Besok Sinna buatin, kan bisa besok bilangnya." Jawab Sinna berusaha sabar.
"Maunya sekarang!" Seru Eyza lagi membuat Sinna kini menganga sejadi-jadinya.
"Abang sayang, coba lihat jam di dinding. Atau buka deh hp nya lihat sekarang jam berapa." Ucap Sinna melembutkan suaranya dengan terpaksa. Bunuh saja Sinna jika harus memasak ayam kecap dini hari seperti ini.
"Mau sekarang dek. Abang maunya sekarang." Rengek Eyza membuat kesabaran Sinna habis.
"Ya udah ya udah. Sabar. Tunggu sini Sinna buatin." Ucap Sinna dengan nada sedikit tinggi namun langsung ditahan oleh Eyza.
"Apalagi sih bang. Minta diturutin cemberut, gak diturutin apalagi." Omel Sinna yang sudah tak kuasa menahan amarahnya.
"Mau dimasakin ayah." Jawab Eyza lirih.
"HAHH?" Pekik Sinna tak bisa menebak jalan pikiran Eyza.
Ayah mertuanya itu jangankan masak ayam kecap, masuk ke dapur saja ia tidak pernah. Sekarang anaknya justru minta makanan yang dimasak oleh ayahnya itu di jam dimana orang tertidur pulas. Selain tak yakin masakan ayahnya akan dapat dimakan, Sinna juga merasa tak etis jika harus menghubungi mertuanya di pagi buta seperti ini.
"Abang jangan bercanda dong." Ucap Sinna yang sudah hampir menangis tak sanggup menghadapi segala permintaan Eyza.
"Kalau kamu gak mau telfon bunda, biar Abang telfon sendiri." Ucap Eyza dingin membuat Sinna sadar Eyza sedang ngambek.
Kamu? Kamu? Kamu? Wah harusnya kan gue yang ngambek. Kenapa jadi nih orang yang marah.
"Eh eh eh. Bukan gitu Abang. Bukan Sinna gak mau. Tapi besok pagi aja ya. Sinna gak enak sama ayah dan bunda pasti udah tidur sekarang." Bujuk Sinna yang justru membuat Eyza hampir menangis.
Sialan nih suami. Kenapa sih, hamil kagak tapi kayak orang ngidam.
"Kamu emang udah gak sayang Abang lagi. Awas Abang mau ke rumah bunda. Mau bilang sendiri sama bunda." Pasrah sudah Sinna dibuat oleh Eyza. Ia hanya bisa mengikuti langkah Eyza yang kini bergerak mengambil sepeda untuk ia naiki ke rumah orangtuanya. Begitupun dengan Sinna ia meraih sepeda miliknya untuk mengikuti Eyza.
***
Tok tok tok.
"Assalamualaikum." Sudah dua kali ketukan namun tak kunjung ada yang membukakan pintu untuk Eyza dan Sinna membuat Eyza semakin uring-uringan.